26 Januari 2012

PENGELOLAAN PERTANAHAN DALAM BINGKAI SUNNAH (Bagian terakhir)


G  KEDUDUKAN KEPEMEMILIKAN TANAH SESEORANG DENGAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM.
Pada saat Rasulullah berkuasa, tidak semua lahan yang ada diberikan kepada masyarakat, melainkan ada sebagian lahan yang dikuasai negara yang peruntukkannya untuk dicadangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan umum masyarakat dan ada yang dikhususkan untuk fasilitas umum. Dua jenis tanah ini mempunyai karakteristik yang berbeda, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al Mawardi dalam Kitab Al Ahkam As Sulthaniyyah.
1)     Lahan Protektorat.

Pada jaman Rasulullah, terdapat lahan yang dilindungi (protektorat), karena dicadangkan untuk kepentingan umum. Terhadap lahan tersebut dilarang dihidupkan untuk dimiliki siapapun agar tetap menjadi milik umum yang diperuntukkan tumbuhnya rumput dan penggembalaan hewan ternak. Rasulullah melindungi Madinah dan naik gunung di An-Naqi, kemudian bersabda : “Ini adalah lahan yang aku lindungi”, sambil memberi isyarat di lembah. Didalam hadits lain Rasulullah ShalAllah Subhanawata ‘alau „Alaihi Wassalam bersabda :” Tidak ada lahan yang dilindungi kecuali milikAllah Ta’ala dan Rasul-Nya” (Diriwayatkan Al Bukhari dan Ahmad). Imam (Khalifah) tidak boleh memungut tarip kepada para pemilik hewan ternak yang menggembalakan hewan ternaknya di padang gembalaan lahan mati atau di lahan protektorat, berdasarkan sabda Rasulullah: Al Muslimuun Syurakaau fii tsalatsin : fil maai wannaari wal kalaai”, Kaum muslimin itu bersekutu terhadap tiga hal; air, api dan rumput” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad). Lahan serupa dikenal sebagai Hima yaitu tanah atau wilayah yang ditetapkan secara khusus oleh negara untuk kepentingan tertentu, tidak boleh dimanfaatkan oleh kepentingan individu. Misalnya menetapkan Hima untuk tambang, untuk padang gembalaan, sebagaimana Abu Bakar Ashidiq rhadiyallah anhu, menetapkan Rubdzah khusus untuk menggembala unta-unta zakat.

2)      Fasilitas Umum

Kemudian terdapat lahan-lahan yang dicadangkan untuk sarana yang digunakan bersama sebagai fasilitas umum. Fasilitas umum ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

a)      Fasilitas umum yang disiapkan di padang pasir

Fasilitas umum ini berupa antara lain rumah peristirahatan para musafir, air gratis. Orang yang paling cepat tiba dirumah peristirahatan lebih berhak atasnya, sampai dia meninggalkannya. Rasulullah ShalAllah Subhanawata ‘alau „Alaihi Wassalam bersabda :”Mina adalah tempat tinggal orang yang lebih cepat datang padanya” (Diriwayatkan Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan Ad-Darimi)

b)     Fasilitas umum yang disiapkan di halaman rumah

Fasilitas umum yang disediakan dirumah-rumah tersebut dengan syarat tidak membawa madharat bagi pemiliknya. Sebaliknya harus tetap meminta ijin kepada pemiliknya jika akan dimanfaatkan.

c)      Fasilitas umum yang disiapkan di jalan raya atau gang.

Penggunaan fasilitas umum ini sepenuhnya kewenangan Sultan (Khalifah), dimana sultan mempunyai dua opsi dalam mengelola fasilitas umum tersebut.

Pertama, kewenangannya hanya sebatas melarang berbuat madharat dalam memanfaatkan fasilitas umum tersebut.

Kedua, kewenangan mengatur pemanfaatannya atas orang-orang yang membutuhkan fasilitas umum tersebut.

Imam Malik berkata :”jika salah seorang dari mereka mengetahui lokasi tersebut dan ia dikenal paling sering menggunakannya, ia lebih berhak atas lokasi tersebut daripada orang lain untuk menghilangkan konflik. Jika mendatangkan kemaslahatan, status umum tanah tersebut diubah menjadi hak milik orang tersebut”.

Demikian pula terhadap kedudukan „ulama dan fuqaha di forum-forum ilmiah dan di masjid-masjid, Imam Malik berkata : “jika salah seorang ulama mengincar salah satu tempat disalah satu masjid, maka lebih berhak terhadap tempat tersebut. Namun sebagian fuqaha menyatakan hal tersebut diserahkan sepenuhnya kepada tradisi yang berlaku dan bukan merupakan hak syari.


H.     FATWA ULAMA MENGENAI PERTANAHAN

1)     Fatwa Syaikh Muhammad Nashiruddin Albani rahimallah

·      Masalah : Hukum sholat di atas tanah ghashab (dicuri).
Pendapat Syaikh al-Albani:
Sholat di atas tanah ghashab adalah haram berdasarkan Ijma/ sebagaimana yang dinukil oleh an-Nawawiy (III/164).  Tetapi yang menjadi perselisihan adalah sah tidaknya sholat di atas tanah ghashab. Jumhur ulama berpendapat, bahwa sholatnya sah.  Adapun Ahmad dan Ibnu Hazm (IV/33-36) dalam kitab 'al-Muhalla  berpendapat, bahwa sholatnya batal. Dan yang lebih dekat dengan kebenaran adalah pendapat Jumhur, sebab penghalangnya tidak termasuk sholat, maka hal tersebut tidaklah menghalangi kesahan sholat tersebut. Wallah Subhanawata ‘alau a'lam. (ats-Tsamaru al-Mustathab (1/396))

·      Masalah: Zakat pertanian sesuai dengan biaya dan usaha.
Pendapat Syaikh al-Albani:
Dari Ibnu Umar ra, ia berkata :'Nabi saw menulis surat untuk penduduk Yaman kepada al-Harits bin Abdu Kalal dan yang bersamanya dari kaum ma'afir dan Hamdan : "Orang-orang mukmin wajib mengeluarkan shadaqah buah-buahan atau hasil perkebunan yaitu sepersepuluh jika diairi oleh sumber air dan air hujan, dan setengah sepersepuluh jika diairi dengan timba.' Dalam hadits ini ada kaidah fiqh yang terkenal yakni perbedaan zakat pertanian sesuai dengan usaha dan biaya. Bila pertanian diairi dengan air hujan, mata air, atau sungai, maka zakatnya sepersepuluh. Bila pertanian diairi dengan timba, alat penyemprot air, sumur bor, dan lainya, maka zakatnya bisa setengahnya dari sepersepuluh. Dan zakat ini tidak mencakup semua hasil bumi. Juga tidak wajib bila jumlahnya sedikit, tetapi zakat ini terkait dengan nishab yang sudah ditentukan oleh sunnah. Dalam hal ini sudah banyak hadits yang menerangkannya.(ash-Shahihah (1/225))
·  Masalah : Dibolehkannya mukhabarah yang tidak ada gharar (tipuan) didalamnya.
Pendapat Syaikh al-Albani:
Mukhabarah adalah muzara'ah (paruhan sawah atau ladang) Dalam kamus, muzara'ah adalah muamalah dalam mengelola tanah dengan system bagi hasil. Adapun bibit dari pihak pemilik tanah, juga dikatakan mukhabarah adalah menanam dengan system bagi hasil separuh atau lainnya. Ada riwayat yang menyatakan larangan mukhabarah dari jalur yang lain....dari Jabir ra yang diriwayatkan oleh Muslim (V/18-19) dan lainnya. Tertapi larangan ini apabila dimungkinkan ada sisi yang mengarah pada gharar dan ketidakjelasan. Bukan dari segi penyewaan tanahnya secara mutlak walaupun dengan emas atau perak. Hal ini berdasarkan sejumlah riwayatyang membolehkan hal-hal yang tidak ada gharar didalamnya Lebih jelasnya silahkan lihat seperti dalam kitab 'Nail al-Authar' dan 'Fath al-Bari' dan lainnya. Zhahir hadits ini menunjukkan, bahwa tidak ada hak baginya atas tanah tanpa seizin pemiliknya tersebut. Hal ini mengandung makna secara mutlak, baik tanah maupun hasil tanamannya. Hal ini dikuatkan dengan hadits berikut "Barangsiapa menanam di tanah suatu kaum tanpa seizinnya, maka hasilnya bukan miliknya, tetapi dikembalikan kepadanya upahnya."(ash-Shahihah (1/203))

·      Tanah Sebagai Indikasi Tempat Untuk Kebangkitan Umat Muslim
Allah SubhanawaTa’ala telah menghimpun (mengumpulkan dan menyatukan) bumi ini untukku, Oleh karena itu. Aku dapat menyaksikan belahan bumi barat dan timur.Sungguh kekuasaan umatku akan sampai ke daerah yang dikumpulkan kepadaku itu (HR. Turmudzi 2/27, Muslim 8/171,abu dawud 4252)
Sungguh agama islam ini akan sampai ke bumi yang dilalui oleh malam dan siang.Allah Ta’ala tidak akan melewatkan seluruh kota dan pelosok desa, kecuali memasukkan agama ini ke daerah itu, dengan memuliakan orang yang mulia dan merendahkan orang yang hina. Yakni memuliakannya dengan islam dan merendahkannya dengan kekufuran. (Albani,kitab at Tahdzir 121,Ibnu Hibban, Sahih:1631,1632,dll)
Dari Abu hurairah berkta, rasulullah bersabda : Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum tanah arab menjadi tanah lapang yang banyak menghasilkan komoditas penting dan memiliki pengairan yang memadai (Muslim3/84,Ahmad 2/703, Hakim 4/477)
Catatan syakhi albani :  berita gembira ini mulai terealisasi dibeberapa kawasan Arab yang telah diberikan karunia Allah Ta’ala berupa alat-alat untuk menggali sumber air dari dalam guyrun pasir. Banyak inisiatif untuk mengalirkan air dari sungai Eufrat ke Jazirah arab. Selang beberapa waktu kelak akan benar-benar terwujud dan bisa kita buktikan.

·      PERTANYAAN :
Ada beberapa petani yang menggarap sawah lading mereka hanya bergantung kepada curahan hujan. Apakah hasil panen tersebut ada zakatnya? Apakah petani tersebut berbeda hukumnya dengan orang yang menggarap sawah ladangnya dengan mesin atau alat-alat lainnya?



Jawab:

Tanaman apa pun yang disirami dengan air hujan, air sungai, atau mata air, apakah ia berupa biji-bijian dan buah, seperti kurma, anggur, gandum, jewawut, maka zakatnya adalah sepersepuluh. Sedangkan yang disirami dengan mesin dan alat, maka zakatnya adalah seperlima. Sesuai dengan hadits yang disabdakan rasulullah: Yang disirami oleh air hujan, zakatnya adalah sepersepuluh, sedangkan yang disiram dengan hewan penarik atau alat  penyemprot, zakatnya adalah seperlima.” (Diriwayatkan Imam Al-Bukhari dalam shahihnya dari Abdullah bin Umar)

·      PERTANYAAN :
Ada beberapa ladang yang menghasilkan berbagai macam buah dan sayur -mayur. Apakah ada zakat dari hasil tersebut? Dan apa saja tanam-tanaman yang harus dizakati?

Jawab:

Mengenai buah-buahan dan sayur-mayuran yang tidak ditimbang dan tidak disimpan, seperti semangka, delima dan semacamnya, maka tidak ada zakat. Kecuali jika benda-benda itu diperdagangkan, maka wajib dizakati ketika sudah mencapai haul (satu tahun) dari ukurannya yang mencapai nisab, Sama seperti barang-barang dagangan. Sedangkan yang wajib dizakati hanyalah biji-bijian dan buah buahan yang ditimbang dan disimpan, seperti: kurma, zabib (anggur yang dikeringkan), jewawut, gandum dan semisalnya. Dalilnya adalah keumuman firman Allah yang berbunyi, Maksudnya, harta yang sudah sampai nisab itu berada dalam genggamannya sudah satu tahun. Jadi, jika sudah sampai nisab, tapi belum satu tahun di tangannya maka tidak wajib zakat. Allahu a`lam (pent.)
 Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya).” (QS. Al-An`am: 141) Juga firman-Nya,  Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (QS. Al-Baqarah: 43) Juga sabda nabi shallallahu `alaihi wasallam yang berbunyi,  “Bagi kurma dan bijian yang orang dari lima wasaq, maka tidak ada shadaqah (zakat) nya.” (Muttafaq `alaih) Hadits di atas menunjukkan wajibnya mengeluarkan zakat dari biji-bijian yang ditimbang dan disimpan jika sudah mencapai lima wasaq.Juga yang menunjukkan kewajibannya, karena nabi shallallahu `alaihi wasallam telah mengambil zakat dari biji gandum dan jewawut, sehingga hal itu menunjukkan wajibnya zakat atas gandum dan biji-bijian yang semisalnya. Semoga Allah memberi taufiq kepada kita semua.
(Kitab20 Fatwa Pilihan KaryaSyaikh Muhammad Nashiruddin Albani)


2)     Syaikh Ibnu Baz
Pertanyaan:
Tiga tahun yang lalu pemerintah menghadiahkan sebidang tanah kepada saya. Sejak awal saya telah berniat menjual tanah terse-but dengan harga yang pantas. Sebab letak tanah tersebut kurang cocok buat saya. Pertanyaannya adalah: Apakah tanah tersebut wajib dikeluarkan zakatnya? Jika wajib, apakah saya harus membayarkan zakatnya selama tiga tahun sebelumnya, atau cukup satu tahun? Berilah saya fatwa semoga Allah membalas kebaikan anda.

Jawaban:

Jika sejak awal anda bermaksud menjualnya, maka hendaklah anda membayarkan zakatnya
dari harga tanah tersebut jika telah genap satu tahun, terhitung sejak anda berniat menjualnya.
Berda-sarkan hadits riwayat Abu Dawud dari Samurah bin Jundub bahwa ia berkata:
"Rasulullah –shollallaahu’alaihi wasallam- memerintahkan kami supaya mengeluarkan zakat atas barang-barang yang kami persiapkan untuk perniagaan." (HR. Abu Dawud, kitab az-Zakah (1562)).
Ada beberapa dalil lain yang mendukung makna hadits di atas. Hanya Allahlah pemberi petunjuk.

Sumber:

Syaikh Ibnu Baz, Fatawa az-Zakah, disusun oleh Muhammad al-Musnad, hal. 38. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit Darul Haq.

3)    Fatwa MUI
A.     DISKRIPSI MASALAH
Tidak bisa dipungkiri bahwa kekayaan alam Indonesia sangat melimpah ruah. Potensi kekayaan alam Indonesia antara lain, kekayaan hutan, lautan, BBM, emas dan barang-barang tambang lainnya. Kawasan hutan Indonesia termasuk yang paling luas di dunia, tanahnya subur, dan alamnya indah. Menurut laporan Walhi yang diterbitkan tahun 1993, rata-rata hasil hutan di Indonesia setiap tahunnya ketika itu adalah 2,5 miliar dolar. Kini diperkirakan mencapai sekitar 7-8 miliar dolar AS. Kekayaan minyak Indonesia juga sangat banyak. Menurut catatan Waspada (12-11-2005), Indonesia memiliki 60 ladang minyak (basins), 38 di antaranya telah dieksplorasi, dengan cadangan sekitar 77 miliar barel minyak dan 332 triliun kaki kubik (TCF) gas. Kapasitas produksinya hingga tahun 2000 baru sekitar 0,48 miliar barrel minyak dan 2,26 triliun TCF. Ini menunjukkan bahwa volume dan kapasitas BBM sebenarnya cukup besar dan jelas sangat mampu mencukupi kebutuhan rakyat di dalam negeri.
B.      KETENTUAN HUKUM
1.    Dalam pandangan Islam, sumber daya alam (SDA) pada hakikatnya milik absolut Allah SWT yang diamanatkan pengelolaan, pemanfaatannya dan pelestariannya kepada manusia.
2.    SDA yang termasuk milik umum seperti air, api, padang rumput, hutan dan barang tambang harus dikelola hanya oleh negara yang hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum.
3.    Dalam pengelolaan, eksplorasi dan eksploitasi SDA harus memperhatikan kelestarian alam dan linkungan serta keberlanjutan pembangunan.
4.    Pengelolaan SDA, baik yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui, harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dan sosial budaya masyarakat, untuk mencapai efisiensi secara ekonomis dan ekologis (ekoefisiensi) dengan menerapkan teknologi dan cara yang ramah lingkungan;
5.    Penegakan hukum merupakan suatu keniscayaan dalam pengelolaan SDA untuk menghindari perusakan SDA dan pencemaran lingkungan;
6.    Perlu senantiasa dilakukan rehabilitasi kawasan rusak dan pemeliharaan kawasan konservasi yang sudah ada, penetapan kawasan konservasi baru di wilayah tertentu serta peningkatan pengamanan terhadap perusakan SDA secara partisipatif melalui kemitraan masyarakat
C.       DASAR HUKUM MENGENAI PENGELOLLAN TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM
1)  Firman Allah SWT. :
(i)    Lukman: 20
(ii)  Al-Haj :65
(iii)Al-Baqarah:29
(iv)Thaha:6
(v)  walaa tufsidu fil ardhi …..
(vi)walaa tabghil fasada fil ardh…
2)  Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput gembalaan, dan api. Harga (menjual-belikannya) adalah haram. (HR. Ibn Majah)
3)  Hadits tentang pengelolaan lahan tidur (ihya mawat). “Barang siapa yang mengelola lahan tidur, maka tanah tersebut menjadi miliknya” (HR Ahmad dan Tirmizi).
4)  Menurut Ibnu Chaldun, manusia harus memanfaatkan kekayaan alam untuk kemaslahan manusia dengan tetap menjaga kelestariannya.
5)  Abu Yusuf, Mawardi dan Abu Ya’la menegaskan agar tidak membiarkan kekayaan alam tidak termanfaatkan (idle). Abu Yusuf mengatakan, Kepala Negara tidak boleh membiarkan tanah yang tidak bertuan tanpa pengelolaan dan Kepala Negara dapat menyerahkan hak pengelolaan tanah tersebut kepada rakyat (masyarakat).
6)  Ketetapan Umar bin Khattab sebagai pemerintah tentang pengelolaan lahan yang mempercayakan kepada masyarakat dalam mengelola kekayaan alam berdasarkan hadits tentang ihyaal mawat (pengelolaan lahan tidur)
Murojaah :
1.   Al Qur’an dan terjemahannya.
2.  Kitab Taqi ad-Din  karya Syaikul Islam Ibnu Taimiyah
3.    Kitab Kasyifus Syubhat, Muhammad Bin  Abdul Wahhab-berupa copy-an yang dibahas dalam kajian di  Perumahan Departemen, Keuangan Karang Tengah, dengan pemateri ustadz Abu Qotadah hafidzullah
4.   kitab Silsilah Hadist Sahih  1/18, Karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Albani
5.   Kitab Al Ahkam As Sulthaniyyah karya Al Mawardi
6.  Kehidupan Sosial Menurut Islam, karya Mustafa Husni Assibai
7.   Kitab 20 Fatwa Pilihan Karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Albani
8.   Fatawa az-Zakah,karya Syaikh Ibnu Baz
9.   Kitab Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit Darul Haq.
10.Fatwa MUI mengenai Pengelolaan Tanah dan sumberdaya alam