29 Maret 2012

RITUAL-RITUAL KEMATIAN: ANTARA YANG SUNNAH DENGAN YANG MENSELISIHI SUNNAH (BAGIAN-1)


A.  PENGANTAR
S

 Udah menjadi tradisi umat muslim di Indonesia, tatkala anggota keluarganya meninggal dunia, anggota keluarga, snak saudara, tetanga sekitar ramai-ramai mengadakan berbagai ritual ibadah guna menghibur keluarga yang berkabung, mengusir suasana duka, menunjukkan empati dan meringankan beban bagi keluarga yang ditinggalkan. Sampai-sampai untuk menunjukkan rasa cinta dan bakti orang yang ditinggal terhadap si mayit, pihak keluarga, tetangga, sahabat, karib kerabat mengadakan acara  tahlilan 1 hari, 3 hari, 7 hari, 10 hari, 40 hari, 100 hari hingga 1000 hari. Acara tahlilan, yasinan, khataman al qur’an, pengiriman do’a hingga kendurian –yang notebenenya berasal dari keyakinan hindu budha- bagi simayit mereka lakukan. Mereka berkeyakinan apa yang dilakukan tersebut akan memberikan kebaikan pada si mayit. Dan ini sangat mulia dan baik kelihatannya. Namun, ternyata kebaikan bukanlah menurut perkiraan orang awam yang sangat miskin ilmu. Kebaikan dan kemuliaan hanya dapat diukur dari al qur’an dan as sunnah yang dipahami oleh para sahabat dan diikuti oleh ulama-ulama setelahnya yang semanhaj dengan para sahabat tersebut. Dengan demikian, maka kewajiban orang awan agar tidak terjatuh kepada pemahaman yang keliru tentang kemuliaan atau kebaikan harus bersandar pada dalil yang sahih yang dipahami oleh sahabat. Termasuk dalam perkara kematian ini. Karena segala seluk beluk yang berkaitan dengan kematian ini telah rasulullah sabdakan, telah sahabat amalkan dan telah terjadi pada jaman rasulullah dan sahabat masih hidup. Kebaikan, ketaataan, kepatuhan dan semangat mengamalkan kebaikan para sahabat sangat luar biasa sehingga sangat aneh seandainya apa yang oleh sahabat lakukan kita anggap masih kurang sehingga kita yang hidup saat ini perlu melakukan “updating” atau “kreativitas” dalam masalah agama ini.

B.   URUSAN YANG HARUS SEGERA DITUNTASKAN

1)      Melunasi tanggungan si mayit

Dalam hal ini ada 2 perkara yakni yang berkaitan dengan a) materi : bayar hutang, bayar denda, tagihan kartu kredit, tagihan listrik, tagihan telepon,  dan tunggakan lainnya; b) non materi :  merehabilitasi kehormatan, merevisi pencemaran nama baik dan memintakan maaf atas segala kektidakbaikan simayit selama hidupnya. Jika si mayit adalah pelaku kedzaliman seperti koruptor, pemalak, pencuri, pemerkosa, penghasutan, penzinaan, penebar fitnah, maka ahli waris membayarkan kewajibannya kepada orang yang dizalimi lalu memintakan maaf atas perbuatan simayit kepada yang didzalimi. Karena perkara ini akan menjadi beban mayit di alam kubur jika tidak dilakukan oleh ahli waris

2)      Mengurus Jenazah si mayit.

Mulai dari memandikan, mengafani, menyolatkan hingga memakamkan di liang lahat sesuai sunnah rasul adalah hak utama si mayit yang harus disegerakan oleh ahli waris. Hal ini sebagaimana sabda rasul  :”Percepatlah mengurus jenazah karena bila dia baik maka demikian itu suatu kebaikan baginya yang engkau suguhkan kepadanya, dan bila tidak demikian maka keburukan yang kamu singkirkan dari tanggunganmu.” (HR Muslim, Bukhari, Abu Daud tarmidzi,dll). Oleh karena itu, Islam melarang melakukan penundaan pengurusan jenazah bukan berdasarkan alas an syar’i. Hal ini bertentangan dengan sunnah rasul yang memerintahkan untuk mensegerakan seperti shalat setelah masuk waktunya, bujangan yang telah menemukan jodoh, upah atau utang yang telah ada untuk melunasi dan gadis yang telah ada calon peminangnya.

3)      Membayarkan Hutang si mayit

Utang merupakan tanggungan si mayit yang tidak dapat digugurkan dengan kematian. Sabda Rasulullah : “Jiwa seorang muslim tergadai oleh utangnya hingga terbayar “(HR. Ahmad). Bahkah sutau ketika rasulullah tidak mau menshalatkan seorang sahabat yang meninggal  karena masih menanggung hutang. Dan rasulullah bersedia meshalatkan sahabat ini setelah utangnya ditanggung sahabat lainnya yaitu Qatadah. Dengan demikian, utang menjadi prioritas utama untuk dilunasi dengan harta si mayit sebelum harta warisan mayit dibagikan kepada ahli waris.

4)      Menunaikan wasiat si mayit

Kewajiban seorang muslim apabila ajal telah mendekat, memberikan wasiat mengenai hartanya terhadap siapa saja yang berhak menerima dan yang tidak menerimanya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah : 180. Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
Berwasiat tidak boleh kepada orang tua atau sanak kerabat yang akan mendapat warisan. Demikian juga wasiyat tidak boleh melebihi 1/3 harta yang dimiliki sebagai hadist rasulullah yang mendatangi Sa’ad bin Waqas yang sakit keras dan hartanya sangat banyak sedang hanya mempunyai 1 anak wanita .
Selain berwasiat harta, seorang muslim wajib berwasiat agar keluarganya selalu menjalankan sunnah. Jenazahnya diurus secara sunnah, tidak diadakan perayaan-perayaan bid’ah serta tidak diratapi. Dengan demikian, tidak ada pesan yang lebih penting dari orang yang mau meninggal kecuali wasiat menegakkan sunnah dan menghindari bid’ah bagi yang masih hidup maupun perkara-perkara yang menyangkut dirinya tatkala nanti meninggal.

5)      Membagi Harta Warisan si mayit

Menurut Ali bin Abi Thalib : “Rasulullah memutuskan pembagian harta waris dilakukan setelah melunasi hutang si mayit.” (HR Tarmizi dan Abu Daud).
Dalam membagi harta waris hendaklah sesuai syariat islam dan dilarang menselisihinya. Karena dengan melaksanakan syariat islam akan didapatkan kebaikan berupa harta yang halal, jauh dari persengketaan dan saling lapang dada serta menjaga silaturahmi. Sebaliknya Allah mengancam pembagian warisan yang melanggar syariah islam sebagaimana dalm firmanNya QS. An Nissa’ 13-14 : “Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.
Dengan demikian, pembagian harta warisan termasuk perkara yang harus disegerakan oleh ahli waris. Karena menundanya akan menimbulkan banyak menimbulkan perkara persengketaan antar ahli waris, sebagaimana yang terjadi pada saat ini.

C.   AMALAN YANG MENGUNTUNGKAN SI MAYIT

1.      Doa dan Istighfar muslim kepada si mayit.

Doa adalah tali penghubung paling kuat antara Allah dengan makhluknya. Dengan doa mampu mengubah nasib buruk menurut logika menjadi baik, mendatangkan rahmad dan ampunan, mengundang kemudahan dan mengusir kesulitan serta sebagai amalan salih yang patut diberikan kepada sesame muslim. Sebagaimana firman Allah dalam surat al Hasyr :10 :” Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." Bagi muslim yang mendoakan saudaranya yang meninggal akan mendapat balasn syurga. Sedangkan seorang muslim yang mempunyai saudara kafir maka dilarang untu mendo’akan sebagaimana firman Allah dalam Surat At-Taubah 113 :” Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.”

2.      Melunasi Hutang Si Mayit

Dari hadist rasulullah mengenai hutang (telah lalu pembahasannya diatas), Syaikh Albani menjelaskan : bahwa bolehnya orang lain membayar hutang si mayit dan tidak meski memakai harta peninggalan si mayit. Pelunasan hutang ini akan mengangkat dari azab bagi si mayit.

Membebaskan hutang si mayit berbeda dengan mengirimkan  hadiah pahala sedekah  kepada mayit. Melunasi hutang lebih khusus dibanding mengirim pahala sedekah. Hadist-hadist yang menegaskan sampainya hadiah pahala sedekah kepada si mayit difokuskan sedekah pahala anak kepada orang tuanya yang meninggal. Pasalnya anak termasuk jerih payah usaha kedua orangtua, sehingga tidak boleh melakukan qiyas orang lain dengan anak atau  membebaskan utang dengan sedekah.

3.      Menunaikan Nadzar Si Mayit

Nazar setatusnya sama hutang, maka apabila si mayit masih punya nazar yang belum terbayarkan maka ahli waris wajib melaksanakan nazar tersebut. Hal ini sebagimana diterangkan Saad bin Ubaidah tatkala meminta fatwa kepada rasulullah :”Ibuku telah wafat, beliau meninggalkan hutang nazar. Maka Rasulullah menjawab :Tunaikan nazarnya.”

4.      Amal Kebaikan Anak Shalih

Anak yang salih hendaknya selalu berdoa dan berzikir untuk dirinya dan kedua orang tuanya. Seluruh kebaikan anak salih otomatis langsung sampai kepada orang tuanya. Hal ini didasarkan kepada hadistriwayat aisyah, ada seorang laki-laki berkata kepada rasulullah: “sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, aku beranggapan :”Andaikan dia mampu berbicara(ia akan berkata) “sedekahkanlah untukku”, apakah aku bersedekah untuknya?”. Maka rasulullah menjawab : Ya bersedekahlah untuknya.”

Keutamaan paling baik adalah permohonan rahmad dan istigfar anak salih member pengaruh dasyat kepada kehidupan orang tua di alam akhirat kelak. Sebagai mana sabda rasul :”Derajat seorang yang meninggal dunia akan diangkat lalu ia berkata :’ Wahai tuhanku dari manakah ini?’ Dia berkata padanya :’ karena anakmu membaca istghfar untukmu.’

Bahkan bukan hanya do’a dan istighfar amalan seperti umrah, haji, membangun masjid, membagi buku-buku agama gratis, membantu yatim piatu dsb otomatis pahalanya mengalir kepada orangtuanya.

5.      Amal Jariyah Yang dilakukan Semasa Hidupnya.

Para ulama ahlul sunnah sepakat bahwa amal jariyah yang dilakukan mayit selama hidup akan berguna dan membantu meringankan siksa dari azab kubur. Hal ini sebagaimana sabda rasulullah : Ada 3 amalan yang tidak terputus hingga orang tersebut meninggalkan dunia. Pertama adalah ilmu yang bermanfaat yang ia ajarkan kepada orang lain dan orang tersebut mengamalkan, harta yang dia infaqkan untuk jihad fisabilillah dan ia tinggalkan anak shaleh yang selalu mendoakan.

Dengan demikian, wajib bagi setiap muslim untuk semaksimal selalu mengusahakan 3 perkara diatas agar menjadi tabungan kelak tatkala dirinya telah meninggal dunia.

Harta  yang dimiliki seorang muslim hanyalah 3 jenis. Selain itu bukanlah menjadi harta meski dia memiliki atau menguasai. Dan justru yang terakhir ini yang akan menjadikan perkara yang menyusahkan seorang muslim nanti di akhirat. Ketiga jenis harta tersebut adalah : apapun yang mereka pakai terus habis karena rusak, apapun yang dia makan terus habis karena menjadi kotoran dan harta yang habis diinfaqkan kejalan Allah. Nah, harta seperti emas yang disimpan, deposito yang di bank, saham yang di bursa efek, perusahaan berkembang, rumah dan mobil ternyata bukan hakekat harta yang dimiliki manusia. Kita tidak menikmati harta ini di saat kita mati, tetapi kita harus mempertanggungjawabkan dari mana harta itu diperoleh, ada proses riba dalam pengelolaannya dan dipergunakan untuk amal jariyah atau malah sebaliknya.

Sedangkan ilmu yang bermanfaat menurut ulama adalah ilmu-ilmu yang bisa menyelematkan pemiliknya menuju ke syurga dan menghindarkan pelakunya masuk neraka. Sahabat Umar r.a. mengatakan ilmu yang bermanfaat adalah apa-apa yang berasal dari qur’an dan dari assunnah. Jadi, ilmu yang bermanfaat adalah seperti yang oleh rasulullah ajarkan kepada para sahabat. Dengan demikian ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang kita ajarkan kepada anak, istri, saudara, temen, kerabat, dsb yang berupa ilmu syar’i seperti tacacara puasa yang sesuai sunnah, tatacara shalat yang sesuai sunnah, tatacara makan yang sesuai sunnah, tata cara mencari rizki yang sesuai sunnah, hingga apapun yang dilarang Allah. Jadi sangat salah besar anggapan bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu-ilmu yang yang hanya berkaitan dengan urusan keduniawian seperti kita mengajarkan ilmu filsafat, sosiologi, sejarah dsb.

Sementara anak yang shaleh adalah anak yang paham akan qur’an dan sunnah sehingga tahu dan paham mana-mana amalan yang bisa menyebabkan dirinya masuk ke syurga atau ke neraka. Do’a anak shaleh inilah yang akan menyebabkan si mayit terangkat dari azab kubur. Yang terpenting lagi, anak shalih hanya akan terwujud atas pertolongan Allah dan usaha kedua orang tua terhadap pemahaman aqidah, akhlak, moral terhadap anak sejak masih hidup. Maka suatu investasi yang sangat luar biasa apabila semenjak hidup si mayit bisa mendidik anak-anaknya menjadi anak salih. Dan inilah yang menjadi kendala terbesar bagi orang tua saat ini. Disamping karena ketidakpahaman orang tua terhadap ilmu syar’i dan pentingnya punya anak salih, juga pengaruh pergaulan, media masa dan lingkungan yang jauh dari agama dan terlebih lagi jauh dari pemahaman sunnah rasulullah.

Referensi : Kitab Sunah Sunah Setelah Kematian, Karya Ustadz Zainal Abidin bin Syamsuddin, Lc
-Insya Allah bersambung-

RITUAL-RITUAL KEMATIAN: ANTARA YANG SUNNAH DENGAN YANG MENSELISIHI SUNNAH (BAGIAN-1)


A.  PENGANTAR
S

 Udah menjadi tradisi umat muslim di Indonesia, tatkala anggota keluarganya meninggal dunia, anggota keluarga, snak saudara, tetanga sekitar ramai-ramai mengadakan berbagai ritual ibadah guna menghibur keluarga yang berkabung, mengusir suasana duka, menunjukkan empati dan meringankan beban bagi keluarga yang ditinggalkan. Sampai-sampai untuk menunjukkan rasa cinta dan bakti orang yang ditinggal terhadap si mayit, pihak keluarga, tetangga, sahabat, karib kerabat mengadakan acara  tahlilan 1 hari, 3 hari, 7 hari, 10 hari, 40 hari, 100 hari hingga 1000 hari. Acara tahlilan, yasinan, khataman al qur’an, pengiriman do’a hingga kendurian –yang notebenenya berasal dari keyakinan hindu budha- bagi simayit mereka lakukan. Mereka berkeyakinan apa yang dilakukan tersebut akan memberikan kebaikan pada si mayit. Dan ini sangat mulia dan baik kelihatannya. Namun, ternyata kebaikan bukanlah menurut perkiraan orang awam yang sangat miskin ilmu. Kebaikan dan kemuliaan hanya dapat diukur dari al qur’an dan as sunnah yang dipahami oleh para sahabat dan diikuti oleh ulama-ulama setelahnya yang semanhaj dengan para sahabat tersebut. Dengan demikian, maka kewajiban orang awan agar tidak terjatuh kepada pemahaman yang keliru tentang kemuliaan atau kebaikan harus bersandar pada dalil yang sahih yang dipahami oleh sahabat. Termasuk dalam perkara kematian ini. Karena segala seluk beluk yang berkaitan dengan kematian ini telah rasulullah sabdakan, telah sahabat amalkan dan telah terjadi pada jaman rasulullah dan sahabat masih hidup. Kebaikan, ketaataan, kepatuhan dan semangat mengamalkan kebaikan para sahabat sangat luar biasa sehingga sangat aneh seandainya apa yang oleh sahabat lakukan kita anggap masih kurang sehingga kita yang hidup saat ini perlu melakukan “updating” atau “kreativitas” dalam masalah agama ini.

B.   URUSAN YANG HARUS SEGERA DITUNTASKAN

1)      Melunasi tanggungan si mayit

Dalam hal ini ada 2 perkara yakni yang berkaitan dengan a) materi : bayar hutang, bayar denda, tagihan kartu kredit, tagihan listrik, tagihan telepon,  dan tunggakan lainnya; b) non materi :  merehabilitasi kehormatan, merevisi pencemaran nama baik dan memintakan maaf atas segala kektidakbaikan simayit selama hidupnya. Jika si mayit adalah pelaku kedzaliman seperti koruptor, pemalak, pencuri, pemerkosa, penghasutan, penzinaan, penebar fitnah, maka ahli waris membayarkan kewajibannya kepada orang yang dizalimi lalu memintakan maaf atas perbuatan simayit kepada yang didzalimi. Karena perkara ini akan menjadi beban mayit di alam kubur jika tidak dilakukan oleh ahli waris

2)      Mengurus Jenazah si mayit.

Mulai dari memandikan, mengafani, menyolatkan hingga memakamkan di liang lahat sesuai sunnah rasul adalah hak utama si mayit yang harus disegerakan oleh ahli waris. Hal ini sebagaimana sabda rasul  :”Percepatlah mengurus jenazah karena bila dia baik maka demikian itu suatu kebaikan baginya yang engkau suguhkan kepadanya, dan bila tidak demikian maka keburukan yang kamu singkirkan dari tanggunganmu.” (HR Muslim, Bukhari, Abu Daud tarmidzi,dll). Oleh karena itu, Islam melarang melakukan penundaan pengurusan jenazah bukan berdasarkan alas an syar’i. Hal ini bertentangan dengan sunnah rasul yang memerintahkan untuk mensegerakan seperti shalat setelah masuk waktunya, bujangan yang telah menemukan jodoh, upah atau utang yang telah ada untuk melunasi dan gadis yang telah ada calon peminangnya.

3)      Membayarkan Hutang si mayit

Utang merupakan tanggungan si mayit yang tidak dapat digugurkan dengan kematian. Sabda Rasulullah : “Jiwa seorang muslim tergadai oleh utangnya hingga terbayar “(HR. Ahmad). Bahkah sutau ketika rasulullah tidak mau menshalatkan seorang sahabat yang meninggal  karena masih menanggung hutang. Dan rasulullah bersedia meshalatkan sahabat ini setelah utangnya ditanggung sahabat lainnya yaitu Qatadah. Dengan demikian, utang menjadi prioritas utama untuk dilunasi dengan harta si mayit sebelum harta warisan mayit dibagikan kepada ahli waris.

4)      Menunaikan wasiat si mayit

Kewajiban seorang muslim apabila ajal telah mendekat, memberikan wasiat mengenai hartanya terhadap siapa saja yang berhak menerima dan yang tidak menerimanya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah : 180. Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
Berwasiat tidak boleh kepada orang tua atau sanak kerabat yang akan mendapat warisan. Demikian juga wasiyat tidak boleh melebihi 1/3 harta yang dimiliki sebagai hadist rasulullah yang mendatangi Sa’ad bin Waqas yang sakit keras dan hartanya sangat banyak sedang hanya mempunyai 1 anak wanita .
Selain berwasiat harta, seorang muslim wajib berwasiat agar keluarganya selalu menjalankan sunnah. Jenazahnya diurus secara sunnah, tidak diadakan perayaan-perayaan bid’ah serta tidak diratapi. Dengan demikian, tidak ada pesan yang lebih penting dari orang yang mau meninggal kecuali wasiat menegakkan sunnah dan menghindari bid’ah bagi yang masih hidup maupun perkara-perkara yang menyangkut dirinya tatkala nanti meninggal.

5)      Membagi Harta Warisan si mayit

Menurut Ali bin Abi Thalib : “Rasulullah memutuskan pembagian harta waris dilakukan setelah melunasi hutang si mayit.” (HR Tarmizi dan Abu Daud).
Dalam membagi harta waris hendaklah sesuai syariat islam dan dilarang menselisihinya. Karena dengan melaksanakan syariat islam akan didapatkan kebaikan berupa harta yang halal, jauh dari persengketaan dan saling lapang dada serta menjaga silaturahmi. Sebaliknya Allah mengancam pembagian warisan yang melanggar syariah islam sebagaimana dalm firmanNya QS. An Nissa’ 13-14 : “Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.
Dengan demikian, pembagian harta warisan termasuk perkara yang harus disegerakan oleh ahli waris. Karena menundanya akan menimbulkan banyak menimbulkan perkara persengketaan antar ahli waris, sebagaimana yang terjadi pada saat ini.

C.   AMALAN YANG MENGUNTUNGKAN SI MAYIT

1.      Doa dan Istighfar muslim kepada si mayit.

Doa adalah tali penghubung paling kuat antara Allah dengan makhluknya. Dengan doa mampu mengubah nasib buruk menurut logika menjadi baik, mendatangkan rahmad dan ampunan, mengundang kemudahan dan mengusir kesulitan serta sebagai amalan salih yang patut diberikan kepada sesame muslim. Sebagaimana firman Allah dalam surat al Hasyr :10 :” Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." Bagi muslim yang mendoakan saudaranya yang meninggal akan mendapat balasn syurga. Sedangkan seorang muslim yang mempunyai saudara kafir maka dilarang untu mendo’akan sebagaimana firman Allah dalam Surat At-Taubah 113 :” Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.”

2.      Melunasi Hutang Si Mayit

Dari hadist rasulullah mengenai hutang (telah lalu pembahasannya diatas), Syaikh Albani menjelaskan : bahwa bolehnya orang lain membayar hutang si mayit dan tidak meski memakai harta peninggalan si mayit. Pelunasan hutang ini akan mengangkat dari azab bagi si mayit.

Membebaskan hutang si mayit berbeda dengan mengirimkan  hadiah pahala sedekah  kepada mayit. Melunasi hutang lebih khusus dibanding mengirim pahala sedekah. Hadist-hadist yang menegaskan sampainya hadiah pahala sedekah kepada si mayit difokuskan sedekah pahala anak kepada orang tuanya yang meninggal. Pasalnya anak termasuk jerih payah usaha kedua orangtua, sehingga tidak boleh melakukan qiyas orang lain dengan anak atau  membebaskan utang dengan sedekah.

3.      Menunaikan Nadzar Si Mayit

Nazar setatusnya sama hutang, maka apabila si mayit masih punya nazar yang belum terbayarkan maka ahli waris wajib melaksanakan nazar tersebut. Hal ini sebagimana diterangkan Saad bin Ubaidah tatkala meminta fatwa kepada rasulullah :”Ibuku telah wafat, beliau meninggalkan hutang nazar. Maka Rasulullah menjawab :Tunaikan nazarnya.”

4.      Amal Kebaikan Anak Shalih

Anak yang salih hendaknya selalu berdoa dan berzikir untuk dirinya dan kedua orang tuanya. Seluruh kebaikan anak salih otomatis langsung sampai kepada orang tuanya. Hal ini didasarkan kepada hadistriwayat aisyah, ada seorang laki-laki berkata kepada rasulullah: “sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, aku beranggapan :”Andaikan dia mampu berbicara(ia akan berkata) “sedekahkanlah untukku”, apakah aku bersedekah untuknya?”. Maka rasulullah menjawab : Ya bersedekahlah untuknya.”

Keutamaan paling baik adalah permohonan rahmad dan istigfar anak salih member pengaruh dasyat kepada kehidupan orang tua di alam akhirat kelak. Sebagai mana sabda rasul :”Derajat seorang yang meninggal dunia akan diangkat lalu ia berkata :’ Wahai tuhanku dari manakah ini?’ Dia berkata padanya :’ karena anakmu membaca istghfar untukmu.’

Bahkan bukan hanya do’a dan istighfar amalan seperti umrah, haji, membangun masjid, membagi buku-buku agama gratis, membantu yatim piatu dsb otomatis pahalanya mengalir kepada orangtuanya.

5.      Amal Jariyah Yang dilakukan Semasa Hidupnya.

Para ulama ahlul sunnah sepakat bahwa amal jariyah yang dilakukan mayit selama hidup akan berguna dan membantu meringankan siksa dari azab kubur. Hal ini sebagaimana sabda rasulullah : Ada 3 amalan yang tidak terputus hingga orang tersebut meninggalkan dunia. Pertama adalah ilmu yang bermanfaat yang ia ajarkan kepada orang lain dan orang tersebut mengamalkan, harta yang dia infaqkan untuk jihad fisabilillah dan ia tinggalkan anak shaleh yang selalu mendoakan.

Dengan demikian, wajib bagi setiap muslim untuk semaksimal selalu mengusahakan 3 perkara diatas agar menjadi tabungan kelak tatkala dirinya telah meninggal dunia.

Harta  yang dimiliki seorang muslim hanyalah 3 jenis. Selain itu bukanlah menjadi harta meski dia memiliki atau menguasai. Dan justru yang terakhir ini yang akan menjadikan perkara yang menyusahkan seorang muslim nanti di akhirat. Ketiga jenis harta tersebut adalah : apapun yang mereka pakai terus habis karena rusak, apapun yang dia makan terus habis karena menjadi kotoran dan harta yang habis diinfaqkan kejalan Allah. Nah, harta seperti emas yang disimpan, deposito yang di bank, saham yang di bursa efek, perusahaan berkembang, rumah dan mobil ternyata bukan hakekat harta yang dimiliki manusia. Kita tidak menikmati harta ini di saat kita mati, tetapi kita harus mempertanggungjawabkan dari mana harta itu diperoleh, ada proses riba dalam pengelolaannya dan dipergunakan untuk amal jariyah atau malah sebaliknya.

Sedangkan ilmu yang bermanfaat menurut ulama adalah ilmu-ilmu yang bisa menyelematkan pemiliknya menuju ke syurga dan menghindarkan pelakunya masuk neraka. Sahabat Umar r.a. mengatakan ilmu yang bermanfaat adalah apa-apa yang berasal dari qur’an dan dari assunnah. Jadi, ilmu yang bermanfaat adalah seperti yang oleh rasulullah ajarkan kepada para sahabat. Dengan demikian ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang kita ajarkan kepada anak, istri, saudara, temen, kerabat, dsb yang berupa ilmu syar’i seperti tacacara puasa yang sesuai sunnah, tatacara shalat yang sesuai sunnah, tatacara makan yang sesuai sunnah, tata cara mencari rizki yang sesuai sunnah, hingga apapun yang dilarang Allah. Jadi sangat salah besar anggapan bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu-ilmu yang yang hanya berkaitan dengan urusan keduniawian seperti kita mengajarkan ilmu filsafat, sosiologi, sejarah dsb.

Sementara anak yang shaleh adalah anak yang paham akan qur’an dan sunnah sehingga tahu dan paham mana-mana amalan yang bisa menyebabkan dirinya masuk ke syurga atau ke neraka. Do’a anak shaleh inilah yang akan menyebabkan si mayit terangkat dari azab kubur. Yang terpenting lagi, anak shalih hanya akan terwujud atas pertolongan Allah dan usaha kedua orang tua terhadap pemahaman aqidah, akhlak, moral terhadap anak sejak masih hidup. Maka suatu investasi yang sangat luar biasa apabila semenjak hidup si mayit bisa mendidik anak-anaknya menjadi anak salih. Dan inilah yang menjadi kendala terbesar bagi orang tua saat ini. Disamping karena ketidakpahaman orang tua terhadap ilmu syar’i dan pentingnya punya anak salih, juga pengaruh pergaulan, media masa dan lingkungan yang jauh dari agama dan terlebih lagi jauh dari pemahaman sunnah rasulullah.

Referensi : Kitab Sunah Sunah Setelah Kematian, Karya Ustadz Zainal Abidin bin Syamsuddin, Lc
-Insya Allah bersambung-

26 Maret 2012

PERBEDAAN ANTARA SALAFI DENGAN TAFKIRI ( bagian1)



Oleh Ustadz Abdurahman Ayyub
Dalam kajian rutin tematik ahad ke-4 tiap bulan di masjid Assunah Bintaro
A.   Pendahuluan.
Tafkiri adalah kelompok yang seringkali mudah menjatuhkan tafkir atau menjatuhkan orang lain atau pemimpin yang tidak menegakkan syariat islam dengan kafir. Kelompok tafkiri bukanlah orang-orang yang awam masalah agama, melainkan mereka adalah orang yang paham agama. Dari sisi pakaian, dari sisi ibadah, dari kajian-kajiannya atau kitab-kitabnya tidak berbeda jauh dengan salafiyun, tetapi cara pandang terhadap kepemimpinan sangat bertolak belakang dengan pandangan salafush shalih. Jika  salafiyun yang senantiasa mengacu pada pemahaman kepada atsar sahabat dan ulama-ulama yang sejalan dengan 3 generasi terbaik dalam memahami al qur’an dan sunnah dalam berhubungan dengan amirul mukminin, maka kelompok tafkiri justru sebaliknya. Mereka tidak mau memakai atsar sahabat tetapi memakai ra’yu dan hawa nafsunya dalam memahami dalil masalah kepemimpinan. Karena kesalahan pemahaman inilah maka sangat membahayakan bagi umat islam karena pada ujung-ujungnya mereka menghalalkan darah orang mukmin untuk dialirkan, pemerintahan di anggap taghut yang pantas untuk di perangi. Namun saying banyak umat islam yang awan dan miskin ilmu terjebak pada pemikiran karena  ada anggapan orang-orang tafkiri dari sisi pakaian dan ibadah laksana orang yang istiqomah dan paham ilmu agama.
Untuk menjaga agar umat muslimin tidak terjabak kepada pemahaman tafkiri ini, sudah menjadi kewajiban seorang yang paham ilmu menyampaikan ilmunya yang berdasar dalil yang hak untuk meluruskan perbedaan antara manhaj salaf dengan manhaj tafkiri. Syaikh Fauzan al Fauzan dalam Kitab tauhid menjelaskan : “Disamping mempelajari masalah syirik dan bid’ah, seorang thalabul ilmi harus mengetahui dan memahami perbedaan manhaj ahlul sunnah dengan manhaj lain seperti khawarij pada umumnya.”

B .   Perbedaan Prinsip Salafi dan Tafkiri

1. Salafi : meyakini menjadikan hukum manusia tidak mengeluarkan pelakunya keluar dari islam, kecuali diiringi keyakinan bahwa hukum manusia lebih baik daripada hokum Allah ta’ala. Karena keyakinan yang demikian, maka ada golongan yang menganggap salafi sebagai kelompok murji’ah ekstrim yang tidak mau berhukum kepada hokum manusia. Persangkaan ini salah besar. Karena sahabat Ali r.a. pernah bersabda kufur minna kufrin yakni amalan ke kafiran yang dilakukan oleh orang muslim tidak menyebabkan pelakunya keluar dari islam

Tafkirin : meyakini menggunakan hukum manusia menyebabkan pelakunya kafir alias keluar dari islam. Biasanya pengkafiran ini ditujukan kepada penguasa yang dianggap thaghut dan  berhak untuk ditentang dan diperangi bahkan darahnya boleh dialirkan

2. Salafi : berkeyakinan bahwa loyal dengan orang kafir bertingkat-tingkat dari yang kecil hingga yang besar. Loyalitas ini sebanding dengan sifat sejauh mana tingkat loyalitasnya (misalnya : masalah akidah (rela meyakini dan bersedia mengakui aqidah kufar) atau sekedar muamalah yang bersifat duniawi (seperti berjual beli atau saling membantu untuk bergotong royong). Salafi tidak langsung mentafkir kafir.

Tafkirin : meyakini bahwa segala bentuk loyalitas tidak ada tingkatannya dan dianggap sama semua sehingga pelakunya dianggap keluar dari islam. Kaum tafkirin tidak melihat latar belakang pelakunya. Padahal mereka melakukan loyalitas dengan kafirin karena tidak tahu, bodoh dan tidak paham. Padahal orang yang tidak tahu tidak dapat divonis sama dengan orang yang tahu tetapi melanggar.

3. Salafi : berkeyakinan minta tolong kepada orang kafir dalam peperangan karena tidak ada senjata atau tentara yang kuat selama sesuai kaidah dan syarat yang sesuai syariah islam tidak mengapa. Permintaan tolong kepada orang kafir pun harus dibedakan apakah minta tolong untuk kemaslahatan, kefasikan atau berbuat dosa besar, juga harus melihat situasi dan kondisi apa yang dimintakan tolong. Hal ini sbagaimana saat Negara Arab Saudi yang kala itu kekuatan militernya masih lemah dan mendapat invasi dari irak (1976) Ulama di arab saudi  mengeluarkan fatwa bolehnya meminta bantuan tentara Inggris untuk mengamankan negaranya.

Tafkirin : berkeyakinan minta bantuan kepada Negara kafir dalam peperangan telah menyebabkan Negara arab tersebut kafir dan telah keluar dari islam, tanpa memperhatikan perbedaan pendapat ulama. Sungguh betapa mengerikan Negara yang paling baik sendi-sendi syariah dan aqidah  islam dan banyaknya tempat-tempat penting bagi umat muslim di pandang sebagai  Negara kafir.

4. Salafi :berkeyakinan bahwa orang yang melakukan dosa besar, meninggalkan kewajiban (memakan riba, zakat, haji bagi yang mampu, dll) maka dikategorikan orang fasik. Ancaman orang fasik adalah akan mendapat ancamam masuk neraka di akhirat dan tidak kekal didalamnya. Allah akan memasukan orang fasik ke syurga setelah dimasukkan di neraka karena mereka masih ada ketauhidan kepada Allah. Selama mereka tahu yang dia lakukan itu haram, dan telah melanggar syariat Allah, dan karena keimanan berkurang maka mereka malakukan kemaksiyatan itu disebut fasik. Demikian pandangan Imam  4 mahzab (Imam Malik, Imam Syafii, Imam Hanafi dan Imam Ahmad bin Hambal)

Tafkirin : berkeyakinan bahwa setiap muslim yang selalu melakukan kemaksiyatan telah dianggap murtad dan keluar dari islam sehingga hartanya boleh dirampas, kehormatannya boleh dicabu dan darahnya boleh dialirkan. Pelaku kemaksiyatan akan mendapat ancaman masuk neraka secara kekal abadi dan tidak ada peluang masuk syurga. Inilah prinsip tafkirin yang setali tiga uang dengan pemikiran khawarij maslah dosa besar.

5. Salafi : berkeyakinan orang yang terjerumus dalam dosa besar hanya boleh ditafkir kafir  oleh ulama yang capable, hakim yang mempunyai kekuatan dan wewenang untuk menjatuhkan vonis kafir kepada seseorang. Vonis kafir inipun harus dengan syarat-syarat yang jelas kekafirannya baik dari sisi pelaku maupun perbuatannya. Tidak boleh orang awam dan tidak berilmu dan mempunyai wewenang melakukan vonis kafir kepada seorang muslim.

Tafkirin : Orang yang melakukan dosa besar atau kemaksiyatan langsung di jatuhkan vonis kafir oleh orang awam sekalipun tanpa melihat pelaku dan perbuatannya. Bahkan lebih parahnya lagi sebagian tafkirin mengkafirkan orang yang tidak meyakini kekafirannya bisa langsung kafir dan dikafirkan juga. Artinya kekafiran pada pelaku dan orang yang tidak meyakini prinsipnya tersebut. Dalih mereka adalah hadist rasulullah :”Barangsiapa tidak mengkafirkan orang kafir maka dia telah kafir.”
Padahal hadist diatas, menurut Syaikh Muhammad Utsaimin al Utsaimin dalam Syarah Kitab Tauhid maksudnya tidak demikian. Melainkan jelas-jelas ke kafirannya masalah aqidah yakni ketauhidan kepada Allah yakni bahwa agama yang sah diterima Allah adalah Islam. Jadi orang Islam yang mengatakan semua agama sama inilah yang dimaksud jelas-jelas kekafirannya.

6. Salafi : berkeyakinan bahwa mayarakat yang ada pada saat ini secara individu per individu adalah masyarakat muslim, meski masih banyak pelanggaran syariat dan menjalankan kemaksiyatan yang sifatnya bertingkat-tingkat sebanding dengan bertingkat-tingkatnya ketaatan. Semakin banyak berbuat maksiyat berarti semakin sedikitnya berbuat ketaatan kepada Allah. Demikian juga kualitas masyarakat sebanding dengan kualitas individu. Masyarakat yang masih banyak individunya hanya shalat setahun 2 kali atau seminggu sekali, tetapi masih bersyahadat dan melakukan maksiyat tapi merasa berdosa maka masih dianggap islam bukan kafir.

Tafkirin : Masyarakat yang ada saat ini dianggap jahiliyah. Masyarakat yang masih shalat, masih membayar zakat, masih haji, masih puasa disatu sisi dan masih maksiyat di sisi lain di anggap telah kafir yang pantas untuk diperangi dan dilawan. Termasuk Negara Arab Saudi pun telah mereka anggap sebagai Negara kafir. Benih-benih  pentafkiran ini muncul dari tulisan-tulisan sayib qutub dalam tafsir al qur’an Fizilalil qur’an.

7.Salafi :  meyakini seorang muslim yang menjadi penguasa masyarakat yang mayoritas muslim yang ada pada masa sekarang ini baik mereka itu raja, amir atau presiden adalah ulil amri yang wajib ditaati perintahnya selama bukan untuk kemaksiyatan.

Tafkirin : meyakini seorang muslim yang menjadi penguasa masyarakat yang mayoritas muslim yang ada pada masa sekarang ini dianggap murtad dan wajib diperangi. Kaum tafkirin mengatakan wajib jihad kepada pemerintahan islam seperti Saudi Arabia dan 37 negara anggota OKI lainnya. Kaum tafkirin sering menuduh ulama-ulama akhlul sunnah yang setia kepada penguasa karena menjalankan sunnah rasul dikatakan ulama penjilat, ulama syu’, ulama penakut, ulama murji’ah. Target tafkirin adalah menggulingkan pemerintahan dan aturan yang dibuat penguasa. Hal ini jadi mengingatkan kita pada perkataan sahabat Ali r.a : “Kitab mereka haq dengan dalil, tapi yang dituju salah yakni kaum muslimin.”

8. Salafi : berkeyakinan orang muslim yang menjadi aparat pemerintah (polisi, amir, pns, dll) memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan orang muslim lainnya.

Tafkirin : berkeyakinan semua aparat pemerintah adalah kafir, murtad dari agama islam dan pantas untuk diperangi. Kondisi saat ini sangat mudah untuk menggalang masa dan melawan pemerintah atau aparat pemerintah tanpa perlu menggunakan dalil-dalil al qur’an dan hadist. Apalagi dengan memanfaatkan dalil-dalil dengan menisbatkan jihad dan jamaah. Jihad untuk melawan penguasa dan jamaah diartikan kelompoknya. Yang keluar dari kelompoknya dianggap kafir dan pantas dialirkan darahnya. Dan yang mengalirkan darahnya dianggap telah melakukan jihad.

9. Salafi : berkeyakinan haramnya menentang ulil amri yang sah saat ini baik dengan kekuatan senjata, dengan lisan di mimbar masjid atau mimbar demonstrasi, dan dengan tulisan baik di media cetak, internet atau lainnya. Sementara itu seandainya penguasa itu non muslim, dibolehkan melakukan pemberontakan sesuai kaidah dan syarat yang hanya difatwakan oleh ulama yang capable, bukan oleh ustadz apalagi orang awam

Tafkirin : berkeyakinan bahwa seafdol-afdolnya jihad adalah jihad dijalan Allah dengan memberontak kepada pemimpin yang muslim baik dengan senjata, dengan lisan maupun dengan tulisan

10.Salafi : berkeyakinan bahwa wilayah yang dihuni masyarakat yang dipimpin orang muslim adalah Negara muslim, meski tidak sesempurna jaman shabat dan rasulullah, sehingga seorang muslim dilarang untuk berhijrah meninggalkan negeri ini. Orang hanya boleh hijrah dari negeri kafir ke negeri muslim.

Tafkirin : berkeyakinan keumuman negeri muslim ini disebut negeri kafir dan membolehkan seorang muslim berhijrah. Bahkan mereka berpendapat negeri kafir lebih baik dari negeri muslim. Alasannya : negeri muslim yang penduduknya melakukan kemaksiyatan telah melakukan kebohongan terhadap nilai islam. Sedang negeri kafir jelas-jelas kekafirannya. Di negeri muslim orang muslim sebagai penghalang menegakkan prinsip perjuangan tafkirin, sedang Negara kufar jelas-jelas untuk di perangi tafkirin.

11.Salafi : berkeyakinan bahwa ada 4 golongan orang kafir  yakni kafir dzini ( taat dan patuh kepada aturan islam), kafir harbi (melawan orang islam), kafir mu’ahad ( mendapat perlindungan dari orang islam) dan kafir mus’anam ( terikat dengan perjanjian orang islam). Yang boleh diperangi adalah kafir harbi yang melawan orang islam. Sedang kafir yang lain tidak boleh diperangi. Bahkan terhadap 3 jenis orang kafir ini jika seorang muslim terikat dengan perjanjian harus ditaati, seperti orang muslim bekerja pada perusahaan orang kafir harus kerja dari jam 09 s.d. 16. Tidak boleh orang muslim sesuka hati melanggar jam kerja tersebut.

Tafkirin : berkeyakinan  yang namanya kafir tetap kafir, tidak membeda-bedakan jenisnya. Orang kafir wajib dilawan dan ditumpahkan darahnya. Tafkirin tidak lagi melihat tetangganya ada yang kafir, tentara atau polisi ada yang kafir. Mereka semua harus dilawan. Ulama tafkirin menfatwakan bolehnya membunuh orang kafir dimana saja dan dalam keadaan apa saja.

12.Salafi : berkeyakinan harta kaum  muslimin haram diambil dan diganggu kecuali dengan aturan syar’I seperti zakat. Orang kafir selain harbi harta dan jiwanya dilarang diganggu. Sedang harta kafir harbi jadi ghanimah saat di pergi akibat kalah perang dengan orang muslim ,ini yang ditekankan rasulullah saat haji wada’ atau perpisahan

Tafkirin : berkeyakinan harta orang muslim yang membela orang kafir 3 golongan sama artinya harta orang kafir yang boleh di ambil atau dirampok. Bahkan tafkirin merampok harta orang muslim yang demikian dinilai jihad dan menghalalkan perampokan kepada harta orang muslim.

-Insya Allah bersambung-

Diketik Ulang : oleh Abu Nada, 25 Maret 2012, pukul 21.58

21 Maret 2012

SIKAP BIJAK SEORANG MUSLIM DALAM MENGHADAPI KENAIKAN HARGA BBM



Sesungguhnya kekejian dan berbuat keji dalamsegala bentuknya bukanlah berasal dari ajaran Islam. Sesungguhnya diantara tanda kebaikan Islam seseorang adalah orang yang terbaik akhlaknya.
 (HR Imam Ahmad, Tabrani)

Hari-hari ini dan beberapa hari mendatang, diberbagai penjuru wilayah Indonesia diwarnai unjuk rasa atau demontrasi menentang kebijakan pemerintah menaikkan bahan bakar minyak. Dari ujung barat hingga ujung timur negeri. Dari kota besar hingga kota yang kecil , orang yang berpendidikan tinggi hingga golongan yang berpendidikan rendah , dari yang berprofesi  buruh, professional, anggota wakil rakyat, pengamat politik, mahasiswa, hingga tokoh agama (kyai, ustadz). Dari orang yang yang berpaham secular hingga kelompok yang menisbatkan diri paham islam. Dari universtitas sekuler hingga universitas yang berlabel islam.Semuanya berbicara dan bertindak tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Hal ini tentu saja para penganut demokrasi yang mengatasnamakan mewakili seluruh masyarakat berhak untuk melakukan hal yang demikian.
Kota besar, kota menengah dan kota kecil yang selama ini terdengar damai aman dan santun berubah menjadi menyeramkan. Jalan-jalan utama macet. Bentrok antara aparat keamanan dengan para orang yang demo terjadi dimana-mana. Di media masa tidak mau ketinggalan. Para tokoh saling berdebat bahkan sampai dengan urat lehernya keluar saling menjatuhkan dan merasa paling benar dan tidak mau mengalah. Umpatan kata-kata keras, menghina, menganggu hak-hak orang lain, pingin dilihat orang banyak dan merasa puas jika bisa melakukan sikap yang kurang terpuji, bercampur laki-laki perempuan, meninggalkan kewajiban shalat berjamaah hingga harus meninggalkan kewajiban thalabul ini demi membela urusan keduniawian dan demokrasi. Sampai-sampai seorang pemimpin negara merasa terancam dari kepemimpinannya dan menjadi obyek cemoohan dan penghinaan dari pendemo.
Peran media tidak kalah heroiknya, sepanjang hari menayangkan siaran langsung demontrasi yang terjadi  dimana-mana.  Disela-sela acara tersebut dihadirkan tokoh yang mempunyai pemikiran berseberangan untuk live dialog, sehingga semakin panaslah suasana tersebut. Seakan menjadi komplitlah dan semakin semarak warna negeri yang dulu terkenal kelembutan dan kesantunannya berubah menjadi bangsa yang suka amuk , beringas, kalap, dan emosional yang sangat menyeramkan. Bahkan beberapa mahasiswa universitas yang menisbatkan diri dengan label islam membawa batu dan  melemparkan kearah polisi yang mengamankan demontrasi dan dibalas oleh pihak keamana dengan water canon kearah mahasiswa yang demontrasi.
Indonesia  diakui oleh dunia sebagai negara islam terbesar di dunia. Dari praktek demontrasi yang dilakukan dengan cara kekerasan dan merusak yang dilakukan oleh orang-orang yang mayoritas beragama islam telah memunculkan banyak pertanyaan tentang islam dan pelakunya. Apakah islam telah mengajarkan kepada pemeluknya apabila melakukan ketidaksetujuan dengan kebijakan pemimpin harus dengan turun di jalan hingga harus melakukan pengerusakan dan berantem sesama muslimin? Apakah ada doktrin ajaran islam yang memperbolehkan  saling mencemooh, menghina, memberikan julukan pemimpin yang masih menjalankan shalat, puasa, haji dan memberikan kebebasan rakyatnya untuk menjalankan syariat agama bersama rakyatnya? Apakah kewajiban orang awan untuk menasehati pemimpin, padahal orang awan tentu saja masih jauh dari ilmu apa lagi amal yang shalih? Atau kewajiban menasehati pemimpin adalah peran orang alim yang paham ilmu? Apakah boleh seorang yang berilmu tersebut menasehati pemimpin secara terbuka di depan mimbar masjid, di tempat demontrasi, hingga di media masa dan terlebih mengajak tokoh-tokoh agama lain yang disorot media masa? Benarkah solusi untuk menghadapi kebijakan pemimpin  tersebut harus dengan cara-cara yang justru mengorbankan kewajiban syari’ah seorang muslim seperti meninggalkan kata-kata kotor, tidak bercampur laki-laki perempuan, selalu menuntut ilmu menegakkan shalat jamaah, memanfaatkan waktunya untuk sesuatu yang membawa kemaslahatan akhirat, menggibah, mewjudkan akhlakul karimah, berendah hati dan sebagainya? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang menumpuk di hati kita yang jika kita ungkapkan beratus-ratus lembar kertas tidak akan menampungnya.

Kewajiban Patuh Kepada Pemimpin Selama Tidak Dalam Kemaksiyatan
Permasalahan kewajiban patuh kepada pemimpin merupakan perkara yang sangat penting dalam islam. Hingga begitu pentingnya masalah ini , ulama besar Syaikh Abdusalam Bin Barjas Ali Abdul Karim menulis kitab tentang hubungan rakyat dengan pemimpin menurut syariat islam. Kitab ini di beri judul Mu’amalah al hukam fi dhau’I al kitab wa assunnah.
Menurutnya patuh dan taat kepada penguasa kaum muslim-diluar kemaksiyatan disepakati kewajibannya oleh ahlus Sunnah wal  Jamaah. Ini prinsip dasar yang membedakan dengan ahlul bid’ah dan ahlul hawa (pengikut hawa nafsu).
Selanjutnya Syaikh Abdusalam Bin Barjas Ali Abdul Karim mengutip pernyataan ulama salafushalih sebagai berikut :
Imam Harb al Karmani-murid Imam Ahmad- dalam kitab al_Aqidah  menjelaskan :”Tunduk dan patuh kepada orang yang diberikan kekuasaan oleh Allah atas perkara kalian. Jangan menarik diri dari ketaatan padanya, dan jangan memberontaknya dengan pedang hingga Allah memberikan kelapangan dan jalan keluar bagi kalian. Jangan membangkang pada penguasa, tapi taat dan patuhlah, serta jangan membatalkan baiat kepadanya. Siapa yang melakukan demikian, maka ia adalah pelaku bid’ah dan menyalahi as Sunnah. ”
 Ibnu Al jauzi menukil kitab Adab al Hasan al Bashri,mengatakan : Hasan Al Bashri berkata : “Meski para penguasa diombang ambingkan oleh binatang tunggangan dan orang menginjak tumit mereka, kehinaan dan kemaksiyatan itu berada dalam hati mereka. Hanya saja syariat tetap mewajibkan kita menaatinya dan melarang menentangnya. Kita diperintahkan untuk menolak mudharat mereka dengan taubat dan berdoa. Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan, maka ia menetapi hal itu dan melakukannya serta tidak menselisihinya.”
Al- “Allamah Shadruddin as_Sulami dalam Kitab Tha’ah as-Shultan : dari Hadist-hadist mutawatir, perintah Nabi agar patuh dan taat kepada ulil amri, memberinya nasehat, mencintai dan mendoakannya. Ketahuilah, bahwa satu kaidah syariah yang suci dan agama yang hanif adalah : ketaatan kepada pemimpin adalah wajib atas seluruh rakyat, dan ketaatan pada penguasa dikaitkan dengan ketaatan kepada Allah, serta ketaatan pada penguasa dapat mempersatukan urusan agama dan menata urusan kaum muslimin.Sebaliknya durhaka kepada penguasa dapat merobohkan sendi-sendi agama. Karena taat kepada pemimpin menjaga fitnah syahwat dan syubhat, dapat melindungi orang yang berlindung. Dengan ketaatan maka hokum dapat dilaksanakan, kewajiban dapat ditunaikkan, darah tidak tertumpah dan jalan menjadi aman. Ulama berkata : Ketaatan pada penguasa adalah petunjuk bagi siapa yang menggunakan penerangan cahaya, dan perlindungan bagi siapa yang menjaganya.
Sebaliknya menentang penguasa berarti keluar dari kelembutan ketaatan menuju keganasan kemaksiyatan.Siapa yang menipu penguasa secara sembunyi-sembunyi maka ia akan hina dina dan binasa. Barangsiapa taat dan patuh kepada penguasa, mencintai dan member nasehat secara tulus kepadanya, maka ia menempati kedudukan paling mulia di dunia dan akhirat.
Dalam Kitab al ‘Imarah dari hadist mutafaqun ‘alaih Ibnu Umar, dari rasulullah bersabda :”Orang muslim wajib mendengar dan taat, baik dalam perkara yang ia sukai maupun yang ia benci, kecuali diperintahkan kepada kemaksiyatan. Jika ia diperintah bermaksiat tidak ada alas an sama sekali untuk mendengar atau taat.
Al Mubarkafuri dalam kitab Syarah at Tirmidzi mengatakan :”jika seorang imam menyuruh kepada sesuatu yang bersifat anjuran atau mubah, maka wajib ditaati.”
Al Muthahhar dalam kitab Tuhfah al ahwadzi  berkata :”mendengarkan kata-kata penguasa dan mematuhinya adalah wajib bagi setiap muslim, baik perintahnya sesuai keinginannya maupun tidak, dengan syarat tidak menyuruh kepada kemaksiyatan. Jika menyuruhnya dalam kemaksiyatan, maka tidak boleh sama sekali menaatinya, tetapi ia tetap tidak boleh memerangi imam.”
 Dari beberarapa hadist  dan pendapat ulama salafush shalih  jelaslah bagi kita bahwa umat muslim mempunyai kewajiban untuk mentaati pemimpin atau penguasa selama bukan dalam kemaksiyatan kepada Allah dan rasulnya. Oleh karena itu, Allah dan rasulnya melarang dan akan memberikan azab dihari akhir nanti kepada manusia yang melawan atau memberontak pada penguasa yang sah. Terlabih lagi penguasa yang ditentang masih membolehkan rakyatnya menegakkan syariah yang diajarkan Allah dan rasulNya seperti shalat, haji, shalat ied dan sebagainya. Terlebih lagi pemimpin tersebut bersama-sama rakyatnya bercampur baur menegakkan dakwah dan syi’ar dinullah. Inilah prinsip dasar yang dicontohkan oleh rasulullah dan sahabat serta ulama-ulama yang sejalan dengan rasulullah dan sahabatnya.

Cara Amar Ma’ruf Nahi Munkar Kepada Pemimpin Menurut Syariat Islam
Nah, lalu bagaimana jika penguasa melakukan kemungkaran dan kemaksiyatan kepada Allah dan rasulNya? Apakah setiap orang boleh menasehati dengan segala cara atau hanya orang tertentu dengan metode yang santun dan lembut?
Lebih lanjut , Syaikh Abdusalam Bin Barjas Ali Abdul Karim menjelaskan , hadist riwayat Said Al Khudri, rasulullah bersabda “Barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran, hendaknya ia merubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemah iman”
Ibnu al Azraq dalam Kitab Badai’as Suluk fi Thaba’i’ al Mulu’ menjelaskan “termasuk pembangkangan adalah memprovokasi untuk melawan penguasa. Diantara yang menimbulkan kerusakan terbesar ialah merubah kemungkaran dengan cara tidak patut dilakukan kecuali oleh penguasa.”
An Nahhas dalam kitab Tanbih al Ghaffilin menjelaskan :”Jika yang melakukan kemungkaran adalah penguasa, maka siapapun tidak boleh menghentikannya dengan menggunakan kekerasan, menghunus pedang dihadapannya atau berdemo, karena hal itu justru mendatangkan banyak fitnah, meniciptakan kerusuhan, dan menghilangkan wibawa penguasa di mata rakyat. Bahkan hal itu terkadang menimbulkan pembrontakan terhadapnya yang pada gilirannya akan menghancurkan negeri, da resiko-resiko besar lainnya yang tidak Tersebunyi”
Imam Ahmad berkata :”Penguasa tidak boleh ditentang karena senjatanya selalu terhunus.
Ibnu Muflih dalam Kitab as Adab asy Syar’iyah :”seseorang tidak boleh memprotes penguasa kecuali dengan tujuan untuk mensasehati atau menakut-nakutinya, atau memperingatkan dari akibat buruk yang bakal diterimanya di dunia dan akhirat. Karena ini hukumnya wajib. Selain itu hukumnya haram.”
Maksudnya, ia tidak takut terhadapnya saat memberi peringatan, jika takut maka gugurlah kewajiban dan hukumnya sama seperti lainnya.
Ibnu al-Jauzi dalam Kitab al Adab asy Syari’yah : “Amar ma’ruf terhadap penguasa yang diperbolehkan adalah member tahu dan menasehati. Adapun mengucapkan katakata pedas sehingga menimbulkan fitnah yang membahayakan orang lain, maka hal itu tidak boleh. Namun jika ia tidak  khawatir kecuali resikonya akan menimpa dirinya, maka boleh menurut pendapat sebagian ulama. Tapi menurut saya itu tetap dilarang”
An Nahhas dalam kitab Tanbih al Ghaffilin menjelaskan: ”Berbicara pada penguasa sebaiknya dilakukan dengan empat mata saja, bukan dihadapan orang banyak. Beri nasehat secara diam-diam tanpa kehadiran orang ketiga.”
 Solusi Cerdas Menghadapi Situasi Krisis
Dalam kaca mata pemikiran manusia, rezeki manusia seolah-olah hanya ditentukan oleh jerih payahnya tanpa campur tangan kehendak Allah Ta’ala. Coba anda lihat keseharian di masyarakat sekitar kita. Mereka begitu yakin, sehingga begitu yakinnya mereka mencari dan mengejar masalah harta hingga melupakan kewajiban dan hak-hak dirinya kepada yang menciptakan. Mereka  rela melakukan segala energy, waktu, pikiran dan tenaganya untuk mengejar masalah harta hingga melupakan rambu-rambu syar’I halal dan haram. Mereka rela berangkat pada saat subuh pulang pada saat menjelang shalat lail. Time is money, demikian slogan mereka. Sehingga mereka mempunyai prinsip harta hanya dapat diraih selama kita sungguh-sungguh mengejarnya dan memperjuangkannya. Begitu besarnya fitnah harta pada manusia, rasulullah menggambarkan orang yang telah memiliki harta sebanyak satu bukit, maka mereka masih kurang dan akan memperjuangkan untuk mendapatkan 2 bukit, setelah mendapat 2 bukit masih mengejarnya hingga tiga bukit dan seterusnya dan petualangan mereka akan berakhir tatkala mulut mereka telah di sumpal dengan tanah alias meninggal.
Akibat sifat yang demikian maka manusia akan terusik hati, pikiran dan jiwanya tatkala masalah harta ini terusik. Orang akan putus asa dan stress tatkala tidak mampu memenuhi tuntutan keinginan terhadap harta. Atau kemampuan untuk memperoleh harta terhambat secara logika manusia. Mereka rela melakukan bunuh diri tatkala harta benda yang dimiliki diuji oleh Allah dengan cara mendatangkan musibah seperti kebakaran, kecurian, tenggelam oleh air, bangkrut dalam usaha, hingga kalah dalam sekejap saat main saham. Atau seperti contoh  kenaikan bahan bahan bakar. Bagi orang yang tingkat keimanan dan keyakinan  akan takdir Allah maka mereka akan mengalami stress yang luar biasa. Menurut kaca mata mereka kenaikan harga BBM laksana meruntuhkan dan membawa kehancuran bagi kehidupannya. Dunia serasa qiamat. Barang semakin mahal, ongkos transport naik, operasional usaha bertambah dll. Sehingga kepanikan mereka di tuangkan dengan sikap sumpah serapah, turun dijalanan, melawan pemimpin, demo, ricuh dengan aparat keamanan, merusak fasilitas umum, menyandera mobil aparat dan mobil tangki minyak, dsb. Mereka telah lupa: bahwa waktu mereka lahir dulu tidak membawa sedikit hartapun termasuk selembar benang yang menempel di badannya. Tapi mereka tidak pernah memprotes atau mendemo dan melawan orang tuanya. Tidak memprotres kepada Allah ta’ala mengapa dilahirkan tidak membawa apa-apa. Mereka juga telah puluhan kali mengalami kenaikan BBM selama hidupnya, tetapi Allah tetap berikan rizkiNya sehingga masih mampu menikmati hidup bahkan lebih baik taraf hidupnya disbanding beberapa waktu lalu.
Coba sedikit kita merenung. Rasulullah bersabda bahwa setiap manusia akan selalu disertai 2 malaikat untuk mencata amal-amal yang dilakukan manusia, baik itu amal baik dan amal jelek. Dan nanti di hari pembalasan amal-amat tersebut akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah, sehingga bagi manusia yang amalan baiknya lebih banyak maka akan dimasukkan ke syurga. Sebaliknya yang amalan jeleknya lebih banyak maka Allah akan memasukkan hamba tersebut kedalam neraka. Coba kita resapi. Tatkala manusia melakukan demo banyak sekali  aturan syariat yang dilanggar seperti : menjelek-jelekkan sesame muslim, melawan pemimpin, mengganngu hak orang lain, mengeluarkan kata-kata kotor, campur laki-laki perempuan, meninggalkan kewajiban shalat berjamaah, melupakan menuntut ilmu, melupakan amalan shalih dsb. Jika kebijakan BBM ditetapkan pemerintah naik, maka pelaku demo akan mendapatkan banyak kemudharatan. Dalam hati mereka tetap kecewa dan kedua telah melakukan perbuatan dosa yakni bermaksiyat kepada Allah karena melanggar syariatnya. Apalagi pelaku demo tersebut meninggal satu detik sebelum pengumuman BBM naik diberlakukan, maka dia telah rugi yang cukup besar. Sudah melakukan demo dengan tujuan agar BBM tidak naik tapi tidak menikmati apa yang mereka tuju dari perjuangannya dan telah melakukan kemaksiyatan kepada syariat Allah Ta’ala. Nah bagaimana mereka akan mempertanggungjawabkan hal itu dihadapan Allah kelak di hari pembalasan. Sadarkah mereka akan hal ini?
Nah, lalu bagaimana cara rasulullah mengajarkan umatnya untuk menghadapi fitnah dan tekanan atau stress dalam menghadapi kehidupan di dunia namun selalu membawa kebaikan di akhirat nanti? Islam sebagai agama yang komplit dan sempurna telah memberikan pedoman yang  wajib diikuti agar tidak terjebak kepada manisnya dunia dengan melupakan nikmat akhirat. Segala seuatu yang membawa manusia manusia masuk syurga telah rasul jelaskan. Demikian juga apa-apa yang membawa manusia kea rah neraka telah rasul jelaskan. Maka wajib bagi kita untuk memilih apa-apa yang menyebabkan masuk surge dan menghindari apa-apa yang menyebabkan masuk neraka. Apakah jalan tersebut ?
1.      Merubah nindset dan keyakinan kita bahwa rezeki seorang muslim tidaklah semata ditentukan oleh jerih payah usaha manusia, melainkan juga telah Allah catat dan tentukan sejak 50.000 tahun sebelum bumi diciptakan. Semakin kita bertaqwa maka Allah akan memberikan rezeki dari arah manapun yang tidak pernah disangka oleh manusia. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah surat at Thalaq :3 :”Barangsiapa bertaqwq kepada Allah, Dia akan menunjukkan jalan keluar kepadanya dan akan memberikan rezeki kepadaya dari arah yang tidak terduga”.
Demikian juga Hadist dari Ali r.a : telah berkumpul  Abubakar, Umar dan Ali berembuk membicarakan sesuatu. Ali berkata: “Mari kita tanyakan hal ini kepada rasulullah. Ketika sampai dihadapan rasulullah Ali berkata : Ya Rasulullah aku dating kepadamu untuk menanyakan sesuatu. Rasulullah bersabda :Jika kalian menginginkan akan aku terangkan kepada kalian tentang  maksud kalian dating kesini. Bukankah kalian dating untuk menanyakan rizki, darimana dan bagaimana datangnya? Mereka semua menjawab : ya Rasulullah. Lalu rasulullah menjawab : Allah enggan member rezeki seorang hamba yang beriman kecuali dari arah yang tidak terduga-duga.”

Dari ayat dan hadist diatas sangat jelas bahwa rezeki akan dating sejalan dengan tingkat keimanan dan ketaqwaan seorang hamba kepada Allah Ta’ala. Jika seorang ingin selalu diberikan solusi terhadap persoalan hidup dan dicukupkan rezekinya yang bermanfaat bagi hdupnya di dunia dan akhirat maka tidak lain harus semakin meningkatkan upaya-upaya yang menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Bukan sebaliknya, mengejar harta dengan melanggar apa-apa yang Allah perintahkan dan  Allah larang.
2.      Menghayati dan mengamalkan hadist yang mulia rasulullah yang diriwayatkan Umar bin Khattab : Kami pernah berduduk-duduk bersama rasulullah. Ketika beliau membicarakan fitnah, belia bersabda :”Jika engkau telah melihat keadaan  manusia : goyah janjinya, ringan amanahnya dan keadaan mereka kacau (krisis), maka tetaplah dirumahmu, kuasai lidahmu, lakukan yang baik-baik dan tinggalkan yang jahat, perhatikan urusan dirimu dan tinggalkan urusan umum”. (Al hakim dalam “Kitab Mustadrak” dan Ad Dzahabi)
Lebih lanjut Az zamakhsyari menjelaskan bahwa jika sendi-sendi kehidupan telah goyang dimana urusan agama sudah berbaur antara bid’ah dan khurafat, antara yang khianat dan jujur, maka tinggallah di rumah masing-masing. Dalam situasi demikian ada rukshah atau keringanan untuk tidak melakukan amr ma’ruf nahi munkar. (jilid 1/112, Kitab asbabul wurud hadist karya syaikh Ibnul Hamzah al Damsyiqi)
Dengan demikian, ditengah masyarakat yang banyak fitnah syahwat (harta) dan syubhat (pemikiran,pemahaman), bagi orang awan yang masih sedikit ilmu dan amal sudah selayaknya semakin intens untuk tinggal dirumah dan mengurangi berkumpul dengan orang-orang yang yang tidak berilmu. Karena dengan tinggal dirumah kita bisa menjaga diri pribadi, istri atau suami serta anak-anak dari pengaruh negative yang menyebar di lingkungan. Dalam kondisi demikian amar ma’ruf nahi mungkarpun ada keringan untuk tidak dilakukan apalagi sekedar keluar rumah dan berkumpul bukan dalam menegakkan kebenaran. Kemungkinan besar justru kita yang akan terbawa pada pusaran fitnah syahwat dan subhat tersebut.
Disamping lebih intensif di rumah, yang perlu dilakukan adalah menjaga lidah. Dalam masa-masa yang tidak banyak fitnah saja rasulullah menjelaskan betapa pentingnya menjaga mulut, karena kebanyak manusia mendapat azab kubur karena salah satunya tidak bisa menjaga mulutnya alias suka mengghibah. Nah, terlebih lagi masa-masa krisis. Peluang untuk mengghibah, mencela, memperolok-olok, mencaci maki, mengeluarkan kata-kata kotor kepada orang lain atau pemimpin sangat besar. Dan ini sangat terbukti akhir-akhir ini. Tiadalah orang melakukan demo dengan kata-kata yang baik dan halus, melainkan cemoohan, ancaman, dan kata-kata kotor. Jika kita ingin selamat dunia akhirat, jauhilah hal ini.
Hal  lain yang perlu dilakukan agar bisa selamat dalam menghadapi krisis adalah melakukan perbuatan yang baik-baik dan meninggalkan perkara-perkara yang  maksiyat dan jahat. Dalam masa yang demikian kita diperintahkan melakukan amalan-amalan yang membawa kemaslahatan dan menghindari kemudharatan. Jika sebagian orang menghujat orang lain, meninggalkan shalat, menganggu orang lain, menyimpang aturan-aturan syariat, melupakan thalabul ilmi, berkata tanpa ilmu, berdemo di jalan raya, maka jika kita ingin selamat lakukan hal yang sebaliknya. Kita do’akan pemimpin kita agar dilindungi oleh Allah dan memberikan bimbinganNya agar dapat mengambil kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat, kita datangi taman-taman syurga dan majelis ilmu bersama orang shalih, manfaatkan waktu untuk membaca al qur’an, berdoa dan berdzikir, tegakkan shalat berjamaah dan shalat-shalat sunnah, kita tegakkan sunnah rasul dan tauhid kepada Allah, kita didik anak dan istri kita dengan pemahaman islam yang benar sehingga terhindar dari syubhat dan syahwat yang ada di sekitar, dan malan –smalan salih lainnya.
Dan Langkah yang terakhir adalah memperhatikan urusan dirimu dan tinggalkan urusan umum. Jika sebagian orang yang terkena syubhat dan syahwat mereka lebih menyibukkan diri pada urusan orang umum, maka kita berlaku sebaliknya, yaitu memperhatikan urusan diri dan meninggalkan urusan umum. Silahkan antum perhatikan, kebanyakan dari masyarakat kita saat ini lebih asyik berkumpul bersama-sama turun di jalanan untuk berdomo dengam dalih atau excucuse memperhatikan kepentingan bangsa, kepentingan rakyat banyak, kepentingan sebagian besar rakyat miskin, kepentingan nasional dan sejenisnya. Namun, dalam urusan diri mereka terabaikan dan terlupakan. Kemaksiyatan-kemaksiyatan terhadap syariah Allah mereka lakukan.(menggibah, mencemooh, kata-kata kasar, melupakan amal salih, melupakan thalabul ilmi, membuang waktu untuk dzikir kepada Allah, melupakan shalat berjamaah, campur laki-laki perempuan , dll). Sebaliknya, jika kita pingin selamat  dari keadaan yang demikian dan menghadap Allah dengan penuh ridha Allah, maka yang harus kita lakukan adalah urusan-urusan pribadi kepada Allah semakin kita tingkatkan baik dari menuntut ilmu maupun pengamalannya. Pemahaman terhadap tauhid, akhlak, muamalah harus semakin kita perkaya. Demikian juga amalan-amalan shalih yang ikhlash dan sesuai contoh rasul harus semakin ditingkatkan. Hal ini jauh lebih penting dan lebih mulia dari pada berjidal ( berdebat) atau berdakwah dengan orang-orang membiarkan hawa nafsunya menguasai diri. Kondisi chaos atau krisis bukanlah kondisi normal yang kita bisa berdakwah kedalam yang benar dengan dalil yang sahih, melainkan kondisi yang menharuskan kita”berjuang” untuk membenahi diri sebelum”terseret” kepada pemahaman yang salah yang dilakukan oleh sebagian besar manusia. Akhirnya, kita hanya berdoa dan minta tolong hanya kepada Allah agar kita diselamatkan dari fitnah-fitnah yang bertebaran di sekitar kita, dan bisa kembali kehadapan Allah dengan qalbun salim.