14 Maret 2013

ULAMA SYAFI'IYAH MENGINGKARI BID'AH



Sebagian ulama Syafi'iyah yang memandang adanya bid'ah hasanah, ternyata dikenal membantah bid'ah-bid'ah yang dianggap hasanah. Yang hal ini semakin menunjukan bahwa yang dimaksud oleh mereka dengan bid'ah hasanah adalah maslahah mursalah (silahkan baca kembali artikel Syubhat-Syubhat Para Pendukung Bid'ah Hasanah)

Semakin memperkuat bahwa yang dimaksud oleh para ulama syafi'iyah dengan bid'ah hasanah adalah maslahah mursalah, ternyata kita mendapati mereka keras mengingkari perkara-perkara yang dianggap oleh masyarakat sebagai bid'ah hasanah

A.    PENGINGKARAN AL-IZZ BIN ABDIS SALAM TERHADAP PERKARA-PERKARA YANG DIANGGAP BID'AH HASANAH

Beliau dikenal dengan orang yang keras membantah bid'ah-bid'ah yang disebut-sebut sebagai bid'ah hasanah. Diantara perkara-perkara yang diingkari tersebut adalah bersalam-salaman setelah sholat, sholat roghoib, sholat nishfu sya'ban, mengusap wajah selesai doa, mengirim pahala bacaan qur'an bagi mayat, dan mentalqin mayat setelah dikubur.

Berkata Abu Syamah (salah seorang murid Al-'Iz bin Abdissalam),

"Beliau (Al-'Iz bin Abdissalam) adalah orang yang paling berhak untuk berkhutbah dan menjadi imam, beliau menghilangkan banyak bid'ah yang dilakukan oleh para khatib seperti menancapkan pedang di atas mimbar dan yang lainnya. Beliau juga membantah sholat rogoib dan sholat nishfu sya'ban dan melarang kedua sholat tersebut" (Tobaqoot Asy-Syafi'iah al-Kubro karya As-Subki 8/210, pada biografi Al-'Iz bin Abdissalam)

Beliau ditanya : Berjabat tangan setelah sholat subuh dan ashar hukumnya mustahab atau tidak? Doa setelah salam dari seluruh sholat mustahab bagi imam atau tidak? Jika engkau berkata hukumnya mustahab maka (tatkala berdoa) sang imam balik mengahadap para makmum dan membelakangi kiblat atau tetap menghadap kiblat?...

Jawab : Berjabat tangan setelah sholat subuh dan ashar termasuk bid'ah kecuali bagi orang yang baru datang dan bertemu dengan orang yang dia berjabat tangan dengannya sebelum sholat, karena berjabat tangan disyari'atkan tatkala datang.

Setelah sholat Nabi berdzikir dengan dzikir-dzikir yang disyari'atkan dan beristighfar tiga kali kemudian beliau berpaling (pergi)… dan kebaikan seluruhnya pada mengikuti Nabi. Imam As-Syafi'i suka agar imam berpaling setelah salam. Dan tidak disunnahkan mengangkat tangan tatkala qunut sebagaimana tidak disyari'atkan mengangkat tangan tatkala berdoa di saat membaca surat al-Fatihah dan juga tatkala doa diantara dua sujud…

Dan tidaklah mengusap wajah setelah doa kecuai orang jahil. Dan tidaklah sah bersholawat kepada Nabi tatkala qunut, dan tidak semestinya ditambah sedikitpun atau dikurangi atas apa yang dikerjakan Rasulullah tatkala qunut" (Kittab Al-Fataawaa karya Imam Al-'Izz bin Abdis Salaam hal 46-47, kitabnya bisa didownload di
http://majles.alukah.net/showthread.php?t=39664)

Beliau juga menyatakan bahwa mengirim bacaan qur'an kepada mayat tidaklah sampai (lihat kitab fataawaa beliau hal 96). Beliau juga menyatakan bahwasanya mentalqin mayat setelah dikubur merupakan bid'ah (lihat kitab fataawaa beliau hal 96)

 
B.  PENGINGKARAN IMAM AS-SYAFI'I TERHADAP PERKARA-PERKARA YANG DIANGGAP BID'AH HASANAH

Para imam madzhab syafiiyah telah menukil perkataan yang masyhuur dari Imam As-Syafii, yaitu perkataan beliau;

مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَّعَ

"Barangsiapa yang menganggap baik (suatu perkara) maka dia telah membuat syari'at"

(Perkataan Imam As-Syafi'i ini dinukil oleh para Imam madzhab As-Syafi'i, diantaranya  Al-Gozaali dalam kitabnya Al-Mustashfa, demikian juga As-Subki dalam Al-Asybaah wa An-Nadzooir, Al-Aaamidi dalam Al-Ihkaam, dan juga dinukil oleh Ibnu Hazm dalam Al-Ihkaam fi Ushuul Al-Qur'aan, dan Ibnu Qudaamah dalam Roudhotun Naadzir)

Oleh karenanya barangsiapa yang menganggap baik suatu ibadah yang tidak dicontohkan oleh Nabi maka pada hakikatnya ia telah menjadikan ibadah tersebut syari'at yang baru.


Diantara amalan-amalan yang dianggap bid'ah hasanah yang tersebar di masyarakat namun diingkari Imam As-Syafi'i rahimahullah adalah :
1)         Acara mengirim pahala untuk mayat yang disajikan dalam bentuk acara tahlilan.

Bahkan masyhuur dari madzhab Imam Asy-Syafii bahwasanya beliau memandang tidak sampainya pengiriman pahala baca qur'an bagi mayat. Imam An-Nawawi berkata:

"Dan adapun sholat dan puasa maka madzhab As-Syafi'i dan mayoritas ulama adalah tidak sampainya pahalanya kepada si mayat…adapun qiroah (membaca) Al-Qur'aan maka yang masyhuur dari madzhab As-Syafi'i adalah tidak sampai pahalanya kepada si mayat…" (Al-Minhaaj syarh shahih Muslim 1/90)

2)          Meninggikan kuburan dan dijadikan sebagai masjid atau tempat ibadah

Imam As-Syafi'i rahimahullah berkata :

وأكره أن يعظم مخلوق حتى يُجعل قبره مسجداً مخافة الفتنة عليه وعلى من بعده من الناس

"Dan aku benci diagungkannya seorang makhluq hingga kuburannya dijadikan masjid, khawatir fitnah atasnya dan atas orang-orang setelahnya" (Al-Muhadzdzab 1/140, Al-Majmuu' syarhul Muhadzdzab 5/280)

Bahkan Imam As-Syafi'i dikenal tidak suka jika kuburan dibangun lebih tinggi dari satu jengkal. Beliau berkata :
وَأُحِبُّ أَنْ لَا يُزَادَ في الْقَبْرِ تُرَابٌ من غَيْرِهِ وَلَيْسَ بِأَنْ يَكُونَ فيه تُرَابٌ من غَيْرِهِ بَأْسٌ إذَا زِيدَ فيه تُرَابٌ من غَيْرِهِ ارْتَفَعَ جِدًّا وَإِنَّمَا أُحِبُّ أَنْ يُشَخِّصَ على وَجْهِ الْأَرْضِ شِبْرًا أو نَحْوَهُ وَأُحِبُّ أَنْ لَا يُبْنَى وَلَا يُجَصَّصَ فإن ذلك يُشْبِهُ الزِّينَةَ وَالْخُيَلَاءَ... وقد رَأَيْت من الْوُلَاةِ من يَهْدِمَ بِمَكَّةَ ما يُبْنَى فيها فلم أَرَ الْفُقَهَاءَ يَعِيبُونَ ذلك
"Aku suka jika kuburan tidak ditambah dengan pasir dari selain (galian) kuburan itu sendiri. Dan tidak mengapa jika ditambah pasir dari selain (galian) kuburan jika ditambah tanah dari yang lain akan sangat tinggi. Akan tetapi aku suka jika kuburan dinaikan di atas tanah seukuran sejengkal atau yang semisalnya. Dan aku suka jika kuburan tidak dibangun dan tidak dikapur karena hal itu menyerupai perhiasan dan kesombongan…

Aku telah melihat di Mekah ada diantara penguasa yang menghancurkan apa yang dibangun diatas kuburan, dan aku tidak melihat pera fuqohaa mencela penghancuran tersebut"(Al-Umm 1/277)

3)        Pengkhususan Ibadah pada waktu-waktu tertentu atau cara-cara tertentu

Berkata Abu Syaamah :

"Imam As-Syafi'i berkata : Aku benci seseorang berpuasa sebulan penuh sebagaimana berpuasa penuh di bulan Ramadhan, demikian juga (Aku benci) ia (mengkhususkan-pent) puasa suatu hari dari hari-hari yang lainnya. Hanyalah aku membencinya agar jangan sampai seseorang yang jahil mengikutinya dan menyangka bahwasanya perbuatan tersebut wajib atau merupakan amalan yang baik" (Al-Baa'its 'alaa inkaar Al-Bida' wa Al-Hawaadits hal 48)

Perhatikanlah, Imam As-Syafii membenci amalan tersebut karena ada nilai pengkhususan suatu hari tertentu untuk dikhususkan puasa. Hal ini senada dengan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam

«
لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِى صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ »

"Janganlah kalian mengkhususkan malam jum'at dari malam-malam yang lain dengan sholat malam, dan janganlah kalian mengkhususkan hari jum'at dari hari-hari yang lain dengan puasa, kecuali pada puasa yang dilakukan oleh salah seorang dari kalian" (yaitu maksudnya kecuali jika bertepatan dengan puasa nadzar, atau ia berpuasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya, atau puasa qodho –lihat penjelasan Imam An-Nawawi dalam Al-Minhaaj 8/19)

Perhatikanlah, para pembaca yang budiman, puasa adalah ibadah yang disyari'atkan, hanya saja tatkala dikhususkan pada hari-hari tertentu tanpa dalil maka hal ini dibenci oleh Imam As-Syafi'i.

Maka bagaimana jika Imam As-Syafii melihat ibadah-ibadah yang asalnya tidak disyari'atkan??!
Apalagi ibadah-ibadah yang tidak disyari'atkan tersebut dikhususkan pada waktu-waktu tertentu??

Beliau juga berkata dalam kitabnya Al-Umm

"Dan aku suka jika imam menyelesaikan khutbahnya dengan memuji Allah, bersholawat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, menyampaikan mau'izoh, dan membaca qiroa'ah, dan tidak menambah lebih dari itu".

Imam As-Syafii berkata : "Telah mengabarkan kepada kami Abdul Majiid dari Ibnu Juraij berkata : Aku berkata kepada 'Athoo : Apa sih doa yang diucapkan orang-orang tatkala khutbah hari itu?, apakah telah sampai kepadamu hal ini dari Nabi?, atau dari orang yang setelah Nabi (para sahabat-pent)?. 'Athoo berkata : Tidak, itu hanyalah muhdats(perkara baru), dahulu khutbah itu hanyalah untuk memberi peringatan.

Imam As-Syafii berkata, "Jika sang imam berdoa untuk seseorang tertentu atau kepada seseorang (siapa saja) maka aku membenci hal itu, namun tidak wajib baginya untuk mengulang khutbahnya" (Al-Umm 2/416-417)

Para pembaca yang budiman, cobalah perhatikan ucapan Imam As-Syafi'i diatas, bagaimanakah hukum Imam As-Syafii terhadap orang yang mengkhususkan doa kepada orang tertentu tatkala khutbah jum'at?, beliau membencinya, bahkan beliau menyebutkan riwayat dari salaf (yaitu 'Athoo') yang mensifati doa tertentu dalam khutbah yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya dengan "Muhdats" (bid'ah). Bahkan yang dzohir dari perkataan Imam As-Syafii diatas dengan "aku benci" yaitu hukumnya haram, buktinya Imam Syafii menegaskan setelah itu bahwasanya perbuatan muhdats tersebut tidak sampai membatalkan khutbahnya sehingga tidak perlu diulang. Wallahu A'lam.

4)         Dzikir berjama'ah secara keras selepas sholat fardu

Diantara bukti bahwa al-Imam al-Syafi‘i tidak memaksudkan bid‘ah dalam ibadah sebagai Bid‘ah hasanah adalah kritikan beliau terhadap kesinambungan berzikir secara keras selepas solat, yang tentunya amalan ini dianggap perkara yang baik/hasanah oleh sebagian pihak.

Imam Syafi'i rahimahullah berkata :

وأختار للامام والمأموم أن يذكرا الله بعد الانصراف من الصلاة ويخفيان الذكرَ إلا أن يكون إماما يُحِبُّ أن يتعلّم منه فيجهر حتى يَرى أنه قد تُعُلِّمَ منه ثم يُسِرّ.

Pendapatku untuk imam dan makmum hendaklah mereka berdzikir selepas selesai sholat. Hendaklah mereka memelankan (secara sir) dzikir kecuali jika imam ingin mengajar bacaan-bacaan zikir tersebut, maka ketika itu dikeraskanlah dzikir, hingga dia menduga bahwa telah dipelajari darinya (bacaan-bacaan dzikir tersebut-pen), lalu setelah itu ia memelankan kembali dzikirnya (Al-Umm 2/288).

Adapun mengenai hadits-hadits yang menunjukkan bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi terdengar suara dzikirnya maka Imam Syafi’i menjelaskan seperti berikut:
وأحسبه إنما جهر قليلا ليتعلّم الناس منه وذلك لأن عامة الروايات التي كتبناها مع هذا وغيرها ليس يُذكر فيها بعد التسليم تَهليلٌ ولا تكبير، وقد يذكر أنه ذكر بعد الصلاة بما وصَفْتُ، ويذكر انصرافه بلا ذكر، وذكرتْ أمُّ سلمةَ مُكْثَه ولم يذكر جهرا، وأحسبه لم يَمكُثْ إلاّ ليذكرَ ذكرا غير جهْرٍ.
Menurutku Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengeraskan (dzikir) sedikit agar orang-orang bisa belajar dari beliau. Karena kebanyakan riwayat yang telah kami tulis bersama ini atau selainnya, tidak menyebut selepas salam terdapat tahlil dan takbir. Kadangkala riwayat menyebut Nabi berdzikir selepas sholat seperti yang aku nyatakan, kadangkala disebut bahwa Nabi pergi tanpa berdzikir. Ummu Salamah menyebutkan bahwa Nabi selepas sholat menetap di tempat sholatnya akan tetapi tidak menyebutkan bahwa Nabi berdzikir dengan jahr (keras). Aku rasa beliau tidaklah menetap kecuali untuk berdzikir dengan tidak dijaharkan.
فإن قال قائل: ومثل ماذا؟ قلت: مثل أنه صلّى على المنبر يكون قيامُه وركوعُه عليه وتَقهْقَرَ حتى يسجدَ على الأرض، وأكثر عمره لم يصلّ عليه، ولكنه فيما أرى أحب أن يعلم من لم يكن يراه ممن بَعُد عنه كيف القيامُ والركوعُ والرفع. يُعلّمهم أن في ذلك كله سعة. وأستحبُّ أن يذكر الإمام الله شيئا في مجلسه قدر ما يَتقدم من انصرف من النساء قليلا كما قالت أم سلمة ثم يقوم وإن قام قبل ذلك أو جلس أطولَ من ذلك فلا شيء عليه، وللمأموم أن ينصرفَ إذا قضى الإمام السلامَ قبل قيام الإمام وأن يؤخر ذلك حتى ينصرف بعد انصرافِ الإمام أو معه أَحَبُّ إلي له.
Jika seseorang berkata: “Seperti apa?” (maksudnya permasalahan ini seperti permasalahan apa yang lain?-pen). Aku katakan, sebagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersholat di atas mimbar, dimana beliau berdiri dan rukuk di atasnya, kemudian beliau mundur belakang untuk sujud di atas tanah. Nabi tidaklah sholat di atas mimbar pada kebanyakan usia beliau. Akan tetapi menurutku beliau ingin agar orang yang jauh yang tidak melihat beliau, dapat mengetahui bagaimana cara berdiri (dalam solat), rukuk dan bangun (dari rukuk). Beliau ingin mengajarkan mereka keluasan dalam itu semua.

Aku suka sekiranya imam berzikir nama Allah di tempat duduknya sebentar dengan kadar hingga perginya jama'ah wanita sebagaimana yang dikatakan oleh Ummu Salamah. Kemudian imam  boleh bangun. Jika dia bangun sebelum itu, atau duduk lebih lama dari itu, tidak mengapa. Makmum boleh pula pergi setelah imam selesai memberi salam, sebelum imam bangun. Jika dia tunda/akhirkan sehingga imam pergi, atau ia pergi bersama imam, maka itu lebih aku sukai untuknya. " (Al-Umm 2/288-289)

Nyata sekali al-Imam As-Syafi’i rahimahullah tidak menamakan ini sebagai Bid‘ah Hasanah, sebaliknya beliau berusaha agar kita semua membiasakan diri dengan bentuk asal yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu asalnya Nabi berdzikir dengan pelan, dan hanya sesekali mengeraskan suara beliau untuk mengajarkan kepada para makmum. Seandainya maksud Bid‘ah Mahmudah/Hasanah yang disebut oleh al-Imam Asy-Syafi’i mencakup perkara baru dalam cara beribadah yang dianggap baik, sudah tentu beliau akan memasukkan dzikir secara kuat selepas sholat dalam kategori Bid‘ah Mahmudah. Dengan itu tentu beliau juga tidak akan berusaha menafikannya. Ternyata bukan itu yang dimaksudkan oleh beliau rahimahullah

 C.     PENGINGKARAN IMAM AN-NAWAWI TERHADAP PERKARA-PERKARA YANG DIANGGAP BID'AH HASANAH

Pengklasifikasian bid'ah menjadi bid'ah dholalah dan bid'ah hasanah juga diikuti oleh Imam An-Nawawi, beliau berkata, "Dan bid'ah terbagi menjadi bid'ah yang jelek dan bid'ah hasanah", kemudian beliau menukil perkataan Al-'Iz bin Abdissalam dan perkataan Imam Asy-Syafi'i di atas (lihat Tahdzibul Asma' wal lugoot 3/22-23).

Akan tetapi ternyata didapati Imam An-Nawawi rahimahullah ternyata juga mengingkari beberapa praktek ibadah yang dianggap oleh sebagian orang sebagai bid'ah hasanah.

1)      Mengiringi janazah sambil membaca dzikir dengan mengangkat suara

Di dalam kitabnya al-Azkar, al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
واعلم أن الصواب المختار ما كان عليه السلف رضي الله عنهم : السكوت في حال السير مع الجنازة ، فلا يرفع صوتا بقراءة ، ولا ذكر ، ولا غير ذلك ، والحكمة فيه ظاهرة ، وهي أنه أسكن لخاطره ، وأجمع لفكره فيما يتعلق بالجنازة ، وهو المطلوب في هذا الحال ، فهذا هو الحق ، ولا تغترن بكثرة من يخالفه ، فقد قال أبو علي الفضيل بن عياض رضي الله عنه ما معناه : الزم طرق الهدى ، ولا يضرك قلة السالكين ، وإياك وطرق الضلالة ، ولا تغتر بكثرة الهالكين...
وأما ما يفعله الجهلة من القراءة على الجنازة بدمشق وغيرها من القراءة بالتمطيط ، وإخراج الكلام عن موضوعه ، فحرام بإجماع العلماء ، وقد أوضحت قبحه ، وغلظ تحريمه ، وفسق من تمكن من إنكاره ، فلم ينكره في كتاب " آداب القراء

Ketahui sesungguhnya yang betul lagi terpilih yang menjadi amalan al-Salaf al-Salih radhiallahu 'anhum ialah diam ketika mengiringi jenazah. Maka janganlah diangkat suara dengan bacaan, zikir dan selainnya. Hikmahnya nyata, yaitu lebih menenangkan hati dan menghimpunkan fikiran mengenai apa yang berkaitan dengan jenazah. Itulah yang dituntut dalam keadaan tersebut. Inilah yang benar. Janganlah engkau terpengaruh dengan banyaknya orang yang menyanggahinya.

Sesungguhnya Abu ‘Ali al-Fudail bin ‘Iyad rahimahullah pernah berkata: “Berpegang dengan jalan kebenaran, tidak akan memudorotkanmu sedikitnya orang yang menempuh jalan kebenaran tersebut. Dan jauhilah jalan yang sesat. Jangan engkau terperdaya dengan banyaknya golongan yang binasa (yang melakukannya).”

…… Adapun apa yang dilakukan oleh golongan jahil di Damaskus, yaitu melanjutkan bacaan al-Quran dengan dipanjang-pangjangkan dan bacaan yang lain ke atas jenazah, serta pembicaraan yang tiada kaitan, maka hukumnya adalah haram dengan ijma’ ulama. Sesungguhnya aku telah jelaskan dalam Kitab Adab al-Qurroo' tentang keburukannya, besar keharamannya dan kefasikannya bagi siapa yang mampu mengingkarinya tetapi tidak mengingkarinya" (Al-Adzkaar hal 160)

Nyata bahawa al-Imam al-Nawawi rahimahullah tidak menamakan perbuatan mem-bacakan al-Qur’an ketika mengiringi jenazah sebagai Bid‘ah Hasanah. Padahal sangatlah jelas bahwa membaca Al-Qur'an adalah perkara yang baik. Bahkan bukankah seseorang tatkala membaca al-Qur'an tatkala mengiringi janazah maka akan semakin mendatangakan kekhusyu'an??

Kenyataannya bahkan Imam Nawawi sangat keras mengingkari perbuatan ini. Dan tidak mungkin kita bisa mengingkari hal ini kecuali dengan dalil bahwasanya hal ini tidak pernah dilakukan oleh para sahabat.

2)      Menambah lafal "wa barakaatuh" tatkala salam dari sholat

Dalam Syarh Sahih Muslim, al-Imam al-Nawawi rahimahullah berkata:
أن السنة في السلام من الصلاة أن يقول السلام عليكم ورحمة الله عن يمينه السلام عليكم ورحمة الله عن شماله ولا يسن زيادة وبركاته وإن كان قد جاء فيها حديث ضعيف وأشار إليها بعض العلماء ولكنها بدعة إذ لم يصح فيها حديث بل صح هذا الحديث وغيره في تركها
Sesungguhnya yang menjadi sunnah bagi salam dalam solat ialah dengan berkata: السَلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ sebelah kanan, السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ sebelah kiri. Tidak disunahkan menambah وَبَرَكَاتُهُ. Sekalipun tambahan ini telah ada dalam hadits yang dhaif dan diisyaratkan oleh sebahagian ulama. Namun ia adalah bid‘ah karena tidak ada hadits yang sahih (yang menganjurkannya). Bahkan yang sahih dalam hadits ini dan selainnya ialah meninggalkan tambahan itu" (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 4/153)

Bukankah penambahan “wa Barakatuh” merupakan satu penambahan yang pada zahirnya nampak baik?, bahkan disepakati kebaikannya tatkala diucapkan di luar sholat. Akan tetapi ternyata tambahan ini tidak dianggap baik oleh Imam An-Nawawi, akan tetapi dinilai oleh beliau merupakan bid'ah yang harus ditinggalkan. Dari penjelasan An-Nawawi di atas juga diambil faedah bahwasanya beliau tidak membolehkan hadits dhoif dijadikan hujjah/dalil untuk membuat suatu peribadatan.

3)      Sholat Rogo'ib

Ketika mensyarahkan hadits berikut:

لاَ تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ.

“Jangan kalian mengkhususkan malam Jum'at diantara malam-malam yang lain dengan sholat. Jangan kamu mengkhususkan hari Jum'at –diantara hari-hari yang lain- dengan puasa, kecuali hari jum'at tersebut termasuk dari puasa yang sedang dikerjakan oleh salah seorang dari kalian"

al-Imam al-Nawawi rahimahullah berkata:
وفى هذا الحديث النهى الصريح عن تخصيص ليلة الجمعة بصلاة من بين الليالي ويومها بصوم كما تقدم وهذا متفق على كراهيته واحتج به العلماء على كراهة هذه الصلاة المبتدعة التي تسمى الرغائب قاتل الله واضعها ومخترعها فانها بدعة منكرة من البدع التي هي ضلالة وجهالة
"Hadits ini menunjukkan larangan yang jelas terhadap pengkhususan malam Jum'at dengan sesuatu sholat yang tidak dikerjakan pada malam-malam yang lain, dan juga pengkhususan puasa pada siangnya seperti yang telah dinyatakan. Hal ini telah disepkati akan kemakruhannya. Para ulama berhujah dengan hadits ini mengenai makruhnya/dibencinya sholat bid‘ah yang dinamakan Sholat ar-RaghaibSemoga Allah memusnahkan pemalsu dan pengkreasi sholat ini. Ini karena sesungguhnya ia adalah bid‘ah yang munkar, termasuk jenis bid‘ah yang sesat dan jahil." (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim 8/20)

4)      Sholat Malam Nishfu Sya'ban

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata
الصلاة المعروفة بصلاة الرغائب وهي ثنتى عشرة ركعة تصلي بين المغرب والعشاء ليلة أول جمعة في رجب وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة وهاتان الصلاتان بدعتان ومنكران قبيحتان ولا يغتر بذكرهما في كتاب قوت القلوب واحياء علوم الدين ولا بالحديث المذكور فيهما فان كل ذلك باطل ولا يغتر ببعض من اشتبه عليه حكمهما من الائمة فصنف ورقات في استحبابهما فانه غالط في ذلك وقد صنف الشيخ الامام أبو محمد عبدالرحمن بن اسمعيل المقدسي كتابا نفيسا في ابطالهما
"Sholat yang dikenal dengan sholat ar-Roghoib –yaitu sholat 12 raka'at yang dikerjakan antara maghrib dan isyat pada malam jum'at yang pertama di bulan Rojab-, dan juga sholat malam nishfu Sy'aban seratus raka'at. Dua sholat ini merupakan sholat yang bid'ah, sholat yang mungkar dan buruk, dan janganlah terpengaruh dengan disebutkannya kedua sholat ini dalam kitab "Quutul Quluub" dan "Ihyaa Uluumiddin", dan jangan pula terpedaya dengan hadits yang disebutkan tentang kedua sholat ini, karena semuanya adalah kebatilan. Dan jangan juga terpedaya dengan sebagian imam yang terancukan/tersamarkan tentang hukum kedua sholat tersebut sehingga ia menulis beberapa lembaran tentang sunnahnya kedua sholat itu. Sesungguhnya ia telah keliru. As-Syaikh al-Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Isma'il al-Maqdisi telah menulis sebuah kitab yang bagus tentang batilnya kedua sholat ini" (Al-Majmuu' Syarh Al-Muhadzdzab 4/56)
5)      Acara kumpul-kumpul setelah kematian

Yang sunnah adalah para tetangga dan karib kerabat membuatkan makanan bagi keluarga duka, bukan malah sebaliknya justru keluarga duka yang sudah bersedih malah direpotkan untuk menyiapkan makanan apalagi sampai kenduri setelah kematian. Al-Imam An-Nawawi berkata:
واتفقت نصوص الشافعي في الام والمختصر والاصحاب على أنه يستحب لأقرباء الميت وجيرانه ان يعملوا طعاما لأهل الميت ويكون بحيث يشبعهم في يومهم وليلتهم قال الشافعي في المختصر واحب لقرابة الميت وجيرانه ان يعملوا لاهل الميت في يومهم وليلتهم طعاما يشبعهم فانه سنة وفعل أهل الخير … قال صاحب الشامل وغيره وأما اصلاح اهل الميت طعاما وجمع الناس عليه فلم ينقل فيه شئ وهو بدعة غير مستحبة هذا كلام صاحب الشامل ويستدل لهذا بحديث جرير بن عبد الله رضى الله عنه قال " كنا نعد الاجتماع إلى أهل الميت وصنيعة الطعام بعد دفنه من النياحة " رواه احمد بن حنبل وابن ماجه باسناد صحيح وليس في رواية ابن ماجه بعد دفنه
"Nash-nash dari Imam As-Syafi'i dalam kitab al-Umm dan kitab al—mukhtashor telah sepakat dengan perkataan para ashab (para ulama besar madzhab syafi'iyah) bahwasanya disunnahkan bagi para kerabat mayit dan juga para tetangganya untuk membuatkan makanan bagi keluarga mayit, dimana makanan tersebut bisa mengenyangkan mereka pada siang dan malam mereka. Imam As-Syafi'i berkata dalam kitab al-Mukhtashor, "Wajib  bagi kerabat mayit dan tetangganya untuk menyediakan makanan bagi keluarga mayat untuk siang dan malam mereka yang bisa mengenyangkan mereka. Hal ini merupakan sunnah dan sikap para pelaku kebaikan"….

Penulis kitab Asy-Syamil dan selain beliau berkata, "Adapun keluarga mayit membuat makanan dan mengumpulkan orang-orang untuk makan maka tidak dinukilkan (dalilnya) sama sekali. Dan ini adalah perbuatan bid'ah yang tidak dianjurkan. Ini adalah perkataan penulis kitab As-Syamil, dan dalil akan hal ini adalah hadits Jarir bin Abdillah radhiallahu 'anhu ia berkata, "Kami menganggap berkumpul-kumpul di keluarga mayit dan membuat makanan setelah dikuburkannya termasuk niyaahah". Diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dan Ibnu Majah dengan sanad yang shahih. Dan dalam riwayat Ibnu Majah tidak ada lafal "setelah dikuburkannya mayat" (Al-Majmuu' Syarh Al-Muhadzdzab 5/319-320)

6)      Menambah lafal sholawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitabnya al-Adzkaar :
وأما ما قاله بعض أصحابنا وابن أبي زيد المالكي من استحباب زيادة على ذلك وهي : " وَارْحَمْ مُحَمَّدًا وَآلَ مُحَمَّدٍ " فهذا بدعة لا أصل لها. وقد بالغ الإمام أبو بكر العربي المالكي في كتابه " شرح الترمذي " في إنكار ذلك وتخطئة ابن أبي زيد في ذلك وتجهيل فاعله ، قال : لأن النبي صلى الله عليه وسلم علمنا كيفية الصلاة عليه صلى الله عليه وسلم ، فالزيادة على ذلك استقصار لقوله ، واستدراك عليه صلى الله عليه وسلم
"Adapun apa yang disebutkan oleh sebagian ulama madzhab syafi'iyah dan Ibnu Abi Zaid al-Maliki tentang disunnahkannya tambahan lafal sholawat dengan tambahan وَارْحَمْ مُحَمَّدًا وَآلَ مُحَمَّدٍ "Dan rahmatilah Muhammad dan keluarga Muhammad" maka ini merupakan perkara bid'ah yang tidak ada asal/dalilnya. Al-Imam Abu Bakr Ibnul 'Arobi Al-Maliki telah mengingkari dengan sangat serius hal ini dalam kitabnya "syarh At-Tirmidzi" (silahkan lihat perkataan Ibnul 'Arobi dalam kitabnya 'Aaridhotul Ahwadzi 2/271-272-pen), beliau (Ibnul 'Arobi) menyalahkan Ibnu Abi Zaid dan membodohkan pelakunya. Ia berkata, "Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kita tentang tata cara shalawat kepadanya, maka tambahan terhadap tata cara tersebut adalah menganggap kurang sabda Nabi, dan bentuk penyempurnaan terhadap beliau shallallahu 'alaihi wasallam" (Al-Adzkaar 116)

Tentunya sangat tidak diragukan bahwa mendoakan rahmat bagi Nabi dan keluarga Nabi merupakan perkara yang baik, akan tetapi menjadikan doa ini sebagai tambahan dalam rangkaian sholawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dianggap bid'ah oleh Imam An-Nawawi rahimahullah.
D. PENGINGKARAN AS-SUYUTHI TERHADAP PERKARA-PERKARA YANG   DIANGGAP BID'AH HASANAH

Adapun As-Suyuthi rahimahullah, maka terlalu banyak mengingkari perkara-perkara yang dianggap bid'ah hasanah oleh kebanyakan orang, terutama di masa beliau. Bahkan beliau menulis sebuah buku khusus –yang berjudul الأَمْرُ بِالِاتِّبَاعِ وَالنَّهْيُ عَنِ الاِبْتِدَاعِ (Perintah untuk ittiba'/mengikuti sunnah dan larangan untuk berbuat bid'ah, bisa didownload di http://www.4shared.com/get/lbBW0G8g/________.html)-  untuk menjelaskan bid'ahnya perkara-perkara tersebut.

Dalam bukunya tersebut As-Suyuthi rahimahullah telah megklasifikasikan bid'ah mustaqbahah/buruk sebagai berikut:

Pertama : Bid'ah-bid'ah dalam aqidah yang mengantarkan kepada kesesatan dan kerugian.

Beliau mencontohkan bid'ah-bid'ah ini adalah bid'ah-bid'ah aqidah yang dilakukan oleh 72 golongan sesat, yang telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya mereka di neraka (lihat Al-Amru bil ittibaa' hal 93-94)

Kedua : Bid'ah-bid'ah dalam perbuatan dan peribadatan.
Dan inipun terbagi menjadi dua bagian ;
  • Bid'ah-bid'ah yang jelas diketahui oleh orang awam terlebih lagi para ulama, dan bid'ah- bid'ah ini bisa jadi hukumnya haram atau makruh
  • Bid'ah-bid'ah yang disangka merupakan ibadah dan qurbah yang mendekatkan kepada Allah.
Setelah itu beliaupun menyebutkan contoh-contoh bid'ah-bid'ah tersebut. Diantara bid'ah-bid'ah tersebut yang diingkari oleh beliau adalah :
1.   Nyanyian dan joget dalam beribadah. Beliau menyatakan bahwa orang yang melakukan hal ini maka telah bermaksiat kepada Allah dan RasulNya, telah gugur muru'ahnya, dan tertolak syahadahnya/persaksiannya (lihat Al-Amru bil ittibaa' hal 99).

Tentunya di tanah air kita banyak saudara-saudara kita yang masih beribadah dengan nyanyian bahkan dengan musik-musikan, dan sebagian mereka beribadah dengan tarian-tarian.

2.    Bernadzar untuk kuburan, kuburan siapapun, karena ini merupakan kemaksiatan berdasarkan kesepakatan para ulama (lihat Al-Amru bil ittibaa' hal 118)

3.    Berdoa di kuburan. As-Suyuthi berkata, "


"Adapun dikabulkannya doa di kuburan-kuburan tersebut bisa jadi karena yang berdoa benar-benar merasa terjepit/terdesak (sehingga itulah yang menjadikannya dikabulkan oleh Allah, bukan karena keberadaannya di kuburan-pen), atau sebabnya adalah murni rahmat Allah kepadanya, atau karena perkara tersebut telah ditaqdirkan oleh Allah untuk terjadi dan bukan karena doanya.
Dan bisa jadi ada sebab-sebab yang lain, meskipun sebab-sebab tersebut adalah fitnah baginya yang berdoa.

Orang-orang kafir dahulu berdoa, lalu dikabulkanlah doa mereka, mereka diberi hujan, mereka ditolong dan diselamatkan, padahal mereka berdoa di sisi berhala-berhala mereka dan mereka bertawassul dengan berhala-berhala mereka" (Al-Amru bil ittibaa' hal 124)

4.   Berdoa dan beribadah di kuburan para nabi dan orang-orang sholeh. As-Suyuthi berkata :

"Diantara tempat-tempat tersebut adalah tempat-tempat yang memiliki kekhususan, akan tetapi hal ini tidak melazimkan untuk menjadikan tempat-tempat tersebut sebagai 'ied, dan juga tidak melazimkan untuk sholat di sisinya atau ibadah-ibadah yang lainnya, seperti doa di sisinya. Diantara tempat-tempat tersebut adalah kuburan para nabi dan kuburan orang-orang sholeh" (Al-Amru bil ittibaa' hal 125)

5.    Berdoa di kuburan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Setelah menyebutkan hadits-hadits yang melarang beribadah di kuburan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam As-Suyuthi berkata ;

"Sisi pendalilannya adalah, bahwasanya kuburan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah kuburan yang paling mulia di atas muka bumi. Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang untuk menjadikan kuburan tersebut sebagai 'ied yaitu yang didatangi berulang-ulang, maka kuburan selain beliau –siapapun juga dia- lebih utama untuk dilarang.

Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menggandengkan larangan menjadikan kuburannya sebagai 'ied dengan sabda beliau "Dan janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan", maksudnya yaitu janganlah kalian kosongkan rumah-rumah kalian dari sholat, doa, dan membaca al-Quran, sehingga bisa jadi seperti kedudukan kuburan (yang tidak dilaksanakan sholat, doa, dan baca al-Qur'an di situ-pen). Rasulullah memerintahkan untuk semangat melakukan ibadah di rumah, dan melarang untuk beribadah di kuburan. Hal ini berkebalikan dengan apa yang dilakukan oleh kaum musyrikin Nashoro dan orang-orang yang bertasyabbuh dengan mereka.

Kemudian setelah Nabi melarang untuk menjadikan kuburannya sebagai 'ied beliau melanjutkan dengan sabda beliau "Bersholawatlah kalian kepadaku, karena sholawat kalian akan sampai kepadaku dimanapun kalian berada". Beliau mengisyaratkan bahwa apa yang akan diraih olehku beliau karena sholawat dan salam kalian kepadaku, akan terjadi sama saja apakah kalian dekat dengan kuburanku atau jauh dari kuburanku, oleh karenanya kalian tidak butuh untuk menjadikan kuburanku sebagai 'ied.

Kemudian tabi'in yang  terbaik dari ahlul bait yaitu Ali bin Al-Husain telah melarang lelaki tersebut yang sengaja untuk berdoa di kuburan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan beliau menjelaskan kepada lelaki tersebut bahwasanya tujuannya untuk berdoa di kuburan Nabi sama saja dengan bermaksud menjadikan kuburan Nabi sebagai 'ied. Demikian juga sepupunya Husain bin Hasan yang merupakan syaikh Ahlul bait, beliau membenci seseorang yang bermaksud mendatangi kuburan Nabi untuk memberi salam kepadanya dan yang semisalnya, dan beliau memandang hal tersebut termasuk menjadikan kuburan Nabi sebagai 'ied.

Lihatlah kepada sunnah ini, bagaimana sumber sunnah ini dari Ahlul Bait Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang mereka memiliki kedekatan nasab kepada Nabi, kedekatan rumah, karena mereka lebih butuh untuk hal-hal seperti ini daripada selain mereka, maka mereka lebih paham tentang hal-hal ini". (Al-Amru bil ittibaa' hal 127-128)

6.   Membangun masjid di kuburan, As-Suyuthi berkata :

"Adapun membangun masjid di atas kuburan, menyalakan lentera-lentera atau lilin-lilin, atau lampu-lampu di kuburan, maka pelakunya telah dilaknat sebagaimana telah datang dalam hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam" (Al-Amru bil ittibaa' hal 129)

As-Suyuthi juga berkata ;

"Masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan maka wajib untuk dihilangkan, dan hal ini termasuk perkara yang tidak diperselisihkan diantara para ulama yang ma'ruf. Dan dimakruhkan sholat di masjid-masjid tersebut tanpa ada khilaf. Dan menurut dzhohir madzhab Imam Ahmad sholat tersebut tiadk sah, dikarenakan larangan dan laknat yang datang pada perkara ini" (Al-Amru bil ittibaa' hal 134)

7.     Sholat di sisi kuburan. As-Suyuthi berkata :

"Demikian pula sholat di sisi kuburan maka hukumnya makruh, meskipun tidak dibangun di atasnya masjid. Karena seluruh tempat yang digunakan untuk sholat maka ia adalah masjid, meskipun tidak ada bangunannya. Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasalam telah melarang hal itu dengan sabdanya, "Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan janganlah sholat kearah kuburan", beliau juga bersabda, "Jadikanlah sebagian sholat kalian di rumah-rumah kalian, dan janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian kuburan". Sebagaimana kuburan bukanlah tempat sholat maka janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian seperti itu. Dan tidak sah sholat diantara kuburan-kuburan menurut madzhab Imam Ahmad, dan hukumnya makruh menurut selain beliau" (Al-Amru bil ittibaa' hal 135).

As-Suyuthi rahimahullah juga berkata ;

"Dan juga sesungguhnya sebab peribadatan terhadap Laatta adalah pengagungan terhadap orang sholeh….dahulu Laatta membuat adonan makanan di yaman untuk diberikan kepada para jama'ah haji. Tatkala ia meninggal maka mereka I'tikaf di kuburannya. Para ulama juga menyebutkan bahwasanya Wad, Suwaa', Yaghuuts, Ya'uuq, dan Nasr adalah nama-nama orang-orang sholeh yang ada antara zaman Nabi Adam dan zaman Nabi Nuh 'alaihimas salam. Mereka memiliki para pengikut yang meneladani mereka. Tatkala mereka meninggal  maka para pengikut mereka berkata, "Seandainya kita membuat patung-patung mereka". Tatkala para pengikut tersebut meninggal dan datang kaum yang lain setelah mereka maka datanglah Iblis kepada mereka dan berkata, "Mereka dahulu menyembah patung-patung tersebut, dan dengan sebab mereka turunlah hujan". Maka merekapun menyembah patung-patung tersebut. Hal ini telah disebutkan oleh Muhammad bin Jarir dengan sanadnya"

Dan karena sebab inilah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang, dan sebab inilah yang menjerumuskan banyak umat-umat kepada syirik akbar atau yang dibawahnya. Karenanya engkau dapati banyak kaum dari kalangan orang-orang sesat yang mereka merendahkan diri di kuburan orang-orang sholeh, mereka khusyu' dan merendah. Mereka menyembah orang-orang sholeh tersebut dengan hati-hati mereka dengan suatu ibadah yang tidak mereka lakukan tatkala mereka di rumah-rumah Allah, yaitu masjid-masjid. Bahkan tidak mereka lakukan tatkala di waktu sahur di hadapan Allah ta'aala. Dan mereka berharap dengan sholat dan doa di sisi kuburan apa-apa yang mereka tidak harapkan tatkala mereka di masjid-masjid yang boleh bersafar ke mesjid-mesjid tersebut (yaitu masjidil haram, masjid nabawi, dan masjid aqso-pen). Ini adalah kerusakan yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ingin menghilangkannya secara total, bahkan sampai-sampai Nabi melarang untuk sholat di kuburan secara mutlak, meskipun orang yang sholat tidak bermaksud untuk mencari keberkahan kuburan atau keberkahan tempat, dalam rangka menutup perkara yang bisa mengantarkan kepada kerusakan/mafsadah tersebut, yang menyebabkan disembahnya berhala-berhala" (Al-Amru bil ittibaa' 138-139)

As-Suyuti juga berkata ;

"Adapun jika seseorang bertujuan untuk sholat di kuburan atau berdoa untuk dirinya pada urusan-urusan pentingnya dan hajat kebutuhannya dengan mencari keberkahan dan mengharapkan dikabulkannya doa di kuburan, maka ini jelas bentuk penentangan kepada Allah dan RasulNya, serta penyelisihan terhadap agama dan syari'atnya  dan perbuatan bid'ah yang tidak diizinkan oleh Allah dan RasulNya serta para imam kaum muslimin yang mengikuti atsar dan sunnah-sunnahnya. Karena bertujuan menuju kuburan untuk berdoa mengharapkan untuk dikabulkan merupakan perkara yang dilarang, dan lebih dekat kepada keharaman.

Para sahabat radhiallahu 'anhum beberapa kali mendapati musim kemarau dan juga menghadapi masa-masa sulit setelah wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lantas kenapa mereka tidak datang ke kuburan Nabi lalu beristighotsah dan meminta hujan di kuburan beliau –padahal beliau adalah manusia yang paling mulia di sisi Allah-?. Bahkan Umar bin Al-Khotthob membawa Al-'Abbas paman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ke musholla lalu Umar meminta Abbas untuk berdoa meminta hujan, dan mereka tidak meminta hujan di kuburan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam" (Al-Amru bil ittibaa' 139)

Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 19-12-1433 H / 04-11-2012 M
Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
Sumber : www.firanda.com

MOTIVATOR AMAL SHALIH



Diterbitkan oleh
Seksi Terjemah Maktab Da’wah Jaliyat Robwah

   
Segala puji bagi Alloh, Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasululloh sollallohu ‘alaihi wa sallam, wa ba’du

Sesungguhnya pintu-pintu pahala banyak sekali, amalan kebaikan adalah agung, Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam telah bersabda dalam meriwayatkan firman Robbnya Azza Wa jalla :
إن الله كتب الحسنات والسيئات ثم بين ذلك فمن همّ بحسنة فلم يعملها كتبها الله له عنده حسنة كاملة رواه البخاري 6010 ومسلم 187.
Sesungguhnya Alloh telah menetapkan kebaikan dan keburukan, kemudian menerangkan hal itu, maka barang siapa berkehendak melakukan suatu kebaikan kemudian tidak melakukannya Alloh mencatatnya baginya di sisiNya kebaikan secara sempurna ..

Barang siapa yang menunjukkan  suatu kebaikan dan mengarahkan kepadanya baginya pahala yang besar, Rasululloh sollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
منْ دعاَ إلى هُدَى كَانَ له من الأجرِ مثلُ أُجورِ منْ تَبِعَهُ لا ينْقُصُ ذَلِكَ منْ أُجْورِهمْ شَيْئاً ومنْ دعاَ إِلىَ ضَلاَلةِ كاَن عليهِ من الإثمِ مثْلُ آثامِ مَنْ تبعَهُ لاَ ينْقُصُ ذَلِكَ من آثامهم شَيئاً رواه مسلم 4831.

Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda: “ Barangsiapa menyeru kepada hidayah (petunjuk) maka ia mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang mengerjakannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan maka ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa yang mengerjakannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” .

Diantara pintu-pintu kebaikan adalah yang disebutkan berikut ini :

1-Wudzu dan sholat dua roka’at setelahnya :

قال صلى الله عليه وسلم : من توضأ نحو وضوئي هذا ثم صلى ركعتين لم يحدث فيهما نفسه غفر الله له ما تقدم من ذنبه [ البخاري 159 مسلم 331]
Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda : barang siapa berwudhu seperti wudhu saya ini kemudian sholat dua rokaat, dan ia tidak melamun dalam sholatnya, pastilah Alloh mengampuni dosanya yang telah lalu dari .

2- Memelihara sholat sunnah rowatib dua belas roka’at :

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda:
من ثابر على ثنتي عشرة ركعة في اليوم والليلة دخل الجنة، أربعاً قبل الظهر، وركعتين بعدها، وركعتين بعد المغرب، وركعتين بعد العشاء، وركعتين قبل الفجر [صحيح الترغيب 580، وصحاح السنن الترمذي 338، والنسائي 1693 وابن ماجه 935 للألباني ]
Barang siapa yang rutin melakukan dua belas roka’at pada siang dan malam hari masuklah dia ke surga: empat roka’at sebelum dzuhur, dua roka’at setelahnya, dua roka’at setelah maghrib, dua roka’at setelah ‘Isya’ dua roka’at sebelum subuh



3- Berjalan ke sholat jama’ah.

Nabi  sollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
من مشى إلى صلاة مكتوبة في الجماعة فهي كحجة، ومن مشى إلى صلاة تطوع فهي كعمرة [صحيح الجامع 6556]
Barang siapa berjalan ke sholat wajib berjamaah maka ia seperti mengerjakan haji, dan barang siapa berjalan menuju sholat sunnah maka seperti melakukan umroh.

4- Sholat subuh.

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
من صلى الصبح فهو في ذمّة الله، فلا يطلبنكم الله في ذمته بشيء، فإنه من يطلبه في ذمته بشيء يدركه، ثم يكبه على وجهه نار جهنم  [صحيح الجامع 2890]
Barang siapa sholat subuh dia berada dalam jaminan Alloh, maka janganlah kalian dituntut oleh Alloh dengan sesuatu dalam jaminanNya, karena sesungguhnya orang yang dituntut oleh Alloh dalam jaminanNya  pasti ditangkapNya kemudian Alloh sungkurkan wajahnya ke dalam api neraka .
Nabisollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
من توضأ فأسبغ الوضوء، ثم مشى إلى الصلاة المكتوبة فصلاها مع الناس غفر الله له ذنوبه [ابن خزيمة صحيح الجامع 6173]
Barang siapa berwudhu untuk sholat, dia sempurnakan wudhunya, kemudian berjalan ke sholat wajib dan dia lakukan bersama jamaah, Alloh mengampuni dosa-dosanya.

6-menjaga dalam mendapatkan takbirotul ihrom imam yang pertama.

من صلّى لله أربعين يوماً في جماعة يدرك التكبيرة الأولى كتب له براءتان براءة من النار وبراءة من النفاق [ الصحيحة 1979]
Barang siapa sholat empat puluh hari di dalam jama’ah mendapatkan takbir pertama, ditulis baginya dua kebebasan, kebebasan dari neraka dan kebebasan dari kemunafikan.

7- mensholati janazah dan mengantarkan ke kuburan.

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
من أتبع جنازة مسلم إيماناً واحتساباً وكان معه حتى يصلي عليها ويفرغ من دفنها فإنه يرجع من الأجر بقيراطين كل قيراط مثل أحد ومن صلّى عليها ثم رجع قبل أن تدفن فإنه يرجع بقيراط[ صحيح الترغيب 3498]
Barang siapa mengikuti jenazah seorang muslim dengan iman dan mengharapkan pahala Alloh , dan bersamanya sehingga mensholatinya hingga selesai dari penguburannya maka dia pulang dengan pahala dua qiroth setiap satu qiroth seperti gunung Uhud, dan barang siapa mensholatinya kemudian pulang sebelum dikebumikan maka dia pulang dengan satu qiroth.

8- Haji Mabrur.

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda :

من حج هذا البيت ، فل يرفث، ولم يفسق، رجع كما ولدته أمه [ صحيح النسائي 2464]
Barang siapa haji ke Rumah ini [Baitulloh] tidak berbuat rofats[sesuatu yang mengarah kepada sexsual] serta tidak berbuat fasiq dia pulang seperti dilahirkan ibunya[tanpa dosa]

9-Thowaf dan sholat dua roka’at setelahnya .

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
من طاف بالبيت [سبعاً]، وصلّى ركعتين، كان كعدل رقبة [ الصحيحة 2725].
Barang siapa yang thowaf di rumah Alloh [Ka’bah] tujuh kali, serta sholat dua roka’at adalah seperti memerdekakan budak.

10- kesungguhan dalam memohon untuk mati sayhid.

من طلب الشهادة صادقاً أعطيها، ولو لم تصبه [ صحيح الترغيب 1277.
Barang siapa memohon mati syahid dengan kesungguhan ia diberikan syahadat walaupun tidak terbunuh.

11-memandikan mayit dan menutup aib yang dilihatnya.

Nabi bersabda :
من غسل ميتا فستره، ستره الله من الذنوب، ومن كفن مسلماً كساه الله من السندس[ الصحيحة 3353]
Barang siapa yang memandikan mayit serta menutupi aibnya, Alloh menutupi dosa-dosanya, dan barang siapa yang mengkafani seorang muslim, Alloh memberikannya pakaian sutra.

12-memintakan ampun buat kaum mu’minin.

Nabi bersabda :
من استغفر للمؤمنين والمؤمنات، كتب الله له بكل مؤمن ومؤمنة حسنة [ الصحيحة 6026]
Siapa yang memintakan ampunan bagi kaum mukmin laki dan wanita , Alloh mencatat buatnya dengan setiap mukmin laki dan wanita satu kebaikan.

13- membaca AlQur’an

Nabisollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
من قرأ حرفاً من كتاب الله فله به حسنة، والحسنة بعشر أمثالها لا أقول [ ألم ] حرف ولكن ألف حرف ولام حرف، وميم حرف [ الصحيحة 3227]
Siapa yang membaca satu huruf dari kitabulloh maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan dengan sepuluh lipat, saya tidak mengatakan alif laam miim satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.

14-tasbih.


Nabisollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
من قال سبحان الله وبحمده في يوم مائة مرة، حطت عنه خطاياه وإن كانت مثل زبد البحر [صحيح الكلم الطيب 7]
Siapa yang mengatakan subhaanalloh wa bihamdihi satu hari seratus kali, dihapus dosa-dosanya walaupun seperti buih dilautan.
من قال سبحان الله العظيم وبحمده غرست له نخلة في الجنة [ الصحيحة 64]
Siapa yang mengucapkan subhaanallohil ‘adzim wa bi hamdihi ditamkan baginya pohon kurma di surga.

15-sholawat kepada Rasul sollallohu ‘alaihi wa sallam.

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من صلّى عليّ حين يصبح عشراً وحين يمسح عشراً أدركته شفاعتي يوم القيامة [ صحيح الجامع 6357]
Siapa yang bersholawat kepadaku sepuluh kali ketika pagi dan sepuluh kali ketika sore hari akan mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat.
من صلّى عليّ صلّى الله عليه عشراً [ صحيح الترمذي 402]
Siapa yang bersholawat kepadaku Alloh bersholawat kepadanya sepuluh kali .

16-membangun masjid .

nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من بنى لله مسجداً بنى الله له بيتاً في الجنة أوسع منه [ الصحيحة 3445]
Siapa yang membangun masjid untuk Alloh, Alloh membangun baginya rumah disorga yang lebih luas darinya .

17-membaca tahlil :

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
من قال في يوم مائة مرة لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كلّ شيء قدير، كان له عدل عشر رقاب، وكتبت له مائة حسنة ومحي عنه مائة سيئة وكان له حرزاً من الشيطان سائر يومه إلى الليل ولم يأت أحد بأفضل مما أتى به إلا من قال أكثر [ صحيح ابن ماجه 3064]
Siapa yang mengucapkan satu hari  sebanyak seratus kali :
لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كلّ شيء قدير
Tidak ada Ilaah yang berhak disembah kecuali Alloh saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, baginya saja segala kerajaan dan bagiNya saja segala pujian dan Dia atas segala sesuatu berkuasa.

Adalah untuknya pahala sebanding memerdekakan sepuluh budak, ditulis untuknya seratus kebaikan dihapus seratus keburukan dan baginya benteng dari setan pada harinya itu sampai malam hari dan tidak ada seorangpun yang datang dengan kebaikan yang labih baik dari kebaikan yang ia datang dengannya kecuali orang yang mengucapkan lebih darinya.

من قال لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كلّ شيء قدير، عشراً، كان كمن أعتق رقبة من ولد إسماعيل  [صحيح الجامع 4653]
Siapa yang mengucapkan:
لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كلّ شيء قدير
Tidak ada Ilaah yang berhak disembah kecuali Alloh saja, tidak ada sekutu bagi-Nya baginya saja segala kerajaan dan bagiNya saja segala pujian dan Dia atas segala sesuatu berkuasa.[sepuluh kali]

Adalah seperti memerdekakan budak dari anak Nabi Isma’il.

18- mengahafal sepuluh ayat dari surat Al Kahfi :

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
من حفظ عشر آيات من أول سورة الكهف عصم من الدجال [ صحيح الجامع 2601]
Siapa yang yang hafal sepuluh ayat pertama dari surrat Kahfi terjaga dari dajjal.

19-Do’a ketiga melihat orang yang dicoba .

Nabi bersabda :
من رأى مبتلى فقال : الحمد لله الذي عافاني مما ابتلاك به وفضلني على كثير مما خلق تفضيلاً، لم يصبه ذلك البلاء [ الصحيحة 602]
Siapa yang melihat orang yang dicoba ia berkata : segala puji bagi Alloh yang menyelamatkan saya dari apa yang kamu dicoba dengannya serta melebihkan saya kelebihan yang banyak atas kebanyakan yang Dia ciptakan, tidak akan terkena balak tersebut.
Catatan : hendaklah membacanya dengan pelan supaya tidak terdengar oleh orang yang dicoba agar tidak menyakitinya.

20-mencintai orang-orang Anshor.

Nabisollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
الأنصار لا يحبهم إلا مؤمن ولا يبغضهم إلا منافق، فمن أحبهم أحبه الله، ومن أبغضهم أبغضه الله [ الصحيحة 1975]
Orang-orang Anshor tidak mencintai mereka kecuali orang mukmin, tidak membenci mereka kecuali munafiq, maka barang siapa yang mencintai mereka Alloh mencintainya, barang siapa yang membenci mereka Alloh membenci mereka .

21- memberikan kelonggarn waktu orang yang kesulitan .

Nabi bersabda :
من أنظر معسراً أو وضع له أظله الله يوم القيامة تحت ظل عرشه يوم لا ظل إلا ظله       [صحيح الترمذي 1052] .
Siapa yang memberikan kelonggaran waktu kepada orang yang kesulitan atau  membebaskannya Alloh memberikan naungan kepadanya pada hari kiamat di bawah anungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan kecuali naunganNya.

22- menutupi aib saudara muslim.

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
ومن ستر مسلماً ستره الله يوم القيامة [ البخاري 2262 مسلم 4677]
Siapa yang menutupi [aib] seorang muslim Alloh menutup [aibnya] hari kiamat.

23-mendidik anak perempuan .
من كان له ثلاث بنات، فصبر عليهن، وأطعمهن وسقاهن، وكساهن من جدته، كن له حجاباً من النار يوم القيامة [ الصحيحة 294]
Siapa yang memiliki tiga anak, sabar dalam mendidik mereka, memberikan makan dan minum mereka dan pakaian mereka dengan hasil usahanya, adalah mereka pada hari kiamat sebagai dinding penghalang untuknya dari api neraka .

24- membela nama baik saudara muslim .

من ذب عن عرض أخيه بالغيبة كان حقاً على الله أن يعتقه من النار. [ صحيح الترغيب 284].
Siapa yang membela kehormatan saudaranya dalam kondisi tidak bertemu, adalah wajib bagi Alloh untuk memerdekakannya dari api neraka.

25-menahan marah .

Nabisollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda:
من كظم غيظه وهو قادر على أن ينفذه، دعاه الله على رؤوس الخلائق يوم القيامة حتى يخيره من الحور العين ما شاء [ صحيح الترغيب 2753]
Siapa yang menahan marahnya sementara dia mampu untuk melampiaskan Alloh akan memanggilnya di hadapan seluruh mahkluq pada hari kiamat sehingga di persilahkan memilih bidadari mana yang ia kehendaki.

26- tawadhu’

Nabisollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
من تواضع لله رفعه الله [ الصحيحة 2328]
Siapa yang merendahkan diri karena Alloh, Alloh akan meninggikan derajatnya.

27-silaturrohim.

من أحب أن يبسط له في رزقه، وينسأ له في أثره فليصل رحمه [ البخاري 5527 مسلم 4629]
Siapa yang menhendaki untuk diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah menyambung persaudaraannya.

28- membunuh cecak dengan satu pukulan.

Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam  bersabda :
من قتل وزغاً في أول ضربة كتبت له مائة حسنة وفي الثانية دون ذلك وفي الثالثة دون ذلك [صحيح الترغيب 2978]
Siapa yang membunuh cecak dalam satu pukulan dicatat buatnya seratus kebaikan, dalam pukulan kedua kurang dari itu, dalam pukulan ketiga kurang dari itu.