11 Maret 2010

KESALAHAN SEKITAR SHALAT

30 Kesalahan Dalam Shalat
"Sesungguhnya yang petama kali akan dihisab atas seorang hamba pada hari kiamat adalah perkara shalat. Jika Shalatnya baik, maka baikpula seluruh amalan ibadah lainnya, kemudian semua amalannya akan dihitung atas hal itu."
(HR. An Nasa'I : 463)

Banyak orang yang lalai dalam shalat, tanpa sengaja melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak diketahuinya, yang mungkin bisa membuat amalan shalatnya tidak sempurna.
kami akan paparkan kesalahan yang sering terjadi dalam shalat.

1. Menunda–nunda Shalat dari waktu yang telah ditetapkan
Hal ini merupakan pelanggaran berdasarkan firman Allah عزوجل ,
"Sesungguhnya shalat suatu kewajiban yang telah ditetepkan waktunya bagi orang-orang beriman". (QS. An-Nisa : 103)


2. Tidak shalat berjamah di masjid bagi laki-laki
Rasullah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Barang siapa yang mendengar panggilan (azan) kemudina tidak menjawabnya (dengan mendatangi shalat berjamaah), kecuali uzur yang dibenarkan". (HR. Ibnu Majah Shahih) Dalam hadits bukhari dan Muslim disebutkan. "Lalu aku bangkit (setelah shalat dimulai) dan pergi menuju orang-orang yang tidak menghadiri shalat berjamaah, kemudian aku akan membakar rumah-rumah mereka hingga rata dengan tanah."

3. Tidak tuma'minah dalam shalat
Makna tuma'minah adalah, seseorang yang melakukan shalat, diam (tenang) dalam ruku'.i'tidal,sujud dan duduk diantara dua sujud. Dia harus ada pada posisi tersebut, dimana setiap ruas-ruas tulang ditempatkan pada tempatnya yang sesuai. Tiak boleh terburu-buru di antara dua gerakan dalam shalat, sampai dia seleasi tuma'ninah dalam posisi tertentu sesuai waktunya. Nabi صلى الله عليه وسلمbersabda kepada seseorang yang tergegesa dalam shalatnya tanpa memperlihatkan tuma;minah dengan benar, "Ulangi shalatmu, sebab kamu belum melakukan shalat."

4. Tidak khusu' dalam shalat, dan melakukan gerakan-gerakan yang berlebihan di dalamnya.
Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Sesungguhnya, seseorang beranjak setelah mengerjakan shalatnya dan tidak ditetapkan pahala untuknya kecuali hanya sepersepuluh untuk shalatnya, sepersembilan, seperdelapan, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga atau setangah darinya. " (HR. Abu Dawud, Shahih) mereka tidak mendapat pahala shalatnya dengan sempurna disebabkan tidak adanya kekhusyu'an dalam hati atau melakukan gerakan-gerakan yang melalaikan dalam shalat.

5. Sengaja mendahului gerakan iman atau tidak mengikuti gerakan-gerakannya.
Perbuatan ini dapat membatalkan shalat atau rakaat-rakaat. Merupakan suatu kewajiban bagi mukmin untuk mengikuti imam secara keseluruhan tanpa mendahuluinya atau melambat-lambatkan sesudahnya pada setiap rakaat shalat. Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Sesungguhnya dijadikan imam itu untuk diikuti keseluruhannya. Jika ia bertakbir maka bertakbirlah, dan jangan bertakbir sampai imam bertakbir, dan jika dia ruku' maka ruku'lah dan jangan ruku' sampai imam ruku' ". (HR. Bukhari)

6. Berdiri untuk mele ngkapi rakaat yang tertinggal sebelum imam menyelesaikan tasyahud akhir dengan mengucap salam ke kiri dan kekanan
Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Jangan mendahuluiku dalam ruku', sujud dan jangan pergi dari shalat (Al-Insiraf)". Para ulama berpedapat bahwa Al-Insiraf, ada pada tasyahud akhir. Seseorang yang mendahului imam harus tetap pada tempatnya sampai imam menyelesaikan shalatnya (sempurna salamnya). Baru setalah itu dia berdiri dan melengkapi rakaat yang tertinggal.

7. Melafadzkan niat.
Tidak ada keterangan dari nabi صلى الله عليه وسلم maupun dari para sahabat bahwa meraka pernah melafadzkan niat shalat. Ibnul Qayyim rmh menyatakan dalam Zadul-Ma'ad "Ketika Nabi صلى الله عليه وسلم berdiri untuk shalat beliau mengucapkan "Allahu Akbar", dan tidak berkata apapun selain itu. Beliau صلى الله عليه وسلم juga tidak melafalkan niatnya dengan keras.

8. Membaca Al-Qur'an dalam ruku' atau selama sujud.
Hal ini dilarang, berdasarkan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas رضي الله عنه, bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "saya telah dilarang untuk membaca Al-Qur'an selama ruku' atau dalam sujud." (HR. Muslim)

9. Memandang keatas selama shalat atau melihat ke kiri dan ke kanan tanpa alasan tertentu.
Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Cegalah orang-orang itu untuk mengangkat pandangan keatas atau biarkan pandangan mereka tidak kembali lagi". (HR. Muslim)

10. Melihat ke sekeliling tanpa ada keperluan apapun.
Diriwayatkan dari Aisyah رضي الله عنها, bahwa ia berkata, "Aku berkata kepada Rasulallah صلى الله عليه وسلم tentang melihat ke sekeliling dalam shalat Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, "Itu adalah curian yang sengaja dibisikan setan pada umat dalam shalatnya". (HR. Bukhari)

11. Seorang wanita yang tidak menutupi kepala dan kakinya dalam shalat.
Sabda Rasulallah صلى الله عليه وسلم, "Allah tidak menerima shalat wania yang sudah mencapai usia-haid, kecuali jiak dia memakai jilbab (khimar)". (HR. Ahmad)

12. Berjalan di depan orang yang shalat baik orang yang dilewati di hadapanya itu sebagai imam, maupun sedang shalat sendirian dan melangka (melewati) di antara orang selama khutbah shalat Jum'at.
Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Jika orang yang melintas didepan orang yang sedang shalat mengetahui betapa beratnya dosa baginya melakukan hal itu, maka akan lebih baik baginya untuk menunggu dalam hitungan 40 tahun dari pada berjalan didepan orang shalat itu". (HR. Bukhari dan Muslim). Adapun lewat diantara shaf orang yang sedang shalat berjamaah, maka hal itu diperbolehkan menurut jumhur bedasarkan hadits Ibnu Abbas رضي الله عنه : "Saya datang dengan naik keledai, sedang saya pada waktu itu mendekati baligh. Rasulallah صلى الله عليه وسلم sedang shalat bersama orang –orang Mina menghadap kedinding. Maka saya lewat didepan sebagian shaf, lalu turun dan saya biarkan keledai saya, maka saya masuk kedalam shaf dan tidak ada seorangpun yang mengingkari perbuatan saya". (HR. Al-Jamaah). Ibnu Abdil Barr berkata, "Hadits Ibnu Abbas ini menjadi pengkhususan dari hadits Abu Sa'id yang berbunyi "Jika salah seorang dari kalian shalat, jangan biarkan seseorangpun lewat didepannya". (Fathul Bari: 1/572)

13. Tidak mengikuti imam (pada posisi yang sama) ketika datang terlambat baik ketika imam sedang duduk atau sujud.
Sikap yang dibenarkan bagi seseorang yang memasuki masjid adalah segera mengikuti imam pada posisi bagaimanapun, baik dia sedang sujud atau yang lainnya.

14. Seseorang bermain dengan pakaian atau jam atau yang lainnya.
Hal ini mengurangi kekhusyu'an. Rasulallah صلى الله عليه وسلم melarang mengusap krikil selama shalat, karena dapat merusak kekhusyu'an, Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda, "Jika salah seorang dari kalian sedang shalat, cegahlah ia untuk tidak menghapus krikil sehingga ampunan datang padanya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad)

15. Menutup mata tanpa alasan
Hal ini makruh sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, "Menutup mata buka dari sunnah rasul صلى الله عليه وسلم". Yang terbaik adalah, jika membuka mata tidak merusak kekhusyu'an shalat, maka lebih baik melakukannya. Namun jika hiasan, ornament dsn sebagainya disekitar orang yang shalat atau antara dirinya dengan kiblat mengganggu konsentrasinya, maka dipoerbolehkan menutup mata. Namun demikian pernyataan untuk melakukan hal itu dianjurkan (mustahab) pada kasus ini. Wallahu A'lam.

16. Makan atau minum atau tertawa.
"Para ulama berkesimpulan orang yang shalat dilarang makan dan minum. Juga ada kesepakatan diantara mereka bahwa jika seseorang melakukannya dengan sengaja maka ia harus mengulang shalatnya.

17. Mengeraskan suara hingga mengganggu orang-orang di sekitarnya.
Ibnu Taimuiyah menyatakan, "Siapapun yang membaca Al-Qur'an dan orang lain sedang shalat sunnah, maka tidak dibenarkan baginya untuk membacanya dengan suara keras karean akan mengganggu mereka. Sebab, Nabi صلى الله عليه وسلم pernah meninggalkan sahabat-sahabatnya ketika merika shalat ashar dan Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda, "Hai manusia setiap kalian mencari pertolongan dari Robb kalian. Namun demikian, jangan berlebihan satu sama lain dengan bacaan kalian".

18. Menyela di antara orang yang sedang shalat.
Perbuatan ini terlarang, karena akan mengganggu. Orang yang hendak menunaikan shalat hendaknya shalat pada tempat yang ada. Namun jika ia melihat celah yang memungkinkan baginya untuk melintas dan tidak mengganggu, maka hal ini di perbolehkan. Larangan ini lebih ditekankan pada jama'ah shalat Jum'at, hal ini betul-betul dilarang. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda tentang merka yang melintasi batas shalat, "Duduklah! Kamu mengganggu dan terlambat datang".

19. Tidak meluruskan shaf.
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Luruskan shafmu, sesungguhnya meluruskan shaf adalah bagian dari mendirikan shalat yang benar" (HR. Bukhari dan Muslim).

20. Mengangkat kaki dalam sujud.
Hal ini bertentangan dengan ynag diperintahkan sebagaimana diriwayatkan dalam dua hadits shahih dari Ibnu Abbas رضي الله عنه, "Nabi صلى الله عليه وسلم telah memerintah bersujud dengan tujuh anggota tubuh dan tidak mengangkat rambur atau dahi (termasuk hidung), dua telapak tangan, dua lutut, dan dua telapak kaki." Jadi seseorang yang shalat (dalam sujud), harus dengan dua telapak kaki menyentuh lantai dan menggerakan jari-jari kaki menghadap kiblat. Tiap bagian kaki haris menyentuhlantai. Jika diangkat salah satu dari kakinya, sujudnya tidak benar. Sepanjang dia lakukanutu dalam sujud.

21. Melatakkan tangan kiri dia atas tangan kanan dan memposisikannya di leher.
Hal ini berlawanan dengan sunnah karena Nabi صلى الله عليه وسلم meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dan meletakkan keduanya di dada beliau. Ini hadits hasan dari beberapa sumber yang lemah di dalamya. Tapi dalam hubungannya saling menguatkan di antara satu dengan lainnya.

22. Tidak berhati-hati untuk melakukan sujud dengan tujuh angota tubuh(seperti dengan hidung, kedua telapak tangan, kedua lutuk dan jari-jari kedua telapak kaki).
Rassulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Jika seorang hamba sujud, maka tujuh anggota tubuh harus ikut sujud bersamanya: wajah, kedu telapak tangan kedua lutut dan kedua kaki". (HR. Muslim)

23. Menyembunyikan persendian tulang dalam shalat.
Ini adala perbuatan yang tidak dibenarkan dalam shalat. Hal ini didasarkan pad sebuah hadits dengan sanad yang baik dari Shu'bah budak Ibnu Abbas yang berkata, "Aku shalat di samping Ibnu Abbas dan aku menyembunyikan persedianku." Selesai shalat di berkata, "Sesungguhnya kamu kehilangan ibumu!, karena menyembunyikan persendian ketika kamu shalat!".

24. Membunyikan dan mepermainkan antar jari-jari (tasbik) selama dan sebelum shalat.
Rasulallah صلى الله عليه وسلم , "Jika salah seorang dari kalian wudhu dan pergi kemasjid untuk shalat, cegahlah dia memainkan tangannya karena (waktu itu) ia sudah termasuk waktu shalat." (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi)

25. Menjadikan seseorang sebagai imam, padahal tidak pantas, dan ada orang lain yang lebih berhak.
Merupakan hal yang penting, bahwa seorang imam harus memiliki pemahaman tentang agama dan mampu membaca Al-Qur'an dengan benar. Sebagaimana sabda Nabi صلى الله عليه وسلم "Imam bagi manusia adalah yang paling baik membaca Al-Qur'an" (HR. Muslim)

26. Wanita masuk ke masjid dengan mempercantik diri atau memakai harum-haruman.
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Jangan biarkan perrempuan yang berbau harum menghadiri shalat isya bersama kita." (HR. Muslim)

27. Shalat dengan pakaian yang bergambar, apalagi gambar makhluk bernyawa.
Termasuk pakaian yang terdapat tulisan atau sesuatu yang bisa merusak konsentrasi orang yang shalat di belakangnya.

28. Shalat dengan sarung, gamis dan celana musbil (melebihi mata kaki).
Banyak hadits rasulallah صلى الله عليه وسلم yang meyebutkan larangan berbuat isbal diantaranya :
A. Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda : sesungguhnya Allah tidak menerima shalat seseorang lelaki yang memakai kain sarung dengan cara musbil." (HR. Abu Dawud (1/172 no. 638)
B. Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda : Allah عزوجل tidak (akan) melihat shalat seseorang yang mengeluarkan sarungnya sampai kebawah (musbil) dengan perasaan sombong." (Shahih Ibnu Khuzaimah 1/382)
C. Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda : "Sarung yang melebihi kedua mata kaki, maka pelakunya di dalam neraka." (HR.Bukhari : 5887)

29. Shalat di atas pemakaman atau menghadapnya.
Rasulallah صلى الله عليه وسلم berabda, "Jangan kalian menjadikan kuburan sebagai masjid. Karena sesungguhnya aku telah melarang kalian melakukan hal itu." (HR. Muslim : 532)

30. Shalat tidak menghadap ke arah sutrah (pembatas).
Nabi صلى الله عليه وسلم melarang perbuatan tersebut seraya bersabda : "Apabila salah seorang diantara kalian shalat menghadap sutrah, hendaklah ia mendekati sutrahnya sehingga setan tidak dapat memutus shalatnya. (Shahih Al-Jami' : 650)
Inilah contoh perbuatan beliau صلى الله عليه وسلم . Apabila beliau صلى الله عليه وسلم shalat di tempat terbuka yang tidak ada seorangpun yang menutupinya, maka beliau menancapkan tombak di depannya, lalu shalat menghadap tombak tersebut, sedang para sahabat bermakmum di belakangnya. Beliau صلى الله عليه وسلم tidak membiarkan ada sesuatu yang lewat di antara dirinya dan sutrah tresebut." Shifat Shalat Nabi صلى الله عليه وسلم, karya Al-Albani (hal : 55)


Kesalahan-Kesalahan Setelah Shalat

Beberapa hal yang biasa dilakukan oleh banyak orang setelah shalat fardhu (wajib) yang lima waktu, tetapi tidak ada contoh dan dalil dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para Sahabat رضي الله عنهم.

Diantara Kesalahan dan Bid'ah tersebut ialah :
1. Mengusap muka setelah salam.(231)

2. Berdo'a dan berdzikir secara berjama'ah yang dipimpin oleh imam shalat.(232)

3. Berdzikir dengan bacaan yang tidak ada nash/dalilnya, baik secara lafazh maupun bilangannya, atau berdzikir dengan dasar yang dha'if(lemah) atau maudhu'(palsu).
Contohnya :

- Sesudah shalat membaca "Alhamdulillah"
-Membaca Surat Al-Fatihah setelah salam
-Membaca beberapa ayat terakhir surat Al-Hasyr dan lainnya.

4. Menghitung Dzikir dengan memakai biji-bijian tasbih atau yang serupa dengannya. Tidak ada satu pun hadits yang shahih tentang menghitung dzikir dengan biji-bijian tasbih, bahkan sebagian maudhu'(palsu).233 Syaikh Al-Albani رحمه الله mengatakan: " Berdzikir dengan biji-bijian tasbih adalah bid'ah."234

Syaikh Bakr Abi Zaid mengatakan bahwa Berdzikir dengan menggunakan biji-bijian tasbih menyerupai orang-orang Yahudi, Nasrani, Bhudha, dan perbuatan ini adalah bid'ah dhalaalah.235

Yang disunnahkan dalam berdzikir adalah dengna menggunakan jari-jari tangan :
Dari Abullah bin 'Amr رضي الله عنه, ia berkata: " Aku melihat Rasulullah صلى الله عليه وسلم menghitung bacaan tasbih (dengan jari-jari) tangan kanannya."236

Bahkan, Nabi صلى الله عليه وسلم memerintahkan para sahabat wanita menghitung : Subhanallah,alhamdulillah, dan mensucikan Allah dengan jari-jari, karena jari-jari akan ditanya dan diminta untuk berbicara (pada hari kiamat).237

5. Berdzikir dengan suara keras dan beramai-ramai (dengna koor/berjama'ah)

Allah عزوجل memerintahkan kita berdzikir dengan suara yang tidak keras (Qs. Al-A'raaf ayat 55 dan 205, lihat Tafsiir Ibni Katsir tentang ayat ini).

Nabi صلى الله عليه وسلم melarang berdzikir dengan suara keras sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-bukhari, Muslim dan lain-lain.

Imam asy-Syafi'i menganjurkan agar imam atau makmum tidak mengeraskan bacaan dzikir.238

6. Membiasakan/merutinkan berdo'a setelah shalat fardhu (wajib) dan mengangkat tangan pada do'a tersebut (perbuatan ini) tidak ada contohnya dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم
239

7. Saling berjabat tangan sesudah shalat fardhu (bersalam-salaman). tidak ada seorang pun dari sahabat atau Salafus Shaleh رضي الله عنهم yang berjabat tangan (bersalam-salaman) kepada orang yang disebelah kanan atau kiri, depan atau belakangnya apabila mereka selesai melaksanakan shalat. Jika seandainya perbuatan itu baik, maka akan sampai (kabar) kepada kita, dan ulama akan menukil serta menyampaikannya kepada kita (riwayat yang shahih).240

Para ulama mengatakan: "Perbuatan tersebut adalah bid'ah."241

Berjabat tangan dianjurkan, akan tetapi menetapkannya setiap selesai shalat fardhu tidak ada contohnya, atau setelah shalat shubuh dan 'Ashar, maka perbuatan ini adalah bid'ah.242
Wallaahu a'lam bish Shawaab.

Dirangkum dari:
"40 Kesalahan Shalat oleh Syaikh Muhammad Jibrin & Al Qaulu Mubin fi Akhthail Mushallin, Syaikh Mansyhur Hasan Salman.
Dan Diterbikan Oleh Al-Amin Publising
DI DOWNLOAD DARI: artikelassunnah.blogspot.com

07 Maret 2010

MAHABAHUR RASUL (CINTA RASUL)

Oleh : Ustadz Arman Amri, Lc hafizdullah
Posted : 7 Maret, 2010-03-11

1.PENGERTIAN NABI DAN RASUL

Seorang nabi adalah membawa syariah dari rasul yang telah ada sebelumnya sehingga tidak membawa syariat yang baru. Hal ini hampir sama dengan seorang mujadid, tetapi nabi punya berbagai kelebihan dibanding mujadid.
Seorang rasul adalah diutus oleh Allah dengan membawa syariat yang tugasnya untuk menyampaikannya kepada umat. Dengan demikian rasul diutus dengan menghapus syariat yang dibawa rasul sebelumnya. Rasulullah Muhammad shalallahu’ alaihi wa salam mempunyai kekhususn syariat yang baru yang tidak dimiliki oleh rasul sebelumnya yaitu :tanah dapat untuk bertayamun dan tempat shalat, dihalalkan harta rampasan perang, pakaian yang terkena najis cukup dicuci dan tidak perlu dipotong.

2.RASULULLAH MUHAMMAD SHALALLAHU’ ALAIHI WA SALAM ADALAH MANUSIA BIASA.
Dalil-dalil :

Rasul-rasul mereka Berkata kepada mereka: "Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. dan Hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal. (QS: Ibharim:11)

Dan kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu Maha Melihat. (Qs Al Furqon :20)

Sungguh Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. (Qs.At Taubah : 128)

“Sesungguhnya saya manusia, saya mengalami ingat sebagaimana kamu ingat, aku mengalami alpa sebagimana kamu lupa” . Ulama menafsirkan hadist ini meskipun rasulullah Muhammad sangat mulia tetapi tidak boleh ditinggikan sama tingginya dengan Allah. Sangat batil pandangan tentang : penyatuan diri dengan Allah, Nur Muhammad, Shalawat-shalawat yang menyatakan Allah menciptakan manusia karena Muhammad. Rasulullah adalah adbullah (Hamba Allah) yang mesti di hormati, dimuliakan sebagai utusan Allah.

3.NABI MUHAMMAD SHALALLAHU’ ALAIHI WA SALAM ADALAH MANUSIA PILIHAN ALLAH

•Terlahir dari nasab yang mulia, keluarganya termasuk terpandang. Dalil : “Sesungguhnya Allah telah memilih kaninah, kaninah Bani Hasyim dan aku keturunan Bani Hasyim”

•Allah melindungi rasulullah Muhammad dari tangan-tangan musuh . Dalil :

Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (Qs. Al Maidah :67)

[430] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh nabi Muhammad s.a.w.

•Diturunkan wahyu oleh Allah. Dalil :

Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran Ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum Mengetahui.( Qs. Yusuf :3)

•Memiliki Akhlak Mulia. Dalil :

Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Qs. Al Qalam : 4)

•Penutup Para Nabi. Dalil :

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu[1223]., tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Qs. Al Ahzab : 40)

[1223] Maksudnya: nabi Muhammad s.a.w. bukanlah ayah dari salah seorang sahabat, Karena itu janda Zaid dapat dikawini oleh Rasulullah s.a.w.

Ulama menafsirkan penutup para nabi bukan penutup para rasul dengan qiyas ibarat rumah itu ada 2 pintu maka pintu pertama adalah pintu kenabian, pintu kedua adalah pintu kerasulan. Jika pintu kenabian telah ditutup secara otomatis pintu kerasulan tidak dapat dimasuki. Dalil : Qs. Ali Imran : 33

Sesungguhnya Allah Telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).

4.MAKNA AL MAHABAH (CINTA)
Pengertian Al mahabah adalah kecenderungan hati manusia kepada sesuatu perkara yang disenangi. Hal ini karena hati punya kaitan yang amat erat dengan perbuatan.

A.JENIS-JENIS MAHABAH.

oMahabah Tabiyah : cinta yang merupakan sifat tabiyat manusia. Cinta ini meliputi cinta kepada: anak, istri, ayah, kebun-kebun, hewan ternak, perniagaan(bisnis). Dalil :

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Qs Ali Imran :14. )

[186] yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang termasuk jenis unta, lembu, kambing dan biri-biri.

Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.( Qs : Al fajr:20)


o Mahabah Syar’iyah : Cinta yang berbentuk peribadatan dan akan diberikan pahala ganjaran oleh Allah. Dalil :

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).(Qs. Al barqoroh : 165. )

[106] yang dimaksud dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah.

Hubungan Cinta Kepada Allah dengan Cinta Kepada Rasulullah ibarat pokok dengan cabang. Cinta kepada Allah adalah pokoknya dan cinta kepada rasulullah adalah cabangnya.
Menukil pendapat Syaikul Islam Ibnu Taimiyah : “Tidak ada kecintaan yang paling sempurna dan agung selain kecintaan seorang muslim kepada Rabnya.Tiada sesuatu dialam semesta ini yang dicintai secara dzatNya kecuali Allah. Mencintai rasulullah Muhammad tidak lain karena perintah Allah.

oMahabah Yang Cenderung Syirik (Dilarang) : Misalnya cinta orang yang bersifat jahil kepada berhala dan tuhan mereka selain Allah. Namun demikian cinta tabiyah dapat cenderung syirik jika melebihi kepada Allah dan rasulullah. Misalnya cinta –cinta tabiah yang melupakan pelaksanaan sunnah rasul seperti lupa shalat, lupa baca Al Qur’an, enggan mendatangi majelis ilmu. Dalil :

Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. ( Qs. At Taubah : 24) Jihad dalam bab ini pada masa kini adalah belajar agama.

B.MENCINTAI RASULULLAH
Dalil : Qs. At Taubah : 24 diatas.
“Tidak sempurna keimanan seseorang hingga diriku lebih dicintai dari yang lain “ (HR Bukhari, Muslim).
Bentuk kecintaan kepada rasulullah yang sangat kurang adalah memperingatinya setahun sekali.Orang yang suka mengadakan kegiatan ini kebanyakan malah tidak mengikuti sunnah rasul dalam kehidupan sehari-hari. Padahal cinta rasul harus setiap saat.

C.BUKTI CINTA RASULULLAH

o Taat dan Ittiba’kepada sunnah Rasulullah, Dalil :
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs Ali Imrom :31).
Penjelasan : Barangsiapa mencintai Allah akan diampuni dosanya. Ini adalah kandungan tauhid :”Muhammadur Rasulullah”

o Memuliakan, menyayangi dan beradab kepada rasulullah.
Memuliakan dan menyayangi adalah dengan mengamalkan sunnah-sunahnya,
Beradab kepada rasulullah adalah apabila dibacakan hadist-hadistnya di dengarkan dengan baik. Bila berada dimakam rasulullah bersholawat dengan suara pelan bukan malah berbuat syirik terhadap makamnya.

oMemperbanyak Shalawat : Yang sunnah adalah shlawat ibrahimiyah yang dibaca saat kutbah atau tahiyat dalam shalat. Dalilnya : “Bershalawatlah kamu kepadaku dimanapun kamu berada”(HR. Abu Dawud).

oMencintai Keluarga, Kerabatnya dan Sahabat-sahabatnya. Bukansebaliknya yang diamalkan oleh kelompok syi’ah rafidhoh yang sangat membenci keluarga dan sahabat nabi terutama Aisyah dan Hafsah. Dalil : (QS Al Fat : 18)

Sesungguhnya Allah Telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon[1399], Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)[1400].

[1399] pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah nabi Muhammad s.a.w. beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan 'umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang Telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang Karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin Kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman Telah dibunuh. Karena itu nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai'ah (janji setia) kepada beliau. merekapun mengadakan janji setia kepada nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama nabi sampai kemenangan tercapai. perjanjian setia Ini Telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini, Karena itu disebut Bai'atur Ridwan. Bai'atur Ridwan Ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk mengadakan perjanjian damai dengan kaum muslimin. perjanjian Ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah.

[1400] yang dimaksud dengan kemenangan yang dekat ialah kemenangan kaum muslimin pada perang Khaibar.


Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. ( Qs. At Taubah : 100)

oMencintai Sunnahnya dan orang yang menyebarkannya (ulama). Cinta ulama dengan mendoakan. Dalil : (Qs. At aubah : 10)

Mereka tidak memelihara (hubungan) kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. dan mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.


D.GHULUW DALAM KECINTAAN KEPADA RASULULLAH
1. Kaum Syiah : Dengan mengkultuskan Ali bin abi Thalib dan keturunannya, sehingga Ali sendiri memeranginya

2.Kaum Sufy/Tasawuf/Tariqot : Ghuluw terhadap rasul dengan berbagai shalawat, ghuluw kepada wali, kiyai.

06 Maret 2010

KETELADANAN SYAIKH BIN BAZ

K
Ada yang menuturkan bahwa dia suatu hari membaca al Qur’an di dekat Syeikh Ibnu Baz dan bacaannya keliru. Mendengar hal tersebut, beliau berkata, “Bukan demikian, perbaiki bacaan al Qur’anmu”. Lalu beliau sendiri yang mengoreksi bacaan orang tersebut. Setelah itu beliau berpesan, “Simakkan bacaan al Qur’anmu pada seorang guru al Qur’an sehingga engkau bisa memperbaiki bacaanmu. Jangan terus menerus seperti ini”.
Suatu hari Syeikh Ibnu Baz berkata kepada orang yang ada di dekatnya, “Apakah engkau rutin membaca al Qur’an dengan target tertentu setiap harinya?”. Orang tersebut berkata, “Aku tidak rutin membaca membaca al Qur’an. Kadang aku membaca dan sekali membaca langsung dengan kadar yang banyak”. Ibnu Baz berkata, “Jangan demikian. Rutinkan membaca al Qur’an. Bukankah jika dalam sehari engkau membaca sebanyak satu juz maka dalam sebulan engkau bisa mengkhatamkan al Qur’an?!. Tiap hari engkau harus punya target yang jelas. Jangan sekedar asal-asalan”.
Teladan dalam Kedermawanan
Kehidupan Syeikh Ibnu Baz itu penuh dengan keteladanan dalam kedermawanan. Inilah sifat menonjol yang ada pada diri beliau. Beliau adalah seorang yang dermawan sejak belia dan terus dermawan hingga beliau meninggal dunia.
Muhammad bin Baz, kakak beliau, bercerita bahwa saudara kandungnya yaitu Syeikh Abdul Aziz bin Baz dulu ketika kecil suka meminta kepada ibunya tambahan porsi makan siang dan makan malam kemudian dibagikan kepada teman-teman ngajinya.

Karena hal ini, sang kakak pernah menegur adiknya, “Mengapa kau lakukan hal ini terus menerus? Engkau selalu meminta tambahan porsi makan siang dan makan malam kepada ibu. Sedangkan engkau sendiri tahu keadaan ekonomi kita yang pas-pasan bahkan serba kekurangan?!”.
Jawaban Ibnu Baz ketika itu, “Sesungguhnya Allah itu maha pemurah. Allah pasti akan melapangkan rizkiNya untuk kita”.
Ada seorang yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Syeikh Ibnu Baz bernama Saad bin Husain. Saad ini sepuluh tahun lebih tua dibandingkan Ibnu Baz. Saad berkata, “Dulu Syeikh Ibnu Baz mengikuti kajian Syeikh Muhammad bin Ibrahim. Sepulang dari pengajian, di jalan beliau mengajak semua orang yang beliau temui baik itu teman kajian, orang yang tidak dikenal, ataupun fakir miskin untuk mampir ke rumah beliau. Apa yang ada di rumah, beliau suguhkan kepada mereka semua. Inilah yang beliau lakukan di awal-awal menuntut ilmu”.
Seringkali beliau mengambil gaji bulan depan untuk bisa membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada satu pun permasalahan melainkan beliau berupaya untuk membantunya.

Ada seorang perempuan yang berkirim surat kepada beliau. Isinya perempuan ini bercerita bahwa dia adalah seorang perempuan yang memiliki cacat fisik. Karena tidak ada seorang pun yang berminat untuk menikahinya. Lalu perempuan ini meminta bantuan agar bisa membeli rumah. Dengan pertimbangan seorang perempuan yang memiliki rumah sendiri kemungkinan besar akan ada lelaki yang mau menikahinya karena rumah yang dia miliki.
Setelah surat tersebut dibacakan kepada beliau, beliau berkata, “Tidak masalah”. Beliau lantas meminta sekretaris beliau untuk mengirimkan lebih dari 400 ribu real guna membelikan rumah untuk perempuan tersebut dengan tujuan agar bisa segera menikah.
Ada seorang di Filipina yang masuk Islam. Setelah masuk Islam, masyarakat di sekelilingnya mengintimidasinya. Bahkan rumahnya pun dirobohkan. Akhirnya orang ini berkirim surat kepada Syeikh Ibnu Baz. Dalam suratnya, orang ini berkata, “Sungguh aku tidak mengetahui di dunia ini orang yang bisa kukirimi surat melainkan dirimu”. Syeikh pun membalas surat tersebut. Di samping itu beliau kirimkan uang sejumlah sepuluh ribu real untuk membantu orang tersebut membangun rumah.
Suatu ketika sopir pribadi beliau, Syahin Abdurrahman dan juru masak beliau, Nashir Ahmad Kholifah bercerita bahwa suatu ketika Syeikh Ibnu Baz pergi ke tempat kediaman beliau di Mekkah. Beliau masuk rumah pada saat waktu makan malam namun beliau tidak mendengar suara orang-orang yang biasa datang ke rumah beliau untuk makan siang dan makan malam.
Beliau bertanya kepada salah seorang yang menemani beliau, “Mengapa hari ini, tidak ada orang-orang yang datang? Aku tidak mendengar suara mereka?”.

Orang yang ditanya menjawab, “Satpam melarang mereka”. Mendengar hal tersebut, beliau marah dan melarang satpam melakukan hal. Beliau perintahkan satpam agar mempersilahkan semua orang yang ada untuk makan malam di rumah beliau
Suatu ketika ada orang yang datang ke kantor mufti dan mengucapkan salam kepada Syeikh Ibnu Baz. Orang tersebut adalah orang afrika yang tidak dikenal identitasnya. Ibnu Baz berkata kepadanya, “Engkau bisa tinggal bersama kami. Engkau jadi tamu kami”.

Beliau tampak ceria dan menyambut orang tersebut lalu beliau minta gaharu atau cendana untuk mewangikan ruangan sebagaiman kebiasaan beliau ketika ada tamu.
Orang tersebut berkata, “Kami ingin singgah di tempat anda”. Jawaban beliau, “Silahkan, silahkan”.
Orang tersebut berkata, “Ya Syeikh, hari ini kami bisa makan siang bersamamu?”. Jawaban beliau, “Silahkan, hari ini bahkan meski setiap hari”.
[Disarikan dari Ma’alim Tarbawiyyah min Sirah al Imam Abdul Aziz bin Baz karya Muhammad ad Duhaim hal 10-11]
Sumber: http://ustadzaris.com

05 Maret 2010

TAUHID KEPADA ALLAH

TAUHID KEPADA ALLAH
Oleh Al Ustadz Al Fadhil Abu ‘Isa Abdullah bin Salam hafizhahullah
(Staf Pengajar Ma’had Ihya’ as Sunnah, Tasikmalaya, Jawa Barat)
Tauhid adalah sebuah ungkapan yang tidak asing lagi bagi kaum muslimin. Pada umumnya, kita sebagai kaum muslimin pasti menginginkan atau bahkan telah mengaku sebagai orang yang bertauhid. Akan tetapi, pada kenyataannya bisa jadi masih banyak di antara kita yang belum memahami hakikat dan kedudukan tauhid ini. Bahkan orang-orang yang merasa dirinya telah bertauhid sekalipun, bisa jadi belum mengenal seluk beluk tauhid dengan jelas. Karena banyaknya kaum muslimin yang salah faham dalam memahami hakikat tauhid dan melupakan kedudukannya yang sangat agung, maka permasalahan ini menjadi sangat penting untuk dijelaskan dengan penjelasan yang gamblang. Sudah kita ketahui bahwa tauhid merupakan salah satu masalah agama. Oleh karena itu, penjelasannya tidak boleh lepas dari sumber ilmu agama, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan merujuk kepada penjelasan ahlinya, yaitu para ulama.
Pengertian Tauhid
Para ulama mendefinisikan tauhid sebagai berikut,”Tauhid adalah keyakinan tentang keesaan Allah dalam rububiyyah-Nya, mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya (dalam uluhiyyah-Nya, ed.), serta menetapkkan nama-nama dan sifat-sifat kesempurnaan bagi-Nya”. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa tauhid terbagi menjadi 3 macam, yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah, dan tauhid asma’ wa shifat. Kesimpulan ini diambil oleh para ulama setelah mereka meneliti dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang berkaitan dengan keesaan Allah Ta’ala. Untuk lebih jelasnya, masing-masing tauhid tersebut akan dijabarkan dalam pembahasan berikut ini.(Lihat ‘Aqidatu At-Tauhid, hal. 15-16.)
Macam-Macam Tauhid
A. Tauhid Rububiyyah
Tauhid Rububiyyah adalah keyakinan tentang keesaan Allah Ta’ala dalam perbuatan-perbuatanNya. Yaitu meyakini bahwa Allah Ta’ala sebagai satu-satunya:

- Pencipta seluruh makhluk. Allah Ta’ala berfirman,
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Allah memelihara segala sesuatu”. (QS. Az-Zumar [39]: 62)
- Pemberi rizki seluruh manusia dan makhluk lain. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya …”. (QS. Hud [11]: 6)
- Penguasa dan Pengatur segala urusan alam, Yang memuliakan dan menghinakan, Yang menghidupkan dan mematikan, Yang menjalankan malam dan siang, serta Yang maha kuasa atas segala sesuatu. Allah Ta’ala berfirman,
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (26) تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Katakanlah,’Wahai Allah Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu-lah segala kebijakan. Sesungguhnya Engkau Maha kuasa atas segala sesuatu. Engkau Yang memasukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan engkau beri rizki siapa saja yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)”. (QS. Ali ’Imraan [3]: 26 -27)[1]
Dengan demikian, tauhid rububiyyah mencakup keimanan kepada tiga hal, yaitu:
1. Beriman kepada perbuatan–perbuatan Allah Ta’ala secara umum, seperti menciptakan, memberikan rizki, menghidupkan, mematikan, dan lain-lain.
2. Beriman kepada qadha’ dan qadar Allah Ta’ala.
3. Beriman kepada keesaan Dzat-Nya.[2]
B. Tauhid Asma’ wa Shifat
Tauhid asma’ wa shifat adalah keyakinan tentang keesaan Allah Ta’ala dalam hal nama dan sifat-Nya yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, disertai dengan mengimani makna-makna dan hukum-hukumnya (konsekuensi-konsekuensinya). Allah Ta’ala berfirman,
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah-lah asmaul husna (nama-nama yang terbaik), maka mohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu”. (QS. Al-A’raaf [7]: 180)
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى تِسْعَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ فَاسْأَلْ بَنِي إِسْرَائِيلَ إِذْ جَاءَهُمْ فَقَالَ لَهُ فِرْعَوْنُ إِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا مُوسَى مَسْحُورًا
“Katakanlah,’Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, seluruh asmaul husna (nama-nama yang terbaik) adalah miliknya”. (QS. Al Israa’ [17]: 101)
لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ مَثَلُ السَّوْءِ وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَى وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk. Dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi”. (QS. An Nahl [16]: 60)
وَلَهُ الْمَثَلُ الْأَعْلَى فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Dan bagi-Nya-lah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi”. (QS. Ar Rum [30]: 27)[3]
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam tauhid asma’ wa shifat adalah sebagai berikut.
1. Harus menetapkan semua nama dan sifat Allah Ta’ala, tidak menafikan (meniadakan) dan tidak pula menolaknya.
2. Tidak boleh melampaui batas dengan menamai atau mensifati Allah Ta’ala di luar nama dan sifat yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
3. Tidak menyerupakan nama dan sifat Allah Ta’ala dengan nama dan sifat para makhluk-Nya.
4. Tidak perlu (dan tidak memungkinkan) untuk mencari tahu hakikat (bentuk sebenarnya) dari sifat-sifat Allah tersebut.
5. Beribadah kepada Allah Ta’ala sesuai dengan konsekuensi nama dan sifat-Nya.[4]
Kedua macam tauhid di atas termasuk dalam satu pembahasan, yaitu tentang keyakinan atau pengenalan tentang Allah Ta’ala. Oleh karena itu, kedua macam tauhid tersebut biasa disatukan dengan istilah tauhid ma’rifah wal itsbat (tauhid pengenalan dan penetapan).[5]
Pada dasarnya, fitrah manusia itu telah beriman dan bertauhid dalam hal ma’rifah dan itsbat. Oleh karena itu, orang-orang musyrik dan kafir yang dihadapi oleh para Rasul tidaklah mengingkari hal ini. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87) قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (88) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (89)
“Katakanlah,‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab,‘Kepunyaan Allah’. Katakanlah,‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah, ‘Sipakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah’. Katakanlah,’(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (QS. Al-Mu’minun [23]: 86-89)
Allah Ta’ala berfirman,
قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِي اللَّهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Berkata rasul-rasul mereka,‘Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, pencipta langit dan bumi?’” (QS. Ibrahim [14]: 10)
Kalaulah ada manusia yang mengingkari rububiyyah dan kesempurnaan nama dan sifat Allah Ta’ala, maka hal itu muncul hanyalah karena kesombongan lisannya. Padahal sesungguhnya hatinya mengingkari apa yang diucapkan oleh lisannya itu. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada Fir’aun dan para pengikutnya. Allah Ta’ala berfirman,
قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا
“Musa menjawab,’Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu’jizat-mu’jizat itu kecuali Rabb Yang maha memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata, dan sesungguhnya aku mengira kamu, wahai Fir’aun, seorang yang akan binasa”. (QS. Al-Israa’ [17]: 102)
Allah Ta’ala berfirman,
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ
“Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan (mereka). Padahal hati mereka meyakini (kebenaran)-nya”. (QS. An-Naml [27]: 14)
Demikian juga pengingkaran orang-orang komunis dewasa ini adalah karena kesombongan lahiriyyah semata. Walaupun sebenarnya hatinya mengakui bahwa tiada sesuatu yang ada kecuali ada yang mengadakan, dan tidak ada satu kejadian pun kecuali ada yang berbuat. Allah Ta’ala berfirman,
أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ (35) أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بَلْ لَا يُوقِنُونَ
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah merekalah yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)”. (QS. At-Thur [52] : 35-36)[6]
C. Tauhid Uluhiyyah
Tauhid uluhiyyah adalah mengesakan Allah Ta’ala dalam tujuan perbuatan-perbuatan hamba yang dilakukan dalam rangka taqarrub (pendekatan diri) dan beribadah, seperti berdo’a, bernadzar, menyembelih kurban, bertawakkal, bertaubat, dan lain-lain. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
“Dan sesembahanmu adalah sesembahan Yang Maha esa, tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha pemurah lagi Maha penyayang”. (QS. Al Baqarah [2]: 163)
وَقَالَ اللَّهُ لَا تَتَّخِذُوا إِلَهَيْنِ اثْنَيْنِ إِنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ
“Allah berfirman,’Janganlah kamu menyembah dua sesembahan. Sesungguhnya Dia-lah sesembahan Yang Maha esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut”. (QS. An Nahl [16]: 51)
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
“Dan barangsiapa menyembah sesembahan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada sesuatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung”. (QS. Al-Mu’minun [23]: 117)[7]
Tauhid inilah yang dituntut harus ditunaikan oleh setiap hamba sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala, sebagai konsekuensi dari pengakuan mereka tentang rububiyyah dan kesempurnaan nama dan sifat Allah Ta’ala. Kemurnian tauhid uluhiyyah akan didapatkan dengan mewujudkan dua hal mendasar, yaitu:
1. Seluruh ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah Ta’ala saja, bukan kepada yang lainnya.
2. Dalam pelaksanaan ibadah tersebut harus sesuai dengan syariat Allah Ta’ala.[8]
Ketiga macam tauhid di atas memiliki hubungan yang tidak bisa dipisahkan.
Keimanan seseorang kepada Allah Ta’ala tidak akan utuh sehingga terkumpul pada dirinya ketiga macam tauhid tersebut. Tauhid rububiyyah seseorang tidak akan berguna sehingga dia ber-tauhid uluhiyyah. Sedangkan tauhid uluhiyyah seseorang tidak akan lurus sehingga dia ber-tauhid asma’ wa shifat. Singkatnya, mengenal Allah Ta’ala saja tidaklah cukup kecuali apabila seseorang benar-benar beribadah hanya kepada-Nya. Sedangkan beribadah kepada Allah Ta’ala tidaklah akan terwujud dengan benar tanpa mengenal Allah Ta’ala.[9]
Kedudukan Tauhid
Pada dasarnya manusia telah mengenal Allah Ta’ala, meskipun secara global. Oleh karena itu, para Rasul Allah tidaklah diutus untuk memperkenalkan Allah Ta’ala semata. Namun hakikatnya adalah untuk menuntut mereka agar beribadah hanya kepada-Nya. Dengan demikian, materi utama dakwah para rasul adalah tauhid uluhiyyah. Dengan demikian, ketika istilah tauhid disebutkan secara mutlak (tanpa ada keterangan tambahan), maka ia lebih mengacu kepada tauhid uluhiyyah.
Dalam kehidupan manusia, tauhid memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Kedudukan tauhid tersebut antara lain:
1. Hakikat tujuan penciptaan jin dan manusia.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menyatakan bahwa perintah untuk menyembah (beribadah) dalam firman Allah Ta’ala adalah perintah untuk bertauhid.
2. Hakikat tujuan pengutusan para rasul dan materi dakwah mereka.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan),’Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut (sesembahan selain Allah) itu’”. (QS. An Nahl [16]: 36)
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka hendaklah kalian hanya menyembah kepada-Ku”. (QS. Al-Anbiya’ [21]: 25)
3. Kewajiban pertama bagi manusia dewasa lagi berakal.
Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua (ibu dan bapak), karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu”. (QS. An-Nisa [4]: 36)
Allah Ta’ala memerintahkan hamba-Nya untuk bertauhid sebelum memerintahkan mereka untuk melakukan kebaikan yang lainnya. Allah Ta’ala berfirman,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Allah. Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan”. (QS. Muhammad [47]: 19)
Dalam ayat di atas Allah Ta’ala memerintahkan untuk bertauhid terlebih dahulu sebelum beramal.
4. Pelanggaran tauhid (syirik) adalah keharaman yang terbesar.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Katakanlah, ‘Marilah kubacakan apakah yang diharamkan atas kamu oleh Rabbmu, yaitu janganlah kamu mempersekutukan sesuatu pun dengan Dia, dan berbuat baiklah terhadap kedua orang tua …’”. (QS.Al-An’am [6]: 151)
Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala mendahulukan penyebutan keharaman syirik sebelum menyebutkan keharaman yang lainnya. Karena keharaman syirik adalah keharaman yang terbesar.
5. Materi dakwah yang pertama kali harus diserukan.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz radhiyallahu ‘anhu ke Yaman, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَيْهِ شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهِ وَ فِى رِوَايَةٍ : إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللهَ .
“Sungguh kamu akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka hendaklah dakwah yang pertama kali kamu sampaikan kepada mereka adalah syahadat ‘laa ilaaha illallah’”. Dalam riwayat lain disebutkan,“Supaya mereka mentauhidkan Allah”.[10] [11]
Demikianlah sekilas tentang hakikat tauhid dan kedudukannya. Semoga ketika kita telah mengetahui besarnya kedudukan tauhid dalam kehidupan manusia, hal itu dapat menjadi pemacu bagi kita untuk mengetahui lebih jauh dan lebih rinci tentang tauhid. Hal ini agar tauhid tidak hanya sebagai pengakuan belaka namun betul-betul terpatri dalam diri kita, baik secara lahir maupun batin. Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita semua untuk menempuh jalan ini. Amin.
Yogyakarta, 6 Jumadil Ula 1426 H
3 Juni 2005 M
Yang senantiasa butuh ampunan Allah Ta’ala,
Penulis,
Abu ‘Isa Abdullah bin Salam

[1] Lihat ‘Aqidatu At-Tauhid, hal. 16-17.
[2] Lihat Al-Madkhal li Dirasatil’ Aqidah Islamiyyah, hal. 87.
[3] Lihat Mu’taqod Ahlus Sunnah wal Jama’ah fi Tauhiidil Asma wa Shifat, hal. 31-34
[4] Lihat Mu’taqod Ahlus Sunnah wal Jama’ah fi Tauhiidil Asma wa Shifat, hal. 40-41.
[5] Lihat Al-Madkhal li Dirasatil’ Aqidah Islamiyyah, hal. 93.
[6] Lihat ‘Aqidatu At-Tauhid, hal. 17-18.
[7] Lihat Fathul Majid, hal. 15 dan ‘Aqidatu At-Tauhid, hal. 36
[8] Lihat Al-Madkhal li Dirasatil’ Aqidah Islamiyyah, hal. 94.
[9] Lihat Mu’taqod Ahlus Sunnah wal Jama’ah fi Tauhiidil Asma wa Shifat, hal. 47.
[10] HR. Al-Bukhari (Al-Fath: III/1458) dalam Kitabuz Zakat, Bab “Janganlah Mengambil Harta Manusia yang Paling Berharga untuk Shadaqah (Zakat)”, dalam Kitabul Maghazi (VII/4347) Bab “Diutusnya Abu Musa dan Mu’adz ke Yaman sebelum Haji Wada”. Dan Muslim no. 19 di dalam Kitabul Iman, Bab “Dakwah kepada Dua Kalimat Syahadat dan Syari’at-Syari’at Islam”.
[11] Lihat Kitabu Tauhid, bab. I dan ‘Aqidatu At-Tauhid, hal. 36-37.

02 Maret 2010

FAEDAH SABAR

FAEDAH SABAR
Oleh Ustadz Kholid Syamhudi, Lc. Hafizhahullah
(Pimpinan Ma’had Ibnu Abbas, Sragen)
Ketika sabar diperintahkan Allah kepada kita semua, maka Diapun adakan sebab-sebab yang membantu dan memudahkan seseorang untuk sabar. Demikian juga tidaklah Allah memerintahkan sesuatu kecuali membantu dan mengadakan sebab-sebab yang memudahkan dan membantu pelaksanaannya sebagaimana Ia tidak mentaqdirkan adanya penyakit kecuali menetapkan obatnya.
Sabar walaupun sulit dan tidak disukai jiwa, apalagi bila disebabkan kelakuan dan tindakan orang lain. Akan tetapi kesabaran harus ada dan diwujudkan. Ada beberapa kiat yang dapat membantu kita dalam bersabar dengan ketiga jenisnya, diantaranya:
1. Mengetahui tabiat kehidupan dunia dan kesulitan dan kesusahan yang ada disana, sebab manusia memang diciptakan berada dalam susah payah, sebagaimana firman Allah: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (QS. 90:4)
2. Beriman bahwa dunia seluruhnya adalah milik Allah dan Dia memberinya kepada orang yang Dia sukai dan menahannya dari orang yang disukaiNya juga.
3. Mengetahui besarnya balasan dan pahala atas kesabaran tersebut. Diantaranya:
o Mendapatkan pertolongan Allah, sebagaimana firmanNya: Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. 2:249)
o Mendapatkan sholawat, rahmat dan petunjuk Allah, sebagaimana firmanNya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:”Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. 2:155-157)
o Sabar adalah kunci kesuksesan seorang hamba, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firmanNya: Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung. (QS. 3:200).
4. Yakin dan percaya akan mendapatkan pemecahan dan kemudahan sebab Allah telah menjadikan dua kemudahan dalam satu kesulitan sebagai rahmat dariNya. Inilah yang difirmankan Allah: Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. 94:5-6)
5. Memohon pertolongan kepada Allah dan berlindung kepadaNya, karena Allah satu-satunya yang dapat memberikan kemudahan dan kesabaran.
6. Beriman kepada ketetapan dan takdir Allah dengan meyakini semuanya yang terjadi sudah merupakan suratan takdir. Sehingga dapat bersabar menghadapi musibah yang ada.
7. Ikhlas dan mengharapkan keridhoan Allah dalam bersabar. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya: Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Rabbnya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rejeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (QS.Al Ra’d 13:22)
8. Mengetahui kebaikan dan manfaat yang ada dalam perintah dan keburukan yang ada dalam larangan. Ibnul Qayyim menyatakan: Apabila seorang mengetahui kebaikan yang ada pada amalan yang diperintahkan dan akibat buruk dan kejelekan yang ada pada amalan yang dilarang sebagaimana mestinya. Kemudian ditambah dengan tekad kuat dan motivasi tinggi serta harga diri maka insya Allah akan dapat bersabar dan semua kesulitan dan kesusahan menjadi mudah baginya.
9. Menguatkan factor pendukung agama dalam setiap kali menghadapi perintah, larangan dan musibah yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan empat perkara:
o Mengagungkan Allah yang maha mendengar dan meilhat. Seorang yang senantiasa ada di hartinya pengagungan terhadap Allah, tentunya dapat bersabar dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Bagaimana Dzat yang maha agung dimaksiati padahal Dia maha melihat dan mendengar?
o Menumbuhkan rasa cinta kepada Allah, sehingga ia melaksanakan perintah dan meninggalkan kemaksiatan karen mencintai Allah. Demikian juga akan bersabar atas ujian kekasihnya. Hal ini disebabkan orang yang mencintai tentu akan menaati kekasihnya dan tidak ingin dimurkai serta dapat menahan diri atas semua ujian yang diberikan kepadanya.
o Menampakkan dan mengingat nikmat dan kebaikan Allah, sebab orang yang mulia tidak akan membalas kebaikan orang lain dengan kejelekan. Oleh karena itu mengingat nikmat dan karunia Allah dapat mencegah seseorang dari bermaksiat karena malu denganNya dan memotivasi melaksanakan perintahNya serta merasa semua musibah yang menimpanya merupakan kebaikan yang Allah karuniakan kepadanya.
o Mengingat kemarahan, kemurkaan dan balasan Allah, karena Allah akan marah bila hambaNya dan bila murka tidak ada seorangpun yang dapat menahan amarahNya. Sehingga dengan melihat sepuluh kiat dari kiat-kiat bersabar dalam tiga jenis kesabaran ini, mudah-mudahan dapat menjadikan diri kita termasuk orang-orang yang bersabar.