20 September 2010
ANTAGONIS FILM SANG PENCERAH DENGAN MISI PERJUANGAN AHMAD DAHLAN
Pada awal syawal ini, tepatnya pada saat umat muslim merayakan hari raya iedul fitri 1431 H, umat islam diberikan “hadiah” berupa film yang menggambarkan perjuangan seorang tokoh muslim di tanah air. Sang Pencerah. Demikian nama film tersebut diberi judul oleh produsernya, Hanung Bramantio. Seorang produser muda dari Kota Yogyakarta yang menurut pengakuannya tinggal di Daerah Kauman, yang tidak jauh jaraknya dengan tempat tinggal dan tempat perjuangan Ahmad Dahlan. Produser tersebut, dalam salah satu acara di TV swasta nasional, mengaku paham betul siapa Ahmad Dahlan dan merasa terpanggil untuk membuat film ini karena tinggal di kampungnya Ahmad Dahlan dan dibesarkan di lingkungan pendidikan yang didirikan oleh organisasi Muhammadiyah yang notabenenya adalah pendirinya Ahmad Dahlan.
Film Sang Pencerah adalah film yang menggambarkan perjuangan seorang pahlawan nasional sekaligus tokoh muslim yang bernama Ahmad Dahlan. Dalam film tersebut digambarkan bagaimana perjuangan Ahmad Dahlan menegakkan Islam ditengah kultur budaya Jawa yang banyak sekali perbedaannya dengan ajaran Islam. Budaya Jawa terutama disekitar menara gading kekuasaan Kraton Yogyakarta banyak sekali terjadi Akulturasi budaya Hindu dengan Islam yang terkenal dengan kejawen dan abangannya. Acara-acara yang bersifat keagamaan dari islam tetapi kontennya tidak lain adalah keyakinan-keyakinan dari agama lain termasuk kejawen. Kondisi ini yang coba di ”lawan” oleh Ahmad Dahlan dengan mengembalikan Islam yang sesungguhnya. Islam yang tidak tercampur dengan pemahaman yang lain , yang dikenal dengan perjuangan melawan TBK (Tahayul, Bid’ah, Khurafat). Perjuangan ini digambarkan secara sebagian dengan konflik pelurusan shaf masjid Agung Kauman Yogyakarta -yang notabenenya dibawah kekuasaan kraton- menghadap lurus ke barat. Namum berdasarkan ilmu dan pemahaman Ahmad Dahlan, shaf shalat untuk masjid di Yogyakarta secara umum dan khususnya masjid Agung Kauman adalah agak melenceng ke Barat Laut. Akhirnya, konflik ini mencapai klimaksnya dengan penuduhan kepada Ahmad Dahlan dengan ajaran islam yang nyleneh dan masjid di tempat tinggalnya dibakar oleh orang yang tidak setuju pelurusan shaf masjid Agung Kauman.
Disamping itu dalam film ini digambarkan pula peran Ahmad Dahlan dalam perjuangannya melalui organisasi Muhammadiyah dalam melawan penjajahan Belanda.
Namum demikian, jika dicermati dan dikritisi secara mendalam, pembuatan dan pemutaran film pada saat-saat umat muslim merayakan hari kemenangan ini berlawanan dengan apa sejatinya perjuangan Ahmad Dahlan. Bahkan, bisa jadi Ahmad Dahlan sendiri jika masih hidup akan meneteskan air mata bila tahu dirinya setelah meninggal akan diagung-agungkan, diberlakukan berlebihan, dan diidolakan oleh sebagian orang muslim, apa lagi mengaku dirinya kenal dan mencintai dirinya. Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh yang salih dalam beribadah , istiqomah, tawwaduk, fatsun, zuhud, jauh dari sifat diidolakan, jauh dari sifat disanjung dan memahami al qur’an dan sunnah-sunnah rasul. Ahmad Dahlan akan merasa sedih tatkala penghormatan yang dilakukan oleh generasi penerusnya, menselisihi dan melanggar Al qur’an dan sunnah rasul. Bentuk mencintai Ahmad Dahlan adalah dengan cara meneruskan misi perjuangannya yang menegakkan sunnah rasul dengan memberantas kebid’ahan, menegakkah ketauhidan dengan memberantas kesyirikan yang berupa tahayul dan khurafat yang hingga saat ini sangat intens melanda umat islam. Bentuk mencintai Ahmad Dahlan bukan dengan cara yang sebaliknya yaitu melanggar sunnah – sunnah rasul yang menjadi misi beliau, dengan melakukan ghuluw (berlebih-lebihan) dalam memuja, menghormatinya dengan melanggar nilai-nilai yang tidak beliau lakukan dan tidak beliau sukai seperti di tokoh utamakan dalam film, karena memang banyak kemudharatan secara syar’I didalamnya. Bentuk cinta kepada Ahmad Dahlan adalah mempelajari ilmu yang dimiliki, mencontoh amal ibadahnya, mencontohkan perilakunya dan melanjutkan perjuangannya yang dilandasi oleh al qur’an dan hadist yang sahih sesuai pemahaman sahabat sekaligus meninggalkan ilmu, amal, dan perjuangannya yang menselisihi sunnah rasul, sunnah sahabat dan Al qur’an. Adalah sangat aneh menyanyangi, mencintai dan menghormati Ahmad Dahlan dengan cara-cara yang beliau tidak suka dan tidak dilakukan, karena menselisihi al qur’an dan sunnah rasul. Perkara-perkara di bawah ini adalah perkara-perkara syar’i yang di contohkan rasulullah dan sahabat dan sekaligus menjadi pedoman Ahmad Dahlan. Namun dalam film Sang Pencerah justru ditampilkan secara nyata pelanggaran terhadap sunah rasul dan sahabat. Demikiankah bentuk cinta kita sebagai penerus perjuangan seorang tokoh muslim yang sangat paham tentang agama Islam?
PERKARA-PERKARA MUDHARAT YANG ANTAGONIS DENGAN PEMAHAMAN AHMAD DAHLAN DALAM FILM SANG PENCERAH
1. Memperdengarkan Musik
Soundtrack dari film Sang Pencerah adalah suara nyayian dan musik. Padahal hukum mendengarkan musik adalah haram. Hal ini di sabdakan oleh Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin dalam Fatawal Mar'ah 1/106
Mendengarkan musik dan nyanyian haram dan tidak disangsikan keharamannya. Telah diriwayatkan oleh para sahabat dan salaf shalih bahwa lagu bisa menumbuhkan sifat kemunafikan di dalam hati. Lagu termasuk perkataan yang tidak berguna. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan".[Luqman : 6]
Ibnu Mas'ud dalam menafsirkan ayat ini berkata : "Demi Allah yang tiada tuhan selainNya, yang dimaksudkan adalah lagu".
Mendengarkan musik dan lagu akan menjerumuskan kepada suatu yang diperingatkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam haditsnya.
"Artinya : Akan ada suatu kaum dari umatku menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat musik".
Maksudnya, menghalalkan zina, khamr, sutera padahal ia adalah lelaki yang tidak boleh menggunakan sutera, dan menghalalkan alat-alat musik. [Hadits Riwayat Bukhari dari hadits Abu Malik Al-Asy'ari atau Abu Amir Al-Asy'ari]
Berdasarkan hal ini saya menyampaikan nasehat kepada para saudaraku sesama muslim agar menghindari mendengarkan musik dan janganlah sampai tertipu oleh beberapa pendapat yang menyatakan halalnya lagu dan alat-alat musik, karena dalil-dalil yang menyebutkan tentang haramnya musik sangat jelas dan pasti.
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan Penerbitan Darul Haq. Penerjemah Amir Hamzah Fakhrudin]
2. Di dalamnya melalaikan orang yang hadir sebab mereka memperhatikan gerakan-gerakan pemain film dan mereka senang (tertawa).Film itu biasanya dimaksudkan untuk hiburan, sehingga melalaikan orang yang menyaksikan.
3. Individu-individu yang ditiru, kadang-kadang berasal dari tokoh Islam. Hal ini dianggap sebagai sikap meremehkan mereka, baik si pemain merasa atau tidak. Contoh: seseorang yang sangat tidak pantas, menirukan ulama atau sahabat. Ini tidak boleh. Kalau ada seseorang datang menirukan kamu, berjalan seperti jalanmu, apakah engkau ridha dengan hal ini? Bukankah sikap ini digolongkan sebagai sikap merendahkan terhadap kamu? Walaupun orang yang meniru tersebut bermaksud baik menurut sangkaannya. Tetapi setiap individu tidak akan rela terhadap seseorang yang merendahkan dirinya.
4. Yang ini sangat berbahaya, sebagian mereka menirukan pribadi kafir. Secara sadar atau tidak seluk beluk tentang film adalah meniru pribadi orang-orang kafir. Dakwah dengan cara ini dilarang karena tidak ada petunjuk Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam serta bukan dari salafu ash shalih maupun petunjuk kaum muslimin. Pemain film ini tidak dikenal kecuali dari luar Islam. Masuk kepada kita dengan nama dakwah Islam, dan dianggap sebagai sarana-sarana dakwah. Ini tidak benar karena sarana dakwah adalah tauqifiyah (ittiba'). Cukup dengan yang dibawa Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam dan tidak butuh jalan seperti ini. Bahwasanya dakwah akan tetap menang dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Tanpa adanya pemain ini. Tatkala cara ini) datang tidaklah menampakkan kebaikan kepada manusia sedikitpun, dan tidak bisa mempengaruhinya. Hal itu menunjukkan bahwa cara ini adalah perkara negatif dan tidak ada faedahnya sedikitpun.
5. Di dalamnya mengandung unsur menyia-nyiakan waktu. Meluangkan waktu sekedar menonton atau menikmati sebuah film adalah perbuatan membuang-buang waktu. Banyak waktu yang seharusnya bermanfaat untuk menambah keimanan kepada Allah Ta’ala, terbuang secara percuma dengan duduk berjam-jam menikmati adegan yang kurang ada manfaatnya untuk mencapai ridha Allah Ta’ala. Orang Islam akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap waktunya. Dia dituntut untuk memelihara dan mengambil faedah dari waktunya, untuk mengamalkan apa-apa yang diridhai oleh Allah Ta'ala, sehingga manfaatnya kembali kepadanya baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana hadits Abu Barzah Al-Aslamy, dia berkata,'Telah bersabda Rasulullah,
”Artinya : Tidak bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ditanya tentang umurnya, untuk apa dia habiskan. tentang hartanya darimana dia dapatkan, dan untuk apa dia infakkan. tentang badannya untuk apa dia kerahkan. [Dikeluarkan oleh Imam At-Tirmidzi 2417 dan dia menshahihkannya]
6. Umumnya Film itu dusta. Film banyak sekali kedustaan di banding realita yang sebenarnya, termasuk menambah atau mengurangi jalan cerita, pelakunya atau propertynya yang dibuat-buat. Bisa jadi memberi pengaruh bagi orang yang hadir dan menyaksikan atau memikat perhatian mereka atau bahkan membuat mereka tertawa. Itu bagian dari cerita-cerita khayalan. Sungguh telah ada ancaman dari Rasulullah bagi orang yang berdusta untuk menertawakan manusia dengan ancaman yang keras. Yakni dari Muawiyah bin Haidah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah bersabda,
“Artinya : Celaka bagi orang-orang yang berbicara (mengabarkan) sedangkan dia dusta (dalam pembicaraannya) supaya suatu kaum tertawa maka celakalah bagi dia, celakalah bagi dia”.[Hadits Hasan, dikeluarkan oleh Hakim (I/46), Ahmad (V/3-5) dan At-Tirmidzi (2315)]
Mengiringi hadits ini Syaikh Islam berkata, 'Dan sungguh Ibnu Mas'ud berkata : “Sesungguhnya dusta itu tidak benar baik sungguh-sungguh maupun bercanda”
Adapun apabila dusta itu menimbulkan permusuhan atas kaum muslimin dan membahayakan atas dien tentu lebih keras lagi larangannya. Bagaimanapun pelakunya yang menertawakan suatu kaum dengan kedustaan berhak mendapat hukuman secara syar'i yang bisa menghalangi dari perbuatannya itu.[Majmu Fatawa (32/256)]
Tentang cerita-cerita, sungguh ulama' salaf membenci cerita-cerita dan majelis-majelis cerita. Mereka memperingatkan segala peringatan dan memerangi para narator (pencerita) dengan berbagai sarana. Dari kitab Al-Mudzakir wa At-Tadzkin wa Adz-Dzikr karya Ibnu Abi Ashim, tahqiq Khlaid Al-Ridadi (hal. 26) . Ibnu Ashim telah meriwayatkan dengan sanad yang shahih, bahwa Ali Radhiyallahu ;anhu melihat seseorang bercerita, maka dia berkata, Apakah engkau tahu tentang naskh (ayat yang menghapus) dan mansukh(yang dihapus)? Maka dia (pencerita itu) menjawab,Tidak. Ali berkata,Binasa engkau dan engkau telah membinasakan mereka.[ Al-Mudzakir wa At-Tadzkir hal. 82]
Imam Malik berkata, Sungguh saya benci cerita-cerita di masjid. Saya memandang berbahaya ikut bermajelis dengan mereka. Sesungguhnya cerita-cerita itu bid'ah.
Dari Salim berkata, “Bahwa Ibnu Umar bertemu dengan orang yang keluar dari masjid, maka dia berkata , ‘Tidak ada faktor yang menyebabkan aku keluar (dari masjid) kecuali suara narrator kalian ini”. Imam Ahmad berkata,Manusia yang paling dusta adalah para narator dan orang yang paling banyak bertanya (dengan pertanyaan yang tidak ada faedahnya). Kemudian ditanyakan padanya (Imam Ahmad),Apakah Anda menghadiri majelis mereka ? Dia menjawab, Tidak.[Dinukil dari kitab Al-Bida wa Al-Hawadits karya At-Turtusyi, hal 109-112]
7. Meniru-niru tokoh yang sebenarnya. Islam melarang umatnya untuk meniru-niru gerakan seseorang. Telah datang hadits shahih yang mencela orang yang menirukan gerakan seseorang, dan larangan dari yang demikian itu, dari Aisyah bahwa Rasulullah bersabda, 'Sungguh saya tidak suka menirukan seseorang dan sungguh bagi saya seperti ini dan seperti ini'. Shahih dikeluarkan oleh Imam Ahmad (6/136-206), At-Tirmidzi(2503).
Hadits yang melarang menyerupai orang-orang musyrik dan kafir telah tersebar, diantaranya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, 'Selisihilah orang-orang Yahudi dan Nashara..'[Taqrib Ibnu Hibban (2186)], 'Berbedalah dengan orang-orang musyrik...' [Muslim(259)], 'Berbedalah dengan orang-orang Majusi..' [Muslim(260)]
8. Terjadimya Percampuran antara laki-laki dan perempuan. Percampuran itu terjadi antara para pemain saat melakukan adegan di film atau antara penonton di gedung bioskop saat menonton film. Syaitan amat giat dalam menebarkan fitnah dan menjerumuskan manusia kepada yang haram. Karena itu Allah Subhanahu wata'ala mengingatkan kita dengan firmannya :
“Hai orang –orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Berangsiapa mengikuti langkah-langkah syaitan maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan mungkar” (An Nur : 21).
Syaitan masuk kepada anak Adam bagaikan aliran darah. Diantara cara-cara syaitan di dalam menjerumuskan manusia ke dalam perbuatan keji adalah khalwat dengan wanita bukan mahram. Karenanya, syariat Islam menutup pintu tersebut, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam :
“Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita kecuali pihak ketiganya adalah syaitan” (HR At Tirmidzi, 3/474; lihat Misykatul mashabih: 3188)
Dan dari Ibnu Umar Radhiallahu’anhu bahwasanya Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Sungguh hendaknya tidak masuk seorang laki-laki dari kamu setelah hari ini kepada wanita yang tidak ada bersamanya (suami atau mahramnya) kecuali bersamanya seorang atau dua orang laki-laki. (HR Muslim : 4/1711)
Termasuk perdayaan syaitan adalah melihat gambar-gambar porno, baik di majalah, film, televisi, video, internet, dan sebagainya. Sebagian mereka berdalih, semua itu adalah sekedar gambar, tidak hakekat yang sebenarnya.
Suatu renungan yang pantas dicamkan . Apabila kita mencintai seseorang pastilah mengikuti apa-apa yang dicontohkan oleh yang kita cintai. Sebaliknya, apabila kita mengatakan dengan lisan mencintai seseorang tetapi perilaku dan sikap kita menentang orang yang kita cintai, bisa jadi kita disebut munafik atau pengkhianat.
Wallahu a’alam bissawab
Posted by : abu nada syifa
For. Rausanulqalbu.blogspot.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar