31 Agustus 2012

hukum menempatkan kotak amal/sumbangan di masjid


Ini adalah pertanyaan yang diajukan oleh beberapa adik Salafi kami dari Cranford kepada Ayah kami al-'Allaamah Rabi' bin Hadi al-Madkhali -semoga Allah melindunginya- mengenai sebuah Masjid di London (Inggris).

Fatwa Syaikh Rabi' al-Madkhali -حفظه الله- Kotak Amal adalah Metode Hizbiyin!

Penanya: Apa hukum menempatkan kotak amal/sumbangan di masjid untuk mengumpulan dana?
Syaikh Rabi': Siapa yang menempatkannya di masjid? Apa maksud (di belakang) menempatkan kotak ini (di masjid)? (beberapa kata tidak jelas)
Penanya menjawab: Pengurus...
Syaikh Rabi': Pengurus apa?
Penanya menjawab: Pengurus masjid...
Syaikh Rabi': Apakah mereka selalu menempatkan kotak amal di masjid, atau pada Jum'at atau kapan?
Penanya menjawab: Selalu di masjid...
Syaikh Rabi': Selalu?!
Saya melihat ini adalah satu metode/jalan/thariqah dari metode Hizbiyin, ini bukan dari metode Ahlu Sunnah.
Mengemis/meminta-minta adalah haram! Dan tidak diperbolehkan kecuali (jika ada) dalam keadaan memaksa/darurat -barakallahu fika-!
Mengemis asal hukumnya adalah haram! 
"Jika seseorang mengemis/meminta-minta pada manusia, ia akan datang pada hari kiamat tanpa memiliki sekerat daging di wajahnya."(1)
Mengerti?!
Ini adalah metode Hizbiyin -barakallahu fika-, siapa yang ingin mendatangi masjid dan memberikan donasi maka biarkan dia melakukannya, tetapi untuk mengemis maka tidak boleh! Hayyakumullah!


http://islam-itu-mulia.blogspot.com/2012/04/fatwa-syaikh-rabi-al-madkhali-kotak.html

Apa hukum memasang kamera di masjid

Ini adalah pertanyaan yang diajukan oleh beberapa adik Salafi kami dari Cranford kepada Ayah kami al-'Allaamah Rabi' bin Hadi al-Madkhali -semoga Allah melindunginya- mengenai sebuah Masjid di London (Inggris).

Fatwa Syaikh Rabi' al-Madkhali -حفظه الله- Haram memasang kamera di masjid untuk keamanan.

Penanya: Apa hukum memasang kamera di masjid untuk keamanan? (seperti kamera CCTV, dll.)
Syaikh Rabi': Kamera haram/dilarang (dipasang) di masjid dan selainnya, bahkan (pemasangan) ini di masjid lebih besar lagi pelarangannya, seseorang yang membuat gambar (makhluk yang bernyawa) adalah dilaknat/adzab.
"Orang yang paling keras adzab/siksaannya di hari kiamat adalah para tukang gambar".
"Tidak akan masuk malaikat ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar".
Maka Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- menekankan kepada permasalahan gambar lebih daripada beliau menekankan kepada permasalahan riba', pelaku maksiat dan pengikut hawa nafsu.
"Orang yang paling keras adzab/siksaannya di hari kiamat adalah para tukang gambar." ...
Serupa dengan balasan (yang diberikan) kepada Fir'aun:
وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوٓا۟ ءَالَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
"...dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): "Masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras." {Al-Ghafir: 46}
Maka manusia menjadi meremehkan permasalahan gambar dalam berita, artikel, majalah dan kamera, selalu... -kamu melihat mereka (terjatuh) pada keharaman merekam manusia-, mereka membabi buta mengikuti orang Yahudi dan Nasrani, mereka membabi buta mengikuti orang Yahudi dan Nasrani, dan melupakan Sunnah Nabi mereka -'alaihis shallatu wassalam-. Dan mereka melupakan ancaman keras terhadap permasalahan gambar dan yang serupa dengannya. Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- melihat sebuah 'qiram', tirai yang ada gambarnya, maka beliau marah karenanya -alaihis shallatu wasallam-, dan memerintahkan untuk menghapus (gambar)nya, -'alaihis shallatu wasallam-.
Dan gambar pada masa ini, di majalah, surat kabar, dan televisi, lebih besar dalam (menimbulkan) fitnah, lebih (dalam jumlah) dan lebih nyata (yaitu dalam penampakannya), dan ini sangat nyata. Barakallahu fikum.
               SUMBER : http://islam-itu-mulia.blogspot.com/2012/04/fatwa-syaikh-rabi-al-madkhali-kamera.html 

HUKUM WANITA MEMBONCENG OJEK


Sebagai seorang wanita muslimah mungkin merasa sedikit kerepotan untuk bepergian ke luar rumah mengerjakan tugas-tugas pekerjaan. Terutama karena tidak adanya angkutan umum. Satu-satunya angkutan hanya ojek. tentu saja wanita muslimah yang insya Allah selalu berupaya untuk berpegang pada norma-norma ajaran Islam, merasa kurang sreg untuk duduk dibonceng oleh tukang ojek, yang jelas-jelas bukan mahram.

Mungkin bila ada situasi darurat, ada alasannya. Tapi naik ojek itu bukan hanya sekali, tapi tiap hari pagi dan petang. Ternyata yang mengalami masalah ini bukan hanya saja seorang. Teman-teman akhwat lainnya pun ikut merasakan perasaan yang sama. Di komplek perumahan kami paling tidak ada puluhan para akhwat yang mengalami hal ini. Bagaimana mungkin kita tiap hari berdawah dan mengarahkan orang lain untuk ber-Islam secara kaffah, tapi setiap hari kita malah boncengan dengan laki-laki dan  Bukankah hal ini sangat kontradiktif

Masalah wanita muslimah naik ojek memang sejak dulu selalu timbul dan hingga hari ini belum pernah tuntas. Di satu sisi, ada ketentuan di dalam syariat Islam tentang pergaulan antara laki-laki dan wanita. Salah satunya larangan untuk berduaan, bersentuhan atau saling bersamaan tanpa mahram.
Jika kendaraan tersebut (ojeg)di atasnya menggunakan, seperti pelana (semacam tempat duduk tersendiri, dengan pegangannya), atau yang sejenis, dimana kalau wanita tersebut naik di belakangnya, dia tidak akan menyentuh pemboncengnya, dan rute perjalanannya di dalam kota, dengan kata lain tidak melintasi kawasan terpencil, maka hukumnya boleh jika memenuhi dua syarat ini: (1) wanita tersebut naik di belakangnya, sementara dia tidak menyentuh pemboncengnya, dan (2) tidak membawanya, kecuali pada rute dimana mata orang bisa memandanginya. Alasannya, karena Rasulullah saw. pernah membawa Asma’ ra. (adik ipar Nabi) di Madinah, tatkala dia memikul beban yang berat di atas kepalanya. Maka, Rasulullah saw. hendak merundukkan untanya agar bisa dinaiki Asma’, namun Asma’ lebih suka melanjutkan perjalanannya, dengan tidak menaiki (unta Nabi). Sudah lazim diketahui, bahwa di atas unta itu ada punuk, dimana yang pertama bisa dinaiki oleh seseorang, setelah itu berikutnya bisa dinaiki di belakangnya, sementara orang yang kedua tidak harus menyentuh orang yang pertama. Punuk tadi ada di antara kedua orang tersebut. Orang yang kedua pun bisa memegang punuk tadi, sesuka hatinya. Dengan kata lain, unta itu merupakan kendaraan yang memungkinkan untuk dinaiki dua orang, dimana satu sama lain tidak harus saling berpegangan.

Al-Bukhari telah mengeluarkan dari Asma’ bint Abi Bakar berkata:
وَكُنْتُ أَنْقُلُ النَّوَى مِنْ أَرْضِ الزُّبَيْرِ الَّتِيْ أَقْطَعَهُ رَسُوْلُ اللهِ  عَلَى رَأْسِيْ … إِلَى أَنْ تَقُوْلَ “ثُمَّ قَالَ الرَّسُوْلُ  إِخْ إِخْ لَيَحْمِلْنِي خَلْفَهُ فَاسْتَحْيَيْتُ …”.
Saya pernah membawa benih dari tanah az-Zubair (suami saya), yang telah diberikan oleh Rasulullah saw., dipanggul di atas kepala saya… sampai pernyataan beliau: Kemudian, Rasulullah saw. berkata: Ikh, ikh agar beliau bisa membonceng saya di belakangnya, tetapi saya merasa malu..

Ikh, ikh maksudnya, beliau ingin merundukkan untanya (supaya bisa dinaiki Asma’ di belakangnya).

Karena itu, jika bagian punggung kendaraan tersebut memang siap untuk dinaiki dua orang, tanpa harus bersentuhan satu sama lain, sementara rute perjalanannya bukan di kawasan sepi (terpencil), maka hal itu boleh (mubah).
Tetapi, jika tidak (memenuhi dua syarat tersebut), maka tidak boleh (haram). maka bisa ditarik kesimpulan, bahwa naiknya wanita di ojek, dibelakang lelaki (bukan mahram) yang tidak ada sesuatu yang bisa memisahkan tempat duduknya, dalam konteks seperti ini hukumnya tidak boleh (haram). Namun, kalau orang-orang itu ingin membonceng di belakangnya, hendaknya membonceng kaum pria saja, atau membawa kaum wanita tersebut dengan mengendarai kendaraan (seperti motor tossa yang di belakangnya ada gerobak pengangkut, atau becak Aceh), sementara pria pengendaranya membawa mereka. Bukan dengan wanita tersebut naik di belakangnya (ojek), dan memegangi (tubuh pengemudi)-nya, maka ini hukumnya tidak boleh (haram). AllahuA’lam
sumber : saif muhammad al amrin. wordpress.com

Hukum Wanita Mengendarai Mobil


Oleh: Ustadz Askary Hafizhahullaah
Kami orang perantauan yang tentunya jauh dari kerabat, ana/kami harus mengantar anak-anak ke ma’had untuk menuntut ilmu setiap hari. Suami tidak bisa antar karena harus pergi pagi dan pulang sore kecuali hari libur. Di sisi lain ana mendengar bahwa wanita haram untuk membawa/menyupir mobil apalagi motor. Apakah supir yang mengantar sedangkan anak-anak kami perempuan. Atau jalan kaki sementara rumah kami jauh atau harus pindah dan tinggal di ma’had (ma’had ibnul qoyyim Balikpapan) sedangkan harga tanah di dekat ma’had sudah melambung tinggi bersaing dengan harga di Jakarta. Allahul musta’an. Tolong ustadz beri jalan keluar dan mohon dijelaskan di mana letak keharamannya ummahat menyupir. Jazaakallaahu khairan.
Jawab :
Ma’aasyiral ikhwah Rahimakumullaah ada beberapa qawaaid yang penting untuk kita ketahui dalam menjawab permasalahan ini:
Pertama, bahwa agama ini datang untuk mendatangkan kemaslahatan, bukan untuk menimbulkan kerusakan. Dan ini merupakan qaidah yang muttafaq alaiha. Agama dan syari’at ini datang untuk memberi kemaslahatan bukan untuk menimbulkan kerusakan dan mafsadah. Kata Al Allaamah As Sa’di Rahimahullaah
الدِّيْنُ مَبْنِيٌّ عَلَى الْمَصَالِح فِي جَلبِهَا وَالدَّرْءِ لِلقَبَائِح
agama itu dibangun di atas mashaalih/kemaslahatan. Oleh karena itu, tidak satupun dari syari’at yang dibawa oleh Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wasallam melainkan pasti ada kemaslahatannya. Apakah maslahat itu murni maslahat atau maslahatnya lebih besar daripada mafsadahnya/kerusakannya.
Kemudian yang kedua, berkenaan tentang seorang wanita, asal hukum seorang wanita adalah tinggal di rumah. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
“Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian.” (Al-Ahzab: 33)..(1)
Dan nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam mengatakan  الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ  wanita itu aurat(2).
Ketiga, bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala tidak mengikat wanita itu harus tinggal di rumah selama-lamanya. Dalam artian tidak ada dispensasi untuk keluar… Tidak demikian!!
Oleh karena itu Allah Subhanahu wa ta’ala setelah menyebutkan perintah tinggal di rumah untuk para wanita
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
Allah melanjutkan
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُْ ولَ’
“jangan kalian bertabarruj seperti tabarrujnya wanita-wanita jahiliyyah dahulu”. Dalam artian di saat kalian keluar dari rumah kalian, ini isyarat dari Allah Subhanahu wa ta’ala menunjukkan bolehnya keluar namun jaga adab. Jangan tabarruj, jangan bersolek, jangan membuka aurat, jangan mendatangkan fitnah, jangan menggerak-gerakkan tubuh untuk memperdengarkan perhiasan  yang dia kenakan, jangan dia keluar dengan memakai parfum dan yang semisalnya merupakan bentuk tabarruj yang dilarang di dalam syari’at Allah Subhanahu wa ta’ala.
Oleh karena itu, dalam hadits ‘Aisyah Radhiallaahu ‘anha, kata Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam:
قَدْ أَذِنَ لَكُنَّ أَنْ تَخْرُجْنَ لِهالِحاجاتِكُنَّ
“Allah telah memberikan izin kepada kalian wahai para wanita untuk keluar dari rumah kalian karena kalian memiliki haajah/kebutuhan.” (HR. Al-Bukhari no. 5237 dan Muslim no. 2170).
Dalam riwayat lain,
إِنَّ‎ ‎اللّهَ‎ ‎قَدْ‎ ‎جَعَلَ‎ ‎لَكُنَّ‎ ‎الرُّخْصَحُ‎ ‎أَنْ‎ ‎تَخْرُجْنَ لِهَوَا ……
bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala telah menjadikan untuk kalian Rukhshah/keringanan disebabkan karena kalian pun memiliki kebutuhan pada saat keluar dari  rumah-rumah kalian.
Inilah prinsip-prinsip yang penting harus diketahui bahwa islam datang untuk mendatangkan maslahat bukan untuk membawa dan menimbulkan kerusakan. Asal hukum wanita tinggal di rumah, kemudian diperbolehkan keluar dari rumah apabila ada haajah. Tidak menjadikan orang dikit-dikit keluar rumah, sedikit-sedikit safar, sedikit-sedikit bepergian.
Kemudian yang berikutnya, termasuk diantara perkara yang tidak diperbolehkan bagi seorang wanita adalah safar tanpa mahram.
لاَ ‎تُسَافِرُ‎ ‎مَرْأةِ‎ ‎إِلاَّ مَعَ‎ ‎ذِي مَحْرَمٍ
seorang wanita tidak diperbolehkan safar kecuali bersama mahram.
Apabila kita telah memahami hal-hal yang seperti ini, kita kembali kepada inti pembahasan. apa hukumnya wanita menyupir mobil/motor?
Ini termasuk perkara yang mawaazil, permasalahan kontemporer yang tentunya belum ada di zaman Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Yang disebut mobil, motor…
Jadi untuk mendapatkan suatu dalil tentang hukum wanita menyupir mobil itu tidak ada,,, sama sekali tidak ada….. Atau membawa motor. Karena kendaraan mereka ketika itu bukanlah mobil/motor. Oleh karena itu, penting untuk kita pahami bahwa memang para ulama lebih khusus lagi para ulama di Arab Saudi Hafizhahumullah wa Rahimahumullaah mereka secara umum mengharamkan seorang wanita menyetir mobil. Mungkin tidak dibahas menyetir motor karena memang di Arab Saudi sangat kurang yang namanya motor. Sehingga tidak masuk ke dalam pembahasan. Beda dengan negeri kita, motor mungkin lebih banyak dari mobilnya.
Ma’aasyiral ikhwah Rahimakumullaah, para ulama ketika mereka mengharamkan seorang wanita menyetir mobil itu bukan karena asal hukum menyetir itu haram. Jadi permasalahan bukan kembali kepada hukum menyetirnya, namun dampak negatifnya. Keburukannya yang menyebabkan para ulama mengharamkan. Dibangun di atas kaidah “maa aghda ila muharram fa huwa muharram”, apa yang mengantarkan kepada suatu yang haram maka itu juga diharamkan.
Al wasiilah ilal haram, sarana untuk terjatuh kepada perkara yang diharamkan. Dan juga berdasarkan qaaidah “dar-’url mafaasid muqaddar ‘ala jalbil mashaalih. Menolak satu kerusakan itu lebih didahulukan daripada mengharapkan/mendatangkan suatu maslahat. Bagi siapa yang membaca fatwa ulama syeikh bin baz, syeikh Utsaimin dan yang lainnya itu akan mendapati bahwa mereka mengharamkan bukan karena masalah menyetirnya namun dampak negatif. Hilangnya rasa malu pada wanita, disebabkan karena kebiasaan menyetir mobil, dikit-dikit keluar…dikit-dikit keluar. Akhirnya jadi tukang keluar rumah. Sehingga dia tidak betah dengan rumahnya. Tidak ada lagi istilah “baiti jannati” rumahku adalah surgaku. Sehingga menimbulkan sekian banyak mafsadah. Di rumah akhirnya sampai tidak terurus, mungkin anaknya tidak terurus atau yang semisalnya. Di luar rumah juga senangnya keluyuran kesana kemari. Karena dia sudah bisa nyetir, gak ada urusan dengan suami. Suami gak ada, gak ada masalah. Pergi keluar sendirian. Akhirnya menimbulkan ikhtilath yang semakin merebak. Jalan ke mall-mall dan seterusnya. Berjalan ke sana kemari tanpa ada haajah/kebutuhan. Dan dikhawatirkan juga mereka akan safar ke sana kemari. Terlebih lagi kondisi di Arab Saudi, subhanallaah safar antara daerah ke daerah lain tanpa terasa karena jalan yang bagus. Hingga seseorang bisa menyetir dengan kecepatan tanpa terasa tiba di daerah lain. Safar tanpa terasa… Nah karena mafsadah-mafsadah inilah sehingga para ulama mengharamkan.
Dan perlu kita mengetahui bahwa hukum syar’i itu terbagi menjadi dua:
1. Hukum yang tidak bisa berubah/tsaabit meskipun disertai dengan perubahan zaman (perubahan waktu), perubahan tempat hukumnya tetap “hukum”. Seperti shalat 5 waktu, tidak ada istilah bahwa 2000 kemudian shalat akan menjadi 4 kali shalat sehari semalam misalnya, tidak ada… Lima kali shalat semenjak Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan umat ini sampai seterusnya hingga hari kiamat, tetap wajib. Puasa di bulan ramadhan tetap wajib, gak  ada perubahan.
2. Ada hukum-hukum yang terjadi perubahan disebabkan karena perubahan zaman dan perubahan tempat. Misalnya masalah haddus safar/batasan safar. Berapa batasannya? Terjadi perselisihan di kalangan para ulama bahwa yang shahih tidak ada batasan tertentu sekian kilo ini adalah safar. Namun ini semua dikembalikan kepada urf/kebiasaan sebuah negeri. Apabila di negeri tersebut berjalan di suatu daerah menuju daerah lain ini teranggap sebagai “safar” maka itulah safar. Dan apabila berjalan di suatu tempat menuju ke tempat yang lain tidak teranggap safar maka itu bukan safar meskipun jauh jaraknya. Dan apa yang menjadi kebiasaan bagi masyarakat maka menjadi safar meskipun dekat jaraknya.
Jadi berbeda antara satu daerah dengan daerah lain.
Oleh karena itu, Ma’aasyiral ikhwah Rahimakumullah sekarang kita lihat kondisi kita di Indonesia. Dengan kondisi yang subhanallaah… Wanita mengumbar aurat ke sana kemari. Di Arab Saudi wanita tahaajjibat, mereka berhijab (menutup wajah-wajah mereka). Dengan meyetir mobil mereka akan terbiasa untuk membuka wajah. Apalagi kalau dihentikan ada polisi misalnya, lihat simnya mana?? Dilihat simnya benner ga ini orangnya. Jangan-jangan bukan,,,, Sehingga dikhawatirkan hal-hal yang seperti ini.
Nah, ma’aasyiral ikhwah Rahimakumullah, sehingga kita lihat kondisi wanita di negeri ini apabila tetap menjaga kemaluannya, menjaga auratnya, memelihara kehormatannya, dan tetap berada di batasan-batasan yang disyariatkn dalam keadaan dia  berhijab. Dan tentunya lebih utama & itu pendapat yang shahih InsyaaAllaah ta’ala kewajiban wanita untuk menutup wajah berdasarkan hadits-hadit yang datang dari nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Kalau dia menjaga ini…
Dan subhanallaah dalam keadaan tidak ada yang bisa mengantarnya keluar. Kalau misalnya dia punya mahram dan itulah yang lebih utama. Apabila dia punya suami maka suamilah yang lebih utama menyetir. Dia punya anak laki-laki yang mengantarnya ke sana kemari, yang menyetir. Tapi pembicaraan kita dalam kondisi seorang wanita seperti yang disebutkan dalam pertanyaan ini. Apalagi jika wanita sendirian, gak punya anak, janda. Tentu pada saat dia menyetir sendiri, itu lebih ringan daripada dia keluar untuk mencari angkot. Telah kita ketahui sekarang subhaanallaah, naik angkot bagi para wanita sangat berbahaya. Tidak jarang seorang wanita diculik, diperkosa, kemudian dibunuh wal ‘iyaadzubillaah. Dan terkadang pula yang namanya angkot supirnya ya laki-laki ketika seorang wanita/akhwat naik angkot mungkin saja dia sendirian di situ. Akhirnya dia berduaan dengan supir dan ini sangat berbahaya bagi wanita tersebut. Jika dia turun, apakah dia turun untuk mencari angkot yang lainnya akhirnya dia bayar lagi, turun kemudian menunggu lagi yang lain…kemudian dia akan mengeluarkan uang lagi. Subhaanallaah masyaqqah (kesulitan). Belum lagi dia akan menampakkan dirinya. Berbeda kalau misalnya dia menyetir di dalam mobilnya dan InsyaaAllaah ta’ala dia merasa aman dengan fitnah. Kalaulah itu dianggap kemudaratan irtikaabu ahabbu dararain, melakukan sesuatu yg kemudaratannya lebih kecil daripada kemudaratan yang lebih besar.
Demikian pula seorang wanita ketika mengendarai motor, hendaknya dia menjaga hijab, hati-hati dari tersingkap hijab pakaiannya. Jaga dengan penuh kehormatan itupun perhatikan keluar dalam keadaan haajah. Kalau dia punya suami, hendaknya dia bersama suaminya. Jangan dia memudahkan berjalan ke sana kemari. Adapun hal-hal yang tidak penting, seorang akhwat kadang-kadang menggampangkan, Subhanallaah. Ada acara walimahan naik motor ke sana. Padahal memungkinkan dia punya mahram, bersama dengan mahramnya lebih baik, suaminya, anaknya. Jangan bermudah-mudahan keluar dengan membawa mobil sendirian. Namun ketika dalam kondisi haajah, ada kebutuhan dan dia merasa aman dari fitnah dan mengharuskan dia misalnya harus mengantar anaknya dalam keadaan dia tidak punya yang lain, suaminya misalnya. Maka dia menjaga kehormatannya maka InsyaaAllaah ta’ala tidak mengapa. Namun sekali lagi jangan memudah-mudahkan permasalahan ini. Wallaahu ta’ala a’lamu bish shawaab.
Catatan kaki:
1) Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
Artinya: “dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” (Al Azhab : 33)
2) Rasulullaah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu aurat, maka bila ia keluar rumah, setan terus memandanginya (untuk menghias-hiasinya dalam pandangan lelaki sehingga terjadilah fitnah).” (Dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Tirmidzi, Al-Misykat no. 3109, dan Al-Irwa’ no. 273. Dishahihkan pula oleh Al-Imam Muqbil ibnu Hadi Al-Wadi’i rahimahullahu dalam Ash-Shahihul Musnad, 2/36
Ditranskrip dari tanya jawab tal’lim Ustadz Askari Hafizhahullaah.
sumber : permatamuslimah.co.nr

Hukum Memakai Celana Panjang Bagi Wanita


 


Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah

            Pertanyaan: Apakah hukumnya memakai celana panjang yang banyak dipakai wanita di zaman sekarang?
            Jawaban: Segala puji bagi Allah Subhanahuwata’alla Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya serta yang mengikuti mereka hingga hari pembalasan.
            Sebelum menjawab pertanyaan ini, saya memberi nasehat kepada laki-laki yang beriman: hendaklah mereka menjadi pemimpin bagi orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya, seperti anak laki-laki dan wanita, istri, saudari dan selain mereka. Hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah Subhanahuwata’alla dalam kepemimpinan ini. Hendaklah mereka tidak melepaskan tali ikatan kepada wanita, yang Nabi Muhammad salallahu’alihi wassalam bersabda pada diri mereka:
قال رسول الله e : (ماَ رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ )
Rasulullah salallahu’alihi wassalam bersabda: "Aku tidak melihat dari wanita-wanita yang kurang  akal dan agama yang lebih mempengaruhi bagi hati laki-laki yang bijaksana selain dari salah seorang dari kalian."[1]
            Dan saya bependapat agar kaum muslimin jangan berjalan mengikuti mode ini, berupa berbagai jenis pakaian yang muncul dan banyak dijumpai yang diadaptasi dari trend mode budaya barat, dan kebanyakan darinya tidak sesuai dengan pakaian islami yang harus menutup semua tubuh wanita, seperti pakaian-pakaian pendek, ketat atau tipis. Termasuk di antaranya adalah celana panjang, sesungguhnya ia menggambarkan bentuk kaki wanita, demikian pula perut, pinggang, kedua payudaranya dan bentuk dari anggota tubuh lainnya. Maka memakainya termasuk dalam hadits Nabi Muhammad salallahu’alihi wassalam:
قال رسول الله e : (صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ, وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ, مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ, رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ, لاَيَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَيَجِدْنَ رِيْحَهَا, وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا)
Rasulullah bersabda: 'Ada dua golongan penghuni neraka yang belum aku lihat: Orang-orang yang memiliki cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul manusia. Dan wanita yang berpakaian seperti telanjang, berlenggang-lenggok dan menggoyang-goyangkan pundaknya, kepala mereka seperti punuk unta yang bergoyang-goyang. Mereka tidak masuk surga dan tidak mencium aromanya, dan sesungguhnya aromanya bisa tercium dari jarak seperti ini dan seperti ini."[2]
            Nasehat saya bagi laki-laki dan wanita yang beriman: hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah Subhanahuwata’alla, bersungguh-sungguh memakai pakaian islami yang menutup tubuh dan janganlah mereka menyia-nyiakan harta mereka untuk mengoleksi seperti pakaian ini. Wallahul muwaffiq.

            Pertanyaan 2: Syaikh, alasan mereka bahwa celana panjang ini lebar dan luas, di mana sudah menutup (semua tubuh)?
            Jawaban 2: Sekalipun luas dan lebar karena membedakan engkau dari laki-laki yang cenderung tidak menutup rapat. Kemudian, dikhawatirkan juga termasuk wanita yang menyerupai laki-laki karena celana panjang termasuk pakaian laki-laki.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin – Dakwah, edisi 1/1476 – 18-8-1415 H.


[1]  HR. Al-Bukhari 304, 1462 dan Muslim 79
[2]  HR. Muslim 2128. 

sumber : Islamhouse.com

28 Agustus 2012

Hukum Menyingkat Tulisan Salam,SAW,SWT,


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Banyak saudara kita yang menulis ucapan salam, ucapan sholawat dan asma Allah dengan singkatan, baik itu di comment-comment, di sms, dll. Kita tahu bahwa menulis tidaklah beda dengan kita berbicara kepada orang lain, yang mana di situ ada malaikat yang senantiasa mencatat perbuatan tersebut.
Sekecil apapun perbuatan itu pasti ada nilainya di sisi Allah, dan sesungguhnya amal ibadah seseorang itu tergantung dari keikhlasan masing-masing individu, kalaulah kita hendak bersholawat, hendaknya menuliskannya dengan lengkap (tidak dengan menyingkatnya), sebagai bukti keikhlasan kita dalam mengamalkannya.
Insya Allah dengan membiasakan ini amalan kita akan menjadi sempurna, Inilah adab kepada Allah dan Rasul-Nya    yang harus kita perhatikan. Berikut adalah fatwa-fatwa ulama seputar masalah penyingkatan kata:
Fatwa Syaikh Wasiyullah Abbas (Ulama Masjidil Haram, pengajar di Ummul Qura)
Soal:
Banyak orang yang menulis salam dengan menyingkatnya, seperti dalam Bahasa Arab mereka menyingkatnya dengan wrwb islam Fatwa Larangan Penyingkatan Salam dan Shalawat Dalam bahasa Inggris mereka menyingkatnya dengan “ws wr wb” (dan dalam bahasa Indonesia sering dengan “ass wr wb” – pent). Apa hukum masalah ini?
Jawab:
Tidak boleh untuk menyingkat salam secara umum dalam tulisan, sebagaimana tidak boleh pula meningkat shalawat dan salam atas Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak boleh pula menyingkat yang selain ini dalam pembicaraan.
Fatwa Lajnah Ad-Daimah (Dewan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia)
Soal:
Bolehkah menulis huruf SAW yang maksudnya shalawat (ucapan shallallahu ‘alaihi wasallam). Dan apa alasannya?
Jawab:
Yang disunnahkan adalah menulisnya secara lengkap –shallallahu ‘alaihi wasallam- karena ini merupakan doa. Doa adalah bentuk ibadah, begitu juga mengucapkan kalimat shalawat ini.
Penyingkatan terhadap shalawat dengan menggunakan huruf shad atau penyingkatan Salam dan Shalawat (seperti SAW, penyingkatan dalam Bahasa Indonesia -pent) tidaklah termasuk doa dan bukanlah ibadah, baik ini diucapkan maupun ditulis. Dan juga karena penyingkatan yang demikian tidak pernah dilakukan oleh tiga generasi awal Islam yang keutamaannya dipersaksikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga serta para sahabat beliau.
Dewan Tetap untuk Penelitian Islam dan Fatwa
Ketua: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Ibn Abdullaah Ibn Baaz;
Anggota: Syaikh ‘Abdur-Razzaaq ‘Afifi;
Anggota: Syaikh ‘Abdullaah Ibn Ghudayyaan;
Anggota: Syaikh ‘Abdullaah Ibn Qu’ood
(Fataawa al-Lajnah ad-Daa.imah lil-Buhooth al-’Ilmiyyah wal-Iftaa., – Volume 12, Halaman 208, Pertanyaan ke-3 dariFatwa No.5069)
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah
Soal:
Apa keutamaan bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam? Bolehkah kita menyingkat ucapan shalawat tersebut dalam penulisan, misalnya kita tulis Muhammad SAW dengan maksud singkatan dari salallahu ‘alaihi wassalam ?
Jawab:
“Mengucapkan shalawat untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan perkara yang disyariatkan. Di dalamnya terdapat faedah yang banyak. Di antaranya menjalankan perintah Allah, menyepakati Allah Subhanallahu Wa ta’ala dan para malaikat-Nya yang juga bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya.” (Al-Ahzab: 56)
Faedah lainnya adalah melipat gandakan pahala orang yang bershalawat tersebut, adanya harapan doanya terkabul, dan bershalawat merupakan sebab diperolehnya berkah dan langgengnya kecintaan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam. Sebagaimana bershalawat menjadi sebab seorang hamba beroleh hidayah dan hidup hatinya. Semakin banyak seseorang bershalawat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengingat beliu, akan semakin kental pula kecintaan kepada beliau di dalam hati. Sehingga tidak tersisa di hatinya penentangan terhadap sesuatu pun dari perintahnya dan tidak pula keraguan terhadap apa yang beliau sampaikan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah memberikan anjuran untuk mengucapkan shalawat atas beliau dalam beberapa hadits. Di antaranya hadits yang diriwayatkan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah Radhiallahuanhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Siapa yang bershalawat untukku satu kali maka Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali.”
Dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu juga, disebutkan bahwa Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan (Dengan tidak dikerjakan shalat sunnah di dalamnya, demikian pula Al-Qur’an tidak dibaca di dalamnya. (-pent.)) dan jangan kalian jadikan kuburanku sebagai id (tempat kumpul-kumpul -pent). Bershalawatlah untukku karena shalawat kalian sampai kepadaku di mana pun kalian berada.” [Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah pula bersabda:
“Terhinalah seorang yang aku (namaku) disebut disisinya namun ia tidak mau bershalawat untukku.” [HR. At-Tirmidzi, kata Asy-Syaikh Muqbil dalam Ash-Shahihul Musnad Mimma Laisa fish Shahihain, “Hadits hasan gharib.”]
Bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam disyariatkan dalam tasyahhud shalat, dalam khutbah, saat berdoa serta beristighfar. Demikian pula setelah adzan, ketika keluar serta masuk masjid, ketika mendengar nama beliau disebut, dan sebagainya.
Perkaranya lebih ditekankan ketika menulis nama beliau dalam kitab, karya tulis, risalah, makalah, atau yang semisalnya berdasarkan dalil yang telah lewat. Ucapan shalawat ini disyariatkan untuk ditulis secara lengkap/sempurna dalam rangka menjalankan perintah Allah Azza wa Jalla kepada kita dan agar pembaca mengingat untuk bershalawat ketika melewati tulisan shalawat tersebut. Tidak sepantasnya lafazh shalawat tersebut ditulis dengan singkatan misalnya shad1 islam Fatwa Larangan Penyingkatan Salam dan Shalawat atau slm1 islam Fatwa Larangan Penyingkatan Salam dan Shalawat ataupun singkatan-singkatan yang serupa dengannya, yang terkadang digunakan oleh sebagian penulis dan penyusun. Hal ini jelas menyelisihi perintah Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya:
“… bershalawatlah untuk Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya.”
Dan juga dengan menyingkat tulisan shalawat tidak akan sempurna maksudnya serta tidak diperoleh keutamaan sebagaimana bila menuliskannya secara sempurna. Terkadang pembaca tidak perhatian dengan singkatan tersebut atau tidak paham maksudnya.
“Menyingkat lafazh shalawat ini dibenci oleh para ulama dan mereka memberikan peringatan akan hal ini.”

Ibnu Shalah
Ibnu Shalah dalam kitabnya ‘Ulumul Hadits yang lebih dikenal dengan Muqqadimah Ibnish Shalah mengatakan, “(Seorang yang belajar hadits ataupun ahlul hadits) hendaknya memerhatikan penulisan shalawat dan salam untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila melewatinya. Janganlah ia bosan menulisnya secara lengkap ketika berulang menyebut Rasulullah.”
Ibnu Shalah juga berkata, “Hendaklah ia menjauhi dua kekurangan dalam penyebutan shalawat tersebut:
Pertama, ia menuliskan lafazh shalawat dengan kurang, hanya meringkasnya dalam dua huruf atau semisalnya.
Kedua, ia menuliskannya dengan makna yang kurang, misalnya ia tidak menuliskan wassalam islam Fatwa Larangan Penyingkatan Salam dan Shalawat
Al-‘Allamah As-Sakhawi
Al-‘Allamah As-Sakhawi dalam kitabnya Fathul Mughits Syarhu Alfiyatil Hadits lil ‘Iraqi, menyatakan, “Jauhilah wahai penulis, menuliskan shalawat dengan singkatan, dengan engkau menyingkatnya menjadi dua huruf dan semisalnya, sehingga bentuknya kurang. Sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang jahil dari kalangan ajam (non Arab) secara umum dan penuntut ilmu yang awam. Mereka singkat lafazh shalawat dengan saw dan shad, Karena penulisannya kurang, berarti pahalanya pun kurang, berbeda dengan orang yang menuliskannya secara lengkap.
As-Suyuthi
As-Suyuthi berkata dalam kitabnya Tadribur Rawi fi Syarhi Taqrib An-Nawawi, mengatakan, “Dibenci menyingkat shalawat dan salam dalam penulisan, baik dengan satu atau dua huruf seperti menulisnya dengan slm3, bahkan semestinya ditulis secara lengkap.”
Inilah wasiat saya kepada setiap muslim dan pembaca juga penulis, agar mereka mencari yang utama atau afdhal, mencari yang di dalamnya ada tambahan pahala dan ganjaran, serta menjauhi perkara yang dapat membatalkan atau menguranginya.”

Kesimpulan:
Kita tidak boleh menyingkat salam dengan cara apapun, misalnya “assalaamu’alaykum wr.Wb.”, menyingkat sholawat seperti SAW atau menyingkat lafadz dengan SWT. Alasannya seperti yang telah dijelaskan oleh ulama-ulama diatas karena didalamnya ada bentuk do’a dan pengagungan kepada Allah yang telah disyari’atkan, Misal ada orang menyingkat “Allah SWT” berarti dia telah menyelisihi bentuk pengagungan yang telah di syari’atkan, hendaknya dia menulis “Allah Subhanallahu wa ta’ala”. Ada juga yang menuliskan ALLAH dengan huruf “4JJ1″, tidak boleh kita menulis seperti ini karena “4JJ1″ telah diselewengkan maknanya menjadi “For Judas Jesus Isa Al-Masih”. Maha suci Allah dari ucapan seperti ini.
Firman Allah subhannallahuwa ta’ala (yang artinya):
“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (An Nisaa’: 86).
Berikut ucapan salam dan keutamaannya yg telah dicontohkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam:
“Telah datang seorang lelaki kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam dan berkata, ‘Assalamualaikum’. Maka Rasulullah menjawab salam kemudian dia duduk. Maka Rasulullah berkata sepuluh pahala kemudian datang yang lain memberi salam dengan berkata ‘Assalamualaikum warahmatullah’, lalu Rasulullah menjawab salam tadi, dan berkata dua puluh pahala. Kemudian datang yang ketiga terus berkata ‘Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh’. Rasulullah pun menjawab salam tadi dan terus duduk, maka Rasulullah berkata tiga puluh pahala. (Hadits Hasan :Riwayat Abu Daud Tarmizi)
Semoga bermanfaat, Wallahu Ta’ala a’lam bissowab
-Abu Ahmed-
————————
Tambahan :
Disampaikan oleh Al-Imam As-Suyuthi rahimahullah di dalam Tadribu Ar-Rawi bahwa orang yang pertama kali menuliskan shad-lam-’ain-mim dihukum dengan dipotong tangannya [!!] (Dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 249)
Sumber :
Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 2/396-399, Asy-Syaikh Ibn Baz
Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’ah Al- Muslimah, Hal. 89-91, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Syaikh Muhammad bin Ibrohim Alusy Syaikh
Syaikh Abdurrohman Nashir as-Sa’di
Syaikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baz
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin
Syaikh Sholih Fauzan Abdulloh Fauzan
Penerbit: Daar ibnul Jauzi (Mesir), cet. 1/1426 H
Kitab Tadribu Ar-Rawi, Al-Imam As-Suyuthi rahimahullah
Islam kaffah
Sumber : Maktabah Abu Namira On Line

26 Agustus 2012

AGAR ANDA BAHAGIA DENGAN SUAMI ANDA


Oleh : Majdi Fathi Sayyid


1. Jangan membiarkan suami anda memandang dalam keadaan anda tidak menggembirakannya. 
    Wanita yang paling baik adalah wanita yang selalu membuat suaminya bahagia.
2. Hendaklah senyum itu senatiasa menghiasi bibirmu setiap anda dipandang oleh sang suami.
3. Perbanyaklah mencari keridhan suami dengan mentaatinya, sejauh mana ketaatan anda kepada suami, 
    sejauh itu pulalah dia merasakan cintamu kepadanya dan dia akan segera menuju keridhaanmu.
4. Pilihlah waktu ynag tepat untuk meluruskan kesalahan suami.
5. Jadilah anda orang yang lapang dada, janganlah sekali-kali menyebut-nyebut kekurangan suami anda    
    kepada orang lain.
6. Perbaikilah kesalahan suami dengan segala kemampuan dan kecintaan yang anda miliki, janganlah berusaha melukai perasaannya.
7. Janganlah memuji-muji laki-laki lain dihadapan suami kecuali sifat diniyah yang ada pada laki-laki tersebut.
8. Jangan engkau benarkan ucapan negatif dari orang lain tentang suamimu.
9. Upayakan untuk tampil di depan suamimu dengan perbuatan yang disenanginya dan ucapan
    yang disenanginya pula.
10. Berilah pengertian kepada suami anda agar dia menghormatimu dan saling menghormati dalam 
      semua urusan.
11. Anda harus selalu merasa senang berkunjung kepada kedua orang tuanya.
12. Janganlah anda menampakkan kejemuan padanya, jika terjadi kekurangan materi Ingatlah bahwa 
      apa yang ia berikan kepadamu sudah lebih dari cukup.
13. Biasakanlah anda tertawa bila ia tertawa, menangis dan bersedih jika ia bersedih. 
      Karena bersatunya perasaan akan melahirkan perasaan cinta kasih.
14. Diam dan perhatikanlah jika ia berbicara.
15. Janganlah banyak mengingatkan bahwa anda pernah meminta sesutu kepadanya. 
      Bahkan jangan diingatkan kecuali jika anda tahu bahwa ia mudah untuk diingatkan.
16. Janganlah anda mengulangi kesalahan yang tidak disenangi oleh suami anda dan ia tidak suka melihatnya.
17. Jangan lupa bila anda melihat suami anda shalat sunnah di rumah, hendaknya anda berdiri dan ikut 
      shalat dibelakangnya. Jika ia membaca, hendaknya anda duduk mendengarkannya.
18. Jangan berlebih-l;ebihan berbicara tentang angan-angan pribadi di depan suami, tetapi mintalah 
      selalu agar ia menyebutkan keinginan pribadinya di depanmu.
19. Janganlah mendahulukan pendapatmu dari pendapatnya pada setiap masalah, baik yang kecil 
      maupun yang besar. Hendaklah cintamu kepadanya mendorong anda mendahulukan pendapatnya.
20. Janganlah anada mengerjakan shaum sunnah kecuali dengan izinnya, danjangan keluar rumah 
     kecuali dengan sepengetahuannya.
21. Jagalah rahasia yang disampaikan kepadamu dan janganlah menyebarkannya sekalipun kepada
     kedua orang tuanya.
22. Hati-hati jangan sampai menyebut-nyebut bahwa anda lebih tinggi derajatnya dari derajat suami.
     Hal itu akan mengundang kebencian kepadamu.
23. Jika salah satu dari orang tuanya sakit atau kerabatnya, maka anda punya kewajiban untuk 
     menjenguk bersamanya.
24. Sesuaikanlah peralatan rumah tangga anda dengan barang-barang yang disenangi suami anda.
25. Jangan sampai anda meninggalkan rumah meskipun sedang bertengkar dengannya.
26. Katakanlah kejemuan dan kebosananmu ketika ia sudah meninggalkan rumah.
27. Terimalah udzurnya ketika ia membatalkan janjinya untuk keluar bersamamu, karena mungkin
      ia terpaksa memenuhi panggilan orang yang datang kepadanya.
28. Hindari sifat cemburu, sesungguhnya cemburu adalah senjata penghancur.
29. Janganlah mengabaikan pemimpinmu (suami) dengan alasan bahwa ia telah menjadi suamimu.
30. Janganlah anda berbicara dengan sang suami, seakan-akan anda suci dan dia berdosa.
31. Jagalah perasaannya, jangan gembira ketika dia sedang sedih dan jangan menangis ketika dia gembira.
32. Perbanyaklah menyebut-nyebut keutamaan suami di hadapannya.
33. Perlihatkan kepada suamimu bahwa anda turut merasakan apa yng dirasakan sang suami tatkala ia 
      tidak berhasil mencapai maksud dan tujuannya.
34. Perbaharuilah (tekad suami) ketika terjadi kegagalan.
35. Jauhilah sifat dusta karena hal itu kanmenyakitkannya.
36. Ingatkanlah selalu pada suamimu bahwa anda tidak tahu (bagaimana nasib anda) seandainya anda 
      tidak dipersunting olehnya.
37. Ucapkanlah rasa syukur dan terima kasih pada waktu ia memberikan sesuatu kepadamu.


Sumber: 
1. "Nasehat kepada para Muslimah", bagian kedua, Fathi Majdi as-Sayyid., Pustaka Arafah, 
    Cetakan I:    April 2001/Muharram 1422H, hal.66-70
2. http://www.ummusalma.wordpress.com Maktabah Ummu Salma al-Atsariyah 

25 Agustus 2012

ADAB-ADAB MENJENGUK ORANG YANG SAKIT


Tiada seorang muslim pun yang membesuk saudaranya yang sakit, melainkan Allah mengutus baginya 70.000 malaikat agar mendoakannya kapan pun di siang hari hingga sore harinya, dan kapan pun di sore hari hingga pagi harinya.(musnad ahmad 2/110, syaikh ahmad syakir mengatakan bahwa sanadnya shahih).Syaikh Ahmad Abdurrahman al Banna dalam syarahnya menjelaskan, ‘Shalawat malaikat bagi anak adam ialah dengan mendoakan agar mereka diberi rahmat dan maghfirah. Sedang yang dimaksud dengan ‘kapanpun di siang hari’ yakni waktu ia menjenguk. Jika ia menjenguknya di siang hari, maka malaikat mendoakannya hingga sore hari dan bila ia menjenguknya di malam hari, maka malaikat mendoakannya hingga pagi. Oleh karena itu, orang yang berniat hendaknya berangkat sepagi mungkin di awal siang, atau bersegera begitu malam menjelang, agar semakin banyak didoakan malaikat.‘Siapa yang membesuk orang sakit di pagi hari akan diiring oleh 70.000 malaikat, semuanya memohonkan ampun untuknya hingga sore hari, dan ia mendapat taman di jannah. Jika ia membesuknya di sore hari, ia akan diiring oleh 70 ribu malaikat yang semuanya memintakan ampun untuknya hingga pagi, dan ia mendapat taman di jannah.’(musnad ahmad 2/206, hadits 975. Syaikh ahmad syakir menilai hadits ini shahih)AKU SAKIT, TETAPI KAMU TIDAK MENJENGUK‐KU! Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya pada hari kiamat Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,’Hai Anak Adam, Aku Sakit, tetapi kamu tidak menjenguk‐Ku.’Dia berkata. ‘Wahai Rabb‐ku, bagaimana saya menjenguk‐Mu, padahal Engkau adalah Rabb semesta alam?!’Dia berfirman, ‘Tidak tahukah kamu bahwa hamba‐Ku, fulan, sakit, tetapi kamu tidak menjenguknya. Tidak tahukah kamu jika kamu menjenguknya, kamu akan mendapati Aku berada di sisi‐Nya.’(diriwayatkan oleh Muslim, no. 2569)(1)

HUKUM MENJENGUK ORANG SAKIT 

Menjenguk orang sakit diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al Bara bin Azib radhiyallahu anhu meriwayatkan, “Nabi menyuruh kita tujuh hal dan melarang kita tujuh hal. Beliau menyuruh kita untuk mengantarkan jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhiundangan, menolong orang yang teraniaya, melaksanakn sumpah, menjawab salam, dan mendoakan orang yang bersin. Dan beliau melarang kita memakai wadah (bejana) dari perak, cincin emas, kain sutera, dibaj (sutera halus), qasiy (sutera kasar), dan istibraq (sutera tebal).(Bukhari no.1239; Muslim no.2066) Hadits‐hadits yang memerintahkan kita untuk menjenguk orang sakit, membuat Imam Bukhari membuat “bab Wujubi ‘Iyadatil‐Maridh” (Bab Kewajiban Menjenguk Orang Sakit) di dalam kitab shahih nya.Imam Ath Thabari menekankan bahwa menjenguk orang sakit merupakan kewajiban bagi orang yang diharapkan berkah (dari Allah datang lewat diri) nya, disunnahkan bagi orang yang memelihara kondisinya, dan mubah bagi mereka.Imam Nawawi mengutip kesepakatan ulama bahwa menjenguk orang sakit hukumnya bukan wajib, yakni wajib ‘ain, (melainkan wajib kifayah).
 
MANFAAT MENJENGUK ORANG SAKIT 

Selain mendapat keutamaan sebagaimana hadits‐hadits yang disebutkan diatas, menjenguk orang sakit memiliki beberapa manfaat, diantaranya:1. Menjenguk orang sakit berpotensi memberi perasaan dan kesan kepadanya bahwa ia diperhatikan orang‐orang disekitarnya, dicintai, dan diharapkan segera sembuh dari sakitnya. Hal ini dapat menentramkan hati si sakit.2. Menjenguk orang sakit dapat menumbuhkan semangat, motivasi, dan sugesti dari pasien; hal ini dapat menjadi kekuatan khusus dari dalam jiwanya untuk melawan sakit yang dialaminya. Dalam dirinya ada energi hebat untuk sembuh.3. mencari tahu apa yang diperlukan si sakit.4. mengambil pelajaran dari penderitaan yang dialami si sakit.5. mendoakan si sakit6. melakukan ruqyah (membaca ayat‐ayat tertentu dari Al Quran) yang syar’i.  (2)

MESKI SAKIT RINGAN, TETAP DIJENGUK  

Hadits‐hadits yang ada, menyuruh dan mengajurkan untuk menjenguk orang sakit, baik yang sakit kecil maupun dewasa, anak‐anak maupun orang tua, dari kaum laki‐laki maupun wanita. Sakit ringan maupun berat. Yang sakit terpelajar atau bukan, orang kota maupun desa, pejabat maupun rakyat jelata, miskin maupun kaya, mengerti makna menjenguk orang sakit atau pun tidak.Menjenguk orang sakit tetap dianjurkan, bahkan terkadang, dalam kondisi tertentun menjadi wajib, tanpa melihat bentuk penyakit tersebut, apakah tergolong parah atau ringan. Hal ini sudah mulai memudar di antara kita, bahkan seringkali sebagian kita hanya merasa perlu menjenguk teman, saudara, atau kenalan yang sakit; jika sudah masuk rumah sakit. Sekian lama terbaring di rumah, hanya sedikit yang menjenguknya. Apalagi jika penyakit tersebut digolongkan penyakit ringan. Padahal, nabi shallallahu alaihi wa sallam menjenguk salah seorang sahabatnya yang ‘hanya’ sakit mata. Sakit mata biasa, bukan sejenis kebutaan atau penyakit mata berat lainnya!AL Hafizh Ibnu Hajar berkata, ‘mengenai menjenguk orang yang sakit mata, bahkan sudah ada hadits khusus yang membicarakannya, yaitu hadits Zaid bin Arqam, dia menceritakan, ‘Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjenguk saya karena saya sakit mata.’ (lihat adabul mufrad, no.532)


MENJENGUK LAWAN JENIS?

Wanita boleh menjenguk laki‐laki yang sedang sakit, ataupun sebaliknya; meskipun bukan mahramnya. Akan tetapi, hal ini dengan syarat aman dari fitnah, menutup aurat, dan tidak terjadi khalwat (berduaan dengan lawan jenis).Aisyah radhiyallahu anha meriwayatkan,Ketika Rasulullah shallalallahu alaihi wa sallam tiba di madinah, Abu Bakar dan Bilal terserang demam. Kemudian, kata Aisyah, aku menemui mereka dan bertanya, ‘Ayah, bagaimana keadaanmu?’ ‘Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?”(HR. Bukhari no.5654)(3) Ibnu Syihab meriwayatkan dari Abu Umamah bin Sahal bin Hanaif,’Bahwa dirinya diberitahu bahwasanya ada seorang wanita miskin yang sedang sakit. Kemudian Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam pun diberitahu tentang sakitnya wanita tersebut. Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dahulu suka menjenguk orang‐orang miskin dan menanyakan keadaan mereka.”(HR. Malik, Al Muwaththo’ no.531)

BOLEHKAN MENJENGUK ORANG MUSYRIK?

Menjenguk orang kafir oleh sabagian ulama dihukumi makruh. Hal ini dikarenakan: secara implisit (tidak langsung) merupakan penghormatan kepada mereka.(lihat At‐Tamhid, Ibnu Abdil Bar, 24/276).Namun sebagia ulama yang lain berpendapat bolehnya menjenguk orang kafir apabila ada harapan untuk masuk islam. Pendapat ini lebih dekat kepada apa yang dilakukan oleh Rasullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.Anas bin Malik meriwayatkan,’Bahwasanya ada seorang anak muda Yahudi yang pernah menjadi pembantu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dia sakit, lalu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam datang menjenguknya. Kemudian beliau bersabda, ‘Masuklah Islam!” Maka dia pun masuk Islam.”(HR. Bukhari no.5657)Sa’id bin Musayyib meriwayatkan dari ayahnya, dia berkata,’Ketika Abu Thalib hendak dijemput kematian. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mendatanginya seraya bersabda, ‘Ucapkanlah ‘Laa ilaaha illa Allah’ sebuah kalimat yang bisa aku jadikan sebagai hujjah untukmu di sisi Allah kelak.’(HR. Bukhari no.6681)

KAPAN WAKTU MENJENGUK ORANG SAKIT?

Tidak ada statemen dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam (4) yang menerangkan waktu‐waktu tertentu untuk menjenguk orang sakit. Oleh karena itu, dapat dilakukan kapan saja, selama tidak merepotkan si sakit dan keluarganya.Salah satu alasan menjenguk orang sakit adalah meringankan penderitaan si sakit dan memberinya dukungan moral, sehingga sangat tidak bijaksana jika kedatangan kita malah merepotkan yang bersangkutan.Waktu yang tepat untuk menjenguk berbeda‐ beda pada setiap keadaan. Berbeda‐beda dari waktu ke waktu dan antara satu tempat dengan tempat lainnya. Oleh karena itu, kita harus jeli mencari waktu yang pas untuk menjenguk, mampu memperkirakan kondisi si sakit & keluarganya (sedang beristirahat atau tidak, sedang banyak tamu atau tidak, dan lain sabagainya).

PERSINGKAT WAKTU KUNJUNGAN!

Hendaknya kita memperhatikan waktu ketika menjenguk orang sakit. Jangan sampai terlalu lama, karena hal ini bisa membebani bahkan menambah penderitaan si sakit ataupun keluarganya.Ibnu Thowuss mengatakan bahwa ayahnya pernah berkata, ‘Sebaik‐baik kunjungan kepada orang sakit ialah yang paling singkat.’Asy‐Sya’bi mengatakan, ‘Kunjungan orang dungu lebih berat dirasakan oleh keluarga si sakit daripada sakitnya salah seorang angota keluarga mereka. Yaitu, orang yang datang menjenguk pada waktu yang tidak tepat dan duduk terlalu lama.’(lihat At‐Tamhid, Ibnu Abdil Bar, 24/277)Namun, apabila si sakit suka berlama‐lama dengan penjenguknya, dan ingin dikunjungi sesering mungkin, maka sebaiknya keinginan tersebut dikabulkan oleh si penjenguk. Sebab, hal ini berarti memberikan kegembiraan dan dukungan moral kepada si sakit.Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam terhadap Sa’ad bin Mu’adz sewaktu ia menjadi korban peran Khandaq. Ketika itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan agar Sa’ad dibuatkan kemah di dalam masjid agar beliau bisa menjengknya dari dekat. Sahabat mana yang tidak suka ditunggui oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan dikunjungi berulang kali? (lihat Bukhari no.463)

BERAPA KALI MENJENGUK SESEORANG?

Hal ini dikembalikan kepada kebiasaan, kondisi penjenguk, kondisi si sakit, berapa jauh hubungan yang bersangkutan dengan si sakit.Orang yang lama jatuh sakit, maka dia dijenguk dari waktu ke waktu, dalam hal ini tidak ada batasan waktu tertentu.  

MENJENGUK ORANG YANG PINGSAN ATAU KOMA 

Orang sakit yang dapat merasakan kehadiran kita dan yang tidak dapat merasakan kehadiran kita (misalnya karena pingsan atau koma), sama‐sama memiliki hak untuk dijenguk. Janganlah kita enggan menjenguknya, dengan alasan, toh…mereka tidak tahu dijenguk atau tidak…mereka tidak dapat merasakan kehadiran kita.Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, ‘Anjuran menjenguk orang sakit tidak hanya ditujukan agar si sakit mengetahui penjenguknya. Sebab, di balik kunjungan itu ada dukungan moral kepada keluarganya, harpaan mendapatkan berkah dari doa penjenguk, sentuhan tangannya kepada si sakit, meniupkan bacaan mu’awwidzat, dan lain‐lain.’(Fathul baari, 10/119)(5)

 DIMANA POSISI DUDUK PENJENGUK?

Orang yang menjenguk, dianjurkan duduk di dekat si sakit.’Adalah nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika menjenguk orang sakit, beliau duduk di sisi kepalanya.’(HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, no.536, hadits shahih)Diantara manfaat duduk di sisi kepala si sakit: memberi rasa akrab kepada si sakit, dan memungkinkan bagi penjenguk untuk menyentuh si sakit, memanjatkan doa untuknya, meniupnya dengan ruqyah, dan lain sebagainya.

MENANYAKAN KEADAAAN SI SAKIT 

Ada baiknya kita menanyakan keadaan si sakit, sebagaimana yang dilakukan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha,Ketika Rasulullah shallalallahu alaihi wa sallam tiba di madinah, Abu Bakar dan Bilal terserang demam. Kemudian, kata Aisyah, aku menemui mereka dan bertanya, ‘Ayah, bagaimana keadaanmu?’ ‘Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?”(HR. Bukhari no.5654)(6)

JANGAN PAKSA SI SAKIT BERCERITA PANJANG LEBAR!  

Diantara maksud mengunjungi si sakit adalah untuk meringankan kan penderitaannya, oleh karena itu jangan sampai membebani bahkan menambah penderitaan si sakit ataupun keluarganya.Satu hal yang dapat membebani si sakit atau keluarganya adalah pertanyaan kronologis musibah atau penyakit. Si sakit atau keluarga diminta untuk menceritakan kronologis kejadian yang cukup panjang; dan repotnya lagi, cerita ini harus diceritakan berulang kali karena hampir setiap pembesuk menanyakan, ‘awal mulanya bagaimana?’ ; ‘kejadiannya bagaimana?’[ ....Pengalaman saya, saking lelahnya untuk menjawab pertanyaan‐pertanya an yang berulang tersebut, suatu saat ketika ada anggota keluarga yang sakit, ada niatan untuk menjelaskan kronologis & riwayat penyakit, gejala‐gejala, pengobatan yang sudah dilakukan, dan lain sabagainya dalam sebuah tulisan, sehingga ketika ada pembesuk yang bertanya, tinggal diminta untuk membaca tulisan tersebut. Atau si sakit diminta bercerita sekali untuk direkam. Ketika pembesuk datang, kita tinggal mendengarkan rekaman tersebut. Yang terkadang lebih menjengkelkan lagi, ... pengunjung kurang puas ketika anggota keluarga yang menceritakan, menjelaskan. mereka ingin mendengar langsung dari si sakit. padahal, si sakit dalam keadaan lemah, dan sudah berulang kali menceritakan hal yang sama. semoga kejadian ini tidak menimpa pembaca. .... ]

HIBUR & BERIKAN HARAPAN SEMBUH!

Ada baiknya penjenguk menghibur si sakit atau keluarga si sakit dengan pahala‐pahala yang akan di dapat mereka.’Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan Allah hapuskan berbagai kesalahannya, seperti sebuah pohon meruntuhkan daun‐daunnya.’(HR. Muslim)’Cobaan itu akan selalu menimpa seorang mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, pada anaknya, ataupun pada hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikitpun.’(HR. Tirmidzi)’Saat orang‐orang tertimpa musibah diberi pahala di hari kiamat nanti, orang‐orang yang selamat dari berbagai musibah tersebut berharap seandainya dahulu di dunia kulit mereka dikerat dengan gergaji besi…(HR. Tirmidzi)(7) Ada baiknya pula penjenguk memberikan harapan sembuh kepada si sakit. Misalnya dengan mengatakan.’Tidak perlu kuatir, insya Allah Anda akan sembuh.’atau ‘penyakit ini tidak berbahaya, Anda akan segera sembuh,insya Allah.’atau kalimat‐kalimat lain yang dapat menumbuhkan semangatnya untuk sembuh.
  
JANGAN MENAKUT‐NAKUTI!

Apa yang kita sampaikan kepada si sakit maupun keluarganya, harus kita perhatikan benar‐benar. Ucapkanlah kalimat‐kalimat yang baik, yang dapat menumbuhkan motivasi atau meringankan musibah yang dialami mereka. Jangan sampai apa yang kita sampaikan malah menimbulkan rasa takut & cemas terhadap si sakit maupun keluarganya.Diantara yang dapat menimbulkan rasa takut adalah cerita atau kabar bahwa seseorang mengalami hal yang sama, namun berakhir dengan cacat seumur hidup, dengan kematian…. ; kalau maksud yang bercerita adalah agar keluarga si sakit berhati‐hati dan waspada terhadap musibah yang diderita si sakit, alangkah baiknya jika di kemas dengan kalimat‐kalimat yang baik.[.... pengalaman saya, ketika anggota keluarga ada yang sakit, ada beberapa pengunjung yang bercerita yang malah menimbulkan ketakutan bagi si sakit; ʹwah, hati‐hati. saudara dan teman‐teman saya yang mengalami seperti ini harus dioperasi. operasi nya begini...begini. ... biaya begini.... hasilnya; kalau gak wassalam ‐maksudnya meninggal‐, ya cacat seumur hidup.... Kemudian menceritakan masing‐masing orang. Si A.... si B.... si C ....Kejadian seperti ini sering terjadi, pingin nya mengusir bahkan mendepak keluar penjenguk yang memiliki perangai seperti itu,...namun sayang orangnya lebih tua dari saya!!! Bagi saya... yang masih sadar, mungkin bisa mengabaikan cerita tersebut, namun tidak ada jaminan cerita tersebut tidak masuk dalam benak si sakit ataupun anggota keluarga yang lain. Semoga kita dijauhkan dari hal yang demikian. amin. ....]  (8)

MEMAHAMI KELUHAN SI SAKIT 

Keluhan yang diucapkan si sakit ada dua kemungkinan:Pertama, diucapkan sebagai ekspresi kekesalan dan kejengkelan. Hal ini tentnu saja dilarang oleh agama Islam, karena merupakan indikator lemahnya keyakinan dan tidak rela terhadap qadha dan qadar Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila kita mendengar keluhan semacam ini, si sakit segera diingatkan, dinasehati dengan cara yang baik.Kedua, diucapkan dalam rangka memberi informasi tentang dirinya tanpa mengharap belas kasih kepada makhluk dan tidak pula menggantungan harapan kepada mereka. Hal ini tentu saja boleh dilakukan, bahkan didukung oleh dalil syari:Ibnu Mas’ud meriwayatkan:’Aku pernah menghadap Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, sementara beliau sedang menderita demam. Lalu aku menyentuhnya dengan tanganku, kemudian aku mengatakan, ‘Sungguh, Engkau menderita demam yang sangat berat.’ Beliau menjawab, ‘Ya, seperti layaknya demam yang diderita oleh dua orang dari kalian.’ ‘Engkau mendapat dua pahala?’ tanya Ibnu Mas’ud. Beliau menjawab ,’Ya. Tidaklah seorang muslim mengalami penderitaan ‐sakit dan sebagainya‐ melainkan Allah akan merontokkan keburukan‐keburukan nyaa sebagaimana pohon merontokkan daunnya.”(HR. Bukhari no.5667)

MENANGIS DI TEMPAT ORANG YANG SAKIT?

Yang nampak dari kita, hukumnya boleh. Sebab, Abdullah bin Umar meriwayatkan,’Sa’ad bin Ubadah pernah mengeluhkan sakit yang di deritanya, kemudian Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam datang menjenguknya bersama dengan Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas’ud. Ketika beliau menemuinya, beliau mendapatinya sedang dikerumuni oleh keluarganya. Lalu beliau bertanya, ‘Apakah dia sudah meninggal?’ Mereka menjawab, ‘Tidak ya Rasulullah!’ Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menangis, dan ketika orang‐orang melihat tangisan nabi, maka mereka pun menangis. Lalu beliau bersabda, ‘Tidakkah kalian mendengar, sesungguhnya Allah tidak mengadzab  karena linangan air mata maupun kesedihan hati, melainkan mengadzab karena ini ‐dan beliau menunjuk ke arah lidahnya‐ atau Dia berbelas kasih. Dan sesungguhnya mayit itu akan disiksa karena tangisan keluarganya yang meratapi (kepergian) nya.’(HR. Bukhori no.1304) (9)

MENDOAKAN SI SAKIT 

Orang yang menjenguk orang sakit hendaknya tidak berkata‐kata kecuali sesuatu yang baik. Sebab para malaikat akan mengamini apa yang akan diucapkannya.Dari Ummu Salamah, doa mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:’Apabila kamu mendatangi orang sakit atau mayit, maka ucapkanlah kata‐kata yang baik. Karena sesungguhnya malaikat mengamini apa yang kamu ucapkan.’ Kemudian, kata Ummu Salamah, ketika Abu Salamah meninggal dunia, aku pun mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam seraya mengatakan, ‘Ya Rasulullah, Abu Salamah sudah meninggal dunia.’ Beliau lantas bersabda, ‘Ucapkanlah: Ya Allah, ampunilah aku dan dia, dan berilah aku pengganti yang baik.’ Ummu Salamah berkata, ‘Lalu aku mengatakannya. Kemudian Allah memberiku pengganti yang lebih baik bagiku daripada dia (Abu Salamah), yakni Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.’(HR. Muslim no.919)Orang yang menjenguk orang sakit dianjurkan berdoa agar si sakit diberikan rahmat, ampunan, kebersihan dari dosa, keselamatan, dan kebebasan dari penyakit. Diantara doa yang pernah dibaca oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam:1. Mengucapkan: “Laa ba’sa thohuurun in syaa’allooh.”‘tidak mengapa, semoga dapat membersihkan kamu (dari dosa) insya Allah.’(riwayat Bukhari dalam al fath: 10/118)Kata ‘tidak mengapa’ maksudnya ialah bahwa sakit itu dapat menghapus kesalahan. Jika mendapat kesembuhan setelah sakit, maka berarti mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Dan jika tidak, maka akan mendapatkan keuntungan berpa penghapusan dosa.2. Membaca doa: ” As alukalloohal‐’azhiima, robbal ‘arsyil‐’azhiimi, ayyasyfiyaka.” (7x)”Aku memohon kepada Allah yang Maha Agung, Rabb ‘Arsy yang agung agar menyembuhkanmu.”‘Tidak ada seorang muslim yang menjenguk  seorang yang sedang sakit yang belum sampai kepada ajalnya, lalu dia membacakan doa As alukalloohal‐’azhiima, robbal ‘arsyil‐’azhiimi, ayyasyfiyaka tujuh kali, kecuali dia akan sembuh.’(Shahih At Tirmidzi: 2/210) (10)

RUQYAH KEPADA SI SAKIT 

Orang yang menjenguk orang sakit dianjurkan untuk melakukan ruqyah terhadapnya. Terutama kalau si penjenguk termasuk orang yang bertakwa dan shalih. Karena ruqyah yang dilakukannya akan memberikan manfaat yang lebih besar daripada orang lain (karena faktor ketakwaan & keshalihannya tersebut).Di antara ruqyah syariah yang ada:1. Ruqyah dengan mu’awwidzatain (surat al ikhlas, al falaq, dan an naas)’adalah rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika salah satu dari keluarganya sakit, beliau meniup keluarganya dengan (bacaan) mu’awwidzat…’(HR. Muslim no.2192)2. Ruqyah dengan surat al fatihahHal ini pernah dilakukan oleh Abu Said al Khudri terhadap kepala suku yang tersengat serangga. (lihat HR. Muslim no.2201)3. Ruqyah dengan doa’Adalah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika salah seorang dari kami mengeluh sakit, maka beliau mengusapnya dengan tangan kanannya, kemudian beliau mengucapkan: “Hilangkanlah penderitaan ini wahai Rabb manusia. Sembuhkanlah, karena Engkaulah yang Maha Menyembuhkan. Tiada kesembuhan melainkan kesembuhan‐Mu. Kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Muslim no.2191)

KARANGAN BUNGA?

Ada sebagian orang yang ketika mengunjungi orang sakit selalu menyempatkan diri untuk membawa karangan bunga kepada si sakit. Ada pula yang menelipkan tulisan yang berisi ungkapan dan harapan agar lekas sembuh. Hal ini dilarang, karena :
1. tradisi semacam ini berasal dari agama lain, padahal kita dilarang untuk menyerupai perilaku mereka.
2. mengganti doa untuk si sakit agar diberikan kesucian, rahmat, ampunan, dan kesehatan dengan ungkapan‐  ungkapan kering dan harapan‐harapan yang tidak bisa dimajukan atau diundur.
3. mengganti ruqyah yang syari melalui bacaan ayat‐ayat al quran maupun hadits dengan karangan bunga yang barangkali akan layu sehari atau dua hari kemudian. (11) 

MEMBACAKAN SURAT YASIN?

Ada sebagian orang yang membacakan surat yasin kepada orang yang sakit, terutama jika si sakit sudah sangat parah, koma, atau jika dalam keadaan menjemput ajal.Mereka berdasarkan pada:”Tidak seorang pun yang akan mati, lalu dibacakan buatnya surat yasin, kecuali pasti diringankan/ dimudahkan kematiannya.”Keterangan:hadits ini derajatnya “Maudhu/palsu”, diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalan Akhbar al Asbahan 1/188, di dalamnya ada seorang perowi yang suka memalsukan hadits yang bernama ‘Marwan bin Salim Al Jazari’. Imam Bukhori dan Muslim mengatakan bahwa Marwan bin Salim dalam meriwayatkan hadits tergolong ‘MUNGKARUL HADITS’ (lihat: Mizanul I’tidal 4/90).[Penjelasan Gamblang Seputrar Hukum Yasinan, Tahlilan, & Selamatan, hal:47; dan Bincang‐bincang seputar Tahlilan, Yasinan, & Maulidan, hal:23)ʺBacakanlah surat Yasin untuk orang‐orang yang akan mati di antara kamu.ʺ(Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasaʹi. Derajat hadits Dhaif.)[Al Masaa‐il, hadits 201; hal:286]Karena hadits‐hadits di atas adalah dhaif & maudhu/palsu, maka pembacaan surat yasin untuk orang‐orang yang akan mati tidak dapat diamalkan. Hal ini sebagaimana keterangan para ulama bahwa hadits lemah tidak dapat dipakai sebagai dasar suatu amalam meskipun hanya fadaail amal. Soal aqidah, ibadah, muamalah, maupun fadhaail amal harus berdasarkan dalil yang shahih. Di antara salah satu sebab munculnya bidah adalah karena pengamalan hadits‐hadits lemah maupun palsu. Tidak dibenarkan menetapkan hukum syari, baik hukum mustahab (sunnat) atau hukum lainnya dengan hadits lemah. Inilah pendapat yang benar. Konsekuensinya, tidak ada perbedaan antara hadits tentang fadhaail amal dengan hadits tentang hukum. Inilah pendapat mayoritas ulama, seperti Al Hafizh Ibnu Hajar al Asqolani, Imam Asy Syaukani, Al Allamah Shiddiq Hasan Khan dan Syaikh Muhammad Syakir serta lainnya. (12)

PERLUKAH EUTHANASIA?

Terkadang, karena sakit yang diderita sangat berat, atau keluarga sudah tidak tega melihatnya; serta menurut ilmu medis, pasien tersebut tidak dapat sembuh, baginya kematian hanya soal waktu; seseorang disarankan atau meminta suntikan euthanasia, sehingga si sakit dapat segera terbebas dari penderitaan yang sering dialaminya selama ia masih hidup.Euthanasia sebaiknya tidak dilakukan, hal ini karena: euthanasia menghalangi si sakit ataupun orang‐orang di sekitar si sakit untuk mendapatkan manfaat dari status kehidupannya.Dengan tetap hidup dengan kondisi semacam itu, si sakit akan dihapus catatan buruknya dan diangkat derajatnya, jika ia memiliki iman dan ihsan.Dengan tetap hidup, yang bersangkutan terkadang mendapatkan doa yang baik dan diterima oleh Allah. Sehingga disembuhkan oleh Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, atau diampuni dosa‐dosanya berkat doa sesama muslim yang ditujukan kepadanya.Dengan tetap hidup, maka catatan buruk keluarganya yang dirundung kesedihan dan kegelisahan akan dihapus.’Tidaklah seorang muslim mengalami kepayahan, kesakitan, kegelisahan, kesedihan, gangguan, maupun kesusahan, bahkan duri yang menusuknya, melainkan dengan itu Allah akan menghapus kesalahan‐kesalahan nya. ‘ (HR. Bukhari no.5642)Dengan tetap hidup, maka kebajikannya akan tetap mengalir dan tidak terputus, terutama jika yang bersangkutan adalah seorang ayah atau ibu. Dan dengan tetap hidup, maka pahala akan tetap melimpah kepada orang yang menjenguk dan mengunjungi si sakit. Penjenguk akan mendapatkan shalawat dari 70 ribu malaikat yang ditugaskan mendoakannya, insya Allah.Semoga bermanfaat, Allahu A’lam.( abah utik, Wonorejo, 8 Juli 2008.)

Sumber bacaan & pengambilan:

  1.  Al Masaa‐il jilid 1, Abdul Hakim bin Amir Abdat, Darus Sunnah Press, Cet.5. tahun 20052.  
  2.  Berbahagialah Wahai Orang Sakit, Dr. Muhammad Al Burkan, Pustaka At Tibyan, tanpa tahun 
  3. Bincang‐Bincang seputar Tahlilan, Yasinan, & Maulidan, Ust. Abu Ihsan Al Atsari, Pustaka At Tibyan, Cet.3, Juni 20074.
  4. Doa & Dzikir Nabi, Dr. Said bin Ali bin Wahf al Qahthani, Maktabah AL Hanif, cet.1, Juni 20055.
  5. Ensiklopedi Islam Al Kamil, Syaikh Muhammad bin Ibrahim at Tuwaijiri, Darus Sunnah Press, Cet.3, November 20076.
  6.  Etika Menjenguk Orang Sakit, Fuad Abdul Aziz Asy Syalhub, Pustaka Elba, Cet.1, Oktober 20067.
  7.  Hadits Qudsi Shahihain (Bukhari Muslim), Irfan bin Salim ad Dimasyqi, Media Hidayah, Cet.1, April 2006
  8. Menyongsong Doa Malaikat, Prof. Dr. Fadhl Ilahi, Wafa Press, Cet.1, Juni 20089.
  9. Penjelasan Gamblang Yasinan, Tahlilan & Selamatan, AL Ustadz Abu Ibrahim Muhammad Ali bin A. Mutholib, Pustaka Al Ummat, Cet.5, Agustus 200710.
  10. Tetap Bahagia di Saat Sakit, Abdul Muhsin bin Zainuddin bin Qaasim, Rumah Dzikir, tanpa tahun 


14