28 Januari 2011

INTI AJARAN ISLAM

INTI AJARAN ISLAM
Oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz


MUQADDIMAH
Ini adalah buku kecil dan singkat yang akan menerangkan sebagian apa yang harus diketahui oleh kaum muslimin secara umum tentang agama Islam. Saya memberinya judul: "Ad-Durusul Muhimmah li Ammatil Ummah" (Pelajaran-pelajaran Penting Untuk Masyarakat Umum). Saya memohon, semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberikan manfaat dengan buku ini kepada kaum muslimin serta menerima karya ini (sebagai amal kebaikan) dari saya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pemurah dan Maha Mulia.
PELAJARAN KE-1 :
RUKUN ISLAM
Rukun Islam itu ada lima. Yang pertama dan yang paling besar adalah: Syahadah (persaksian) bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
Penjelasan makna dan syarat "Laa Ilaaha Illallah" ( ). " " artinya kita menafikan segala apa yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, " " artinya kita menetapkan bahwa ibadah itu hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala semata-mata, tidak ada sekutu bagiNya.
Syarat " " adalah; adanya:
1. Ilmu yang menafikan kebodohan (tentang Allah Subhanahu wa Ta'ala).
2. Keyakinan yang menafikan keraguan.
3. Ikhlas (murni dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala) yang menafikan syirik.
4. Kejujuran yang menafikan dusta.
5. Cinta yang menafikan kebencian.
6. Ketundukan yang menafikan pelanggaran (meninggalkan perintah).
7. Menerima tanpa ada penolakan.
8. Mengingkari semua apa yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.
9. Syarat-syarat di atas telah terangkum dalam dua bait berikut:
"Ilmu, keyakinan, keikhlasan dan kejujuran disertai cinta, tunduk dan menerimanya Ditambah lagi yang kedelapan, yaitu, pengingkaranmu terhadap segala sesuatu yang dipertuhankan selain Allah."
Adapun syahadah/persaksian bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah utusan Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka konsekwensinya adalah: Membenarkan apa yang dikabarkan oleh beliau, mentaati perintah beliau, meninggalkan apa yang dilarang oleh beliau dan hendaklah dia tidak menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala kecuali dengan cara yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri dan RasulNya.
Kemudian, rukun Islam selanjutnya adalah: Shalat, Zakat, Puasa Ramadhan, Haji ke Baitullah Al-Haram bagi yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.
PELAJARAN KE-2 :
RUKUN-RUKUN IMAN
Rukun-rukun Iman ada enam: beriman kepada Allah Subha-nahu wa Ta'ala, Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya, para Rasul-Nya dan beriman kepada Hari Akhir serta Taqdir yang baik dan yang buruk dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
PELAJARAN KE-3 :
PEMBAGIAN TAUHID & SYIRIK
Tauhid dibagi menjadi tiga :
1. Tauhid Rububiyah.
2. Tauhid Uluhiyah.
3. Tauhid Asma' wa Shifat.
Tauhid Rububiyah ialah mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah pencipta segala sesuatu dan mengurus kese-muanya dan tidak ada sekutu bagiNya dalam hal tersebut.
Adapun Tauhid Uluhiyah ialah mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala Dialah yang berhak untuk disembah dengan haq, tidak ada sekutu bagiNya dalam hal tersebut. Inilah makna
", artinya tidak ada yang pantas disembah dengan haq kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala. Maka, segala bentuk ibadah seperti shalat, puasa dan yang lainnya, wajib dilaksanakan hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala semata. Tidak boleh ada satu bentuk ibadah pun yang ditujukan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Selanjutnya, Tauhid Asma' wa Shifat ialah mengimani semua apa yang disebutkan dalam Al-Qur'anul Karim dan Hadits-hadits shahih tentang nama-nama Allah Subhanahu wa Ta'ala dan sifat-sifatNya. Lalu menetapkan itu semua untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa 'tahrif' (mengubah), tanpa ta'thil (meniadakan), takyif (menanyakan bagaimana caranya), dan tanpa tamstil (penye-rupaan), sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Katakan, Dialah Allah Yang Mahaesa. Allah tempat bergan-tung. Tidak melahirkan dan tidak dilahirkan. Dan tidak ada yang sebanding denganNya seorang pun." (Al-Ikhlas: 1-4).
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Tidak ada yang seperti Dia sesuatu pun dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syura: 11).
Tapi ada sebagian ulama yang membagi tauhid menjadi dua bagian saja dengan menggabungkan Tauhid Asma' wa Shifat pada Tauhid Rububiyah. Dan tidak ada masalah dalam hal ini, karena yang dimaksud oleh dua macam pembagian ini sudah jelas.
PEMBAGIAN SYIRIK
Syirik dibagi menjadi tiga bagian:
1. Syirik Akbar (Besar).
2. Syirik Ashghar (Kecil).
3. Syirik Khofi (Samar).
SYIRIK AKBAR (BESAR)
Syirik akbar akan menghapuskan pahala amal dan akan me-ngekalkan pelakunya di dalam Neraka. Seperti yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Dan kalau mereka melakukan syirik (menyekutukan Allah dengan sesuatu), pasti akan gugur dari mereka (pahala) apa yang mereka lakukan." (An-An'am: 88).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam Neraka." (At-Taubah: 17).
Dan barangsiapa yang mati dalam keadaan melakukan syirik akbar, maka dia tidak akan diampuni, dan Surga diharamkan baginya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya." (An-Nisa': 48).
Di dalam ayat lain Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga, dan tempatnya ialah Neraka, dan tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun." (Al-Maidah: 72).
Yang termasuk syirik akbar, di antaranya adalah berdo'a (meminta) kepada orang mati dan patung (berhala), mohon perlindungan kepada mereka, juga bernadzar dan berkorban (menyembelih binatang) untuk mereka dan lain sebagainya.
SYIRIK ASHGHAR (KECIL)
Syirik kecil ialah beberapa tindakan yang sudah jelas disebut-kan dalam nash-nash Al-Qur'an dan Sunnah sebagai syirik, tetapi tidak termasuk jenis syirik besar. Contohnya adalah riya' (ingin dilihat orang) dalam beramal, bersumpah tidak dengan nama Allah dan mengatakan " " (Sesuatu yang dikehen-daki oleh Allah dan dikehendaki oleh fulan) dan lain sebagainya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesuatu yang paling aku takuti terhadap kalian adalah syirik kecil. Lalu beliau ditanya syirik kecil itu. Beliau men-jawab: riya'." (HR. Imam Ahmad, Ath-Thabrany, Al-Baihaqi dari Mahmud bin Labid Al-Anshari radhiallahu 'anhu dengan sebuah sanad yang baik, dan diriwayatkan oleh Ath-Thabrany --dengan beberapa sanad yang baik dari Mahmud bin Labid-- dari Rafi' bin Khudaij dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
"Barangsiapa yang bersumpah dengan sesuatu -selain Allah- maka dia telah menyekutukan (Allah)." (HR. Ahmad dengan sanad yang shahih).
Hadits Umar bin Khaththab radhiallahu 'anhu dan diriwayatkan pula oleh Abu Daud dan At-Tirmidzi dengan sanad yang shahih dan hadits Ibnu Umar radhiallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda:
"Barangsiapa yang bersumpah dengan (menyebut nama) selain Allah, maka dia telah kafir atau syirik."
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Janganlah kalian mengatakan: ('Atas kehendak Allah dan kehendak si fulan'), tapi katakanlah: ('Atas kehendak Allah kemudian atas kehendak si fulan')." (HR. Abu Daud dengan sanad yang shahih dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhi-allahu 'anhu).
Syirik kecil ini tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam serta tidak memastikan kekalnya seseorang di dalam Neraka, tetapi menghilangkan kesempurnaan tauhid yang semestinya.
Syirik KHOFI (Samar)
Syirik khofi ini didasarkan pada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang mana beliau bertanya kepada para sahabat:
"Bagaimana sekiranya aku beritahu kalian tentang sesuatu yang lebih aku takuti (terjadi) pada kalian daripada Al-Masih Ad-Dajjal? Mereka menjawab: Ya, wahai Rasulullah! Rasulullah bersabda: "Syirik yang samar (contohnya), sese-orang berdiri lalu dia melakukan shalat maka dia perbagus shalatnya karena dia melihat ada orang lain yang memperhati-kan kepadanya." (HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Abi Said Al-Khudri radhiallahu 'anhu).
Bisa juga syirik itu dibagi menjadi dua bagian saja. Syirik besar dan syirik kecil. Adapun syirik khofi, bisa masuk dalam dua jenis syirik tadi. Bisa terjadi pada syirik besar, seperti syiriknya orang-orang munafik. Karena mereka itu menyembunyikan keyakinan sesat mereka dan berpura-pura masuk Islam dengan dasar riya' dan khawatir akan keselamatan diri mereka. Bisa juga terjadi pada syirik kecil seperti yang disebutkan dalam hadits Mahmud bin Labid Al-Anshari yang terdahulu dan hadits Abu Said yang tersebut di atas. q
PELAJARAN KE-4 :
RUKUN IHSAN
Ihsan adalah kamu menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala seolah-olah kamu melihatNya. Bila kamu tidak dapat melihatNya, maka sesungguhnya Dia dapat melihatmu. q
PELAJARAN KE-5 :
SURAT AL-FATIHAH DAN SURAT-SURAT PENDEK
Hendaklah kita mengajarkan surat Al-Fatihah dan surat-surat pendek lainnya yang memungkinkan, seperti dari surat Az-Zalzalah sampai dengan surat An-Nas, diajarkan secara langsung, diperbagus cara bacaannya, disuruh menghafalkan dan dijelaskan hal-hal penting yang harus difahami.
PELAJARAN KE-6 :
SYARAT-SYARAT SHALAT
Syarat-syarat shalat ada 9 (sembilan) :
1. Islam.
2. Berakal.
3. Bisa membedakan (tamyiz).
4. Suci dari hadats.
5. Menghilangkan najis.
6. Menutup aurat.
7. Masuk waktu shalat.
8. Menghadap kiblat
9. Berniat.
PELAJARAN KE-7 :
RUKUN-RUKUN SHALAT
1. Berdiri bila mampu.
2. Takbiratul ihram (membaca Allahu Akbar).
3. Membaca surat Al-Fatihah.
4. Ruku'.
5. Bersujud dengan tujuh anggota (badan).(1)
6. Bangun dari sujud.
7. Duduk di antara dua sujud.
8. Thuma'ninah (tenang) dalam setiap gerakan shalat.
9. Tertib atau berurutan dalam melakukan rukun-rukun di atas.
10. Tasyahhud akhir (membaca At-Tahiyat).
11. Duduk ketika tasyahhud akhir.
12. Membaca shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
13. Mengucapkan dua salam.
PELAJARAN KE-8 :
WAJIB-WAJIB SHALAT
Wajib-wajib shalat ada 8 :
1. Semua takbir dalam shalat selain takbiratul ihram.
2. Membaca: ("Allah Maha Mendengar hamba yang memujiNya.") bagi imam dan orang yang shalat sendirian (munfarid).
3. Membaca: ("Wahai Rabb kami, bagiMu segala puji.") bagi setiap orang yang shalat (imam, makmum atau munfarid).
4. Membaca: ("Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi.") di saat ruku'.
5. Membaca: ("Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi.") di saat sujud.
6. Membaca: ("Ya Rabb, ampunilah aku.") di saat duduk di antara dua sujud.
7. Tasyahhud pertama.
8. Duduk ketika tasyahhud pertama.
PELAJARAN KE-9 :
KETERANGAN TENTANG TASYAHHUD
Bertasyahhud ialah membaca:
"Segala pengagungan, pengharapan dan kebaikan adalah milik Allah. Semoga keselamatan atasmu wahai Nabi, juga anugerah dan berkahNya. Semoga keselamatan atas kami dan atas segenap hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesem-bahan yang haq selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya."
Kemudian membaca shalawat dan permohonan berkah untuk Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membaca:
"Ya Allah, anugerahkanlah shalawat atas Muhammad dan ke-luarganya, sebagaimana Engkau telah menganugerahkan shalawat kepada Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia. Ya Allah, berkahilah Muhammad beserta keluarganya sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Mahamulia."
Kemudian dilanjutkan --untuk tasyahhud terakhir-- dengan memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari siksa Neraka Jahannam, siksa kubur, ujian kehidupan dan kemati-an dan dari godaan Dajjal. Setelah itu, boleh membaca do'a apa saja yang dia inginkan, diutamakan do'a-do'a yang ma'tsur (ada contohnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam), misalnya:
"Ya Allah, bantulah aku untuk selalu mengingatMu, bersyukur kepadaMu, dan beribadah sebaik-baiknya kepadaMu. Ya Allah, sesungguhnya aku telah banyak menganiaya diriku dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau, maka ampunilah aku dengan maghfirah dariMu dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih." q
PELAJARAN KE-10 :
SUNNAH-SUNNAH SHALAT
Di antaranya ialah:
1. Membaca do'a istiftah.
2. Meletakkan telapak tangan kanan di atas telapak tangan kiri di atas dada ketika berdiri sebelum ruku' dan setelah ruku' (i'tidal).
3. Mengangkat kedua tangan dengan jari-jari lurus dan dirapatkan sejajar dengan pundak atau telinga, saat takbiratul ihram (takbir pertama), ruku', bangun dari ruku' dan ketika berdiri dari tasyahhud awal menuju ke rakaat ketiga.
4. Membaca tasbih saat ruku' dan sujud lebih dari satu kali (yang sunnah adalah yang kedua dan selanjutnya).
5. Kelanjutan dari bacaan: " " setelah bangun dari ruku' dan membaca do'a istighfar lebih dari satu kali ketika duduk di antara dua sujud.
6. Memposisikan kepala sejajar dengan punggung ketika ruku'.
7. Menjauhkan dua lengan dari dua sisi badannya, menjauhkan perut dari dua paha dan menjauhkan dua paha dari dua betis-nya di saat bersujud.
8. Mengangkat dua lengan dari tanah di saat sujud.
9. Duduk di atas kaki kiri dan menegakkan kaki kanan (duduk iftirasy) di saat tasyahhud pertama dan ketika duduk di antara dua sujud.
10. Duduk tawarruk di saat tasyahhud terakhir dalam shalat yang empat rakaat atau tiga rakaat. Duduk tawarruk itu ialah duduk di atas tanah dengan posisi kaki kiri berada di bawah kaki kanan, sementara kaki kanan tersebut ditegakkan.
11. Memberi isyarat (menunjuk) dengan jari telunjuk pada tasyahhud pertama dan terakhir, dari mulai pertama kali duduk sampai selesai membaca tasyahhud, sembari menggerakkan jari telunjuk tersebut di saat berdo'a.
12. Membaca shalawat dan permohonan berkah untuk Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan keluarga beliau, juga untuk Nabi Ibrahim 'alaihis salam dan keluarga beliau pada tasyahhud pertama.
13. Membaca do'a pada tasyahhud terakhir.
14. Mengeraskan bacaan pada waktu shalat Subuh, shalat Jum'at, shalat dua hari raya, shalat istisqa' (minta hujan) dan pada dua rakaat pertama dari shalat Maghrib dan shalat Isya'.
15. Menyamarkan bacaan pada waktu shalat Dhuhur, shalat Ashar dan pada rakaat ketiga dari shalat Maghrib dan dua rakaat terakhir dari shalat Isya'.
16. Membaca ayat-ayat Al-Qur'an setelah membaca surat Al-Fatihah, ditambah lagi dengan sunnah-sunnah lain yang belum kita sebutkan disini, di antaranya adalah: Kelanjutan bacaan
" setelah berdiri dari ruku' oleh imam, ma'mum dan orang yang shalat munfarid (sendirian). Hal ini termasuk sunnah. Di antaranya pula adalah: meletakkan kedua telapak tangan pada kedua lutut dengan jari-jari yang direng-gangkan di saat ruku'. q
PENJELASAN KE-11 :
YANG MEMBATALKAN SHALAT
Yang membatalkan shalat ada delapan:
1. Berbicara dengan sengaja, dalam kondisi ingat dan mengerti. Adapun orang yang lupa dan yang tidak mengerti (bodoh), maka shalatnya tidak batal.
2. Tertawa.
3. Makan.
4. Minum.
5. Terbuka aurat.
6. Bergeser jauh dari arah kiblat.
7. Perbuatan "abats" (gerakan tidak berguna, seperti meng-goyangkan kepala, tangan dan lain sebagainya, pen.) yang dilakukan dengan sering dan berturut-turut di saat shalat.
8. Batalnya thaharah (wudhu). q
PELAJARAN KE-12 :
SYARAT-SYARAT WUDHU
Ada sepuluh:
1. Islam.
2. Berakal.
3. Mumayyiz (bisa membedakan antara yang suci dan najis. pen.).
4. Niat.
5. Mempertahankan niat tersebut, artinya tidak bermaksud memotong niat tersebut sampai dia selesai berwudhu.
6. Hilangnya hal yang mewajibkan wudhu.
7. Ber-istinja dengan air atau batu sebelum wudhu.
8. Airnya suci dan boleh dipakai.
9. Menghilangkan apa-apa yang dapat mencegah sampainya air ke kulit.
10. Masuknya waktu shalat bagi orang yang selalu berhadats.
PELAJARAN KE-13 :
FARDHU-FARDHU WUDHU
Fardhu-fardhu wudhu ada enam:
1. Membasuh muka, termasuk pula berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung.
2. Membasuh dua tangan sampai dua siku.
3. Mengusap seluruh kepala, termasuk di dalamnya dua telinga.
4. Membasuh dua kaki sampai / termasuk dua mata kaki.
5. Tertib/berurutan.
6. Bersegera/beruntun tanpa mengakhirkan (dalam melaksanakan tertib fardhu-fardhu tersebut, pen.).Dan disunnahkan membasuh muka, dua tangan dan dua kaki, masing-masing tiga kali, termasuk juga berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Yang wajib hanya satu kali saja. Adapun mengusap kepala, tidak disunnahkan lebih dari satu kali, seperti yang ditunjukkan oleh hadits-hadits yang shahih. q
PELAJARAN KE-14 :
YANG MEMBATALKAN WUDHU
Yang membatalkan wudhu ada enam:
1. Sesuatu yang keluar dari dua jalan yaitu qubul dan dubur (buang air kecil dan air besar, pen.).
2. Keluarnya sesuatu yang najis dalam jumlah yang banyak dari tubuh.
3. Hilang akal, baik karena tidur atau lainnya.
4. Memegang kemaluan --yang di depan (qubul) dan di belakang (dubur)-- dengan tangan tanpa ada pelapis.
5. Makan daging onta.
6. Keluar (murtad) dari Islam.
Semoga Allah melindungi kita semua dari hal tersebut.
PERINGATAN PENTING
Memandikan jenazah itu, yang benar tidak membatalkan wudhu. Ini adalah pendapat kebanyakan ulama karena hal tersebut tidak ada dalil yang menyatakan batalnya wudhu. Tetapi, kalau yang memandikan itu sampai memegang kemaluan mayit tanpa ada pelapis, maka dia wajib berwudhu lagi.
Dan memang seharusnya, dia tidak memegang kemaluan mayit kecuali dengan menggunakan pelapis.
Begitu pula, bersentuhan dengan kulit perempuan tidak membatalkan wudhu, baik diikuti dengan syahwat atau tidak. Demikian menurut pendapat yang lebih shahih dari dua pendapat yang dikemukakan ulama, yakni selama yang bersentuhan itu tidak sampai mengeluarkan sesuatu. Karena, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri pernah mencium sebagian isteri beliau, lalu melaksanakan shalat tanpa wudhu lagi.
Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam dua ayat, masing-masing di surat An-Nisa' dan surat Al-Maidah, yang berbunyi: " " (atau kalian menyentuh wanita) maka yang dimaksud "menyentuh" di situ adalah jima menurut pendapat yang lebih shahih dari dua pendapat yang dikemukakan ulama. Dan ini juga adalah pendapat Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu dan sekelompok ulama salaf dan khalaf. Wallahu a'lam bish shawab. q
PELAJARAN KE-15 :
AKHLAK YANG HARUS DIMILIKI SETIAP MUSLIM
Di antaranya adalah:
1. Jujur.
2. Amanah.
3. Menjaga kehormatan.
4. Malu.
5. Berani.
6. Dermawan / murah hati.
7. Setia.
8. Menjauhkan diri dari semua yang diharamkan Allah.
9. Baik kepada tetangga.
10. Membantu orang yang membutuhkan sesuai kemampuan.
Dan lain sebagainya, dari akhlak yang diajarkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah. q
PELAJARAN KE-16 :
ADAB ( SOPAN SANTUN ) ISLAMI
Di antaranya:
1. Mengucapkan salam.
2. Bermuka ceria.
3. Makan dengan tangan kanan.
4. Minum dengan tangan kanan.
5. Membaca "Bismillah" sebelum mulai kegiatan/pekerjaan.
6. Membaca "Alhamdulillah" ketika selesai dari kegiatan/pekerjaan.
7. Membaca "Alhamdulillah" setelah bersin.
8. Mendo'akan orang yang membaca "Alhamdulillah" setelah bersin,(1) menjenguk orang sakit, menghadiri jenazah untuk menshalatkan dan menguburnya.
9. Sopan santun yang diajarkan oleh syariat ketika masuk masjid atau rumah, atau ketika keluar dari keduanya. Juga, tata cara dan sopan santun ketika bepergian; ketika bersama kedua orangtua, kaum kerabat, para tetangga, orang-orang tua dan anak-anak muda.
10. Mengucapkan selamat atas kelahiran bayi, memberikan do'a keberkahan untuk perkawinan.
11. Menghibur orang yang ditimpa musibah, dan banyak lagi adab-adab Islami lainnya. Misalnya yang berhubungan dengan mengenakan pakaian, melepaskan pakaian dan cara memakai sandal.
PELAJARAN KE-17 :
BERHATI-HATI TERHADAP PERBUATAN SYIRIK DAN MAKSIAT
Di antaranya adalah tujuh dosa besar yang dapat membina-sakan:
1. Menyekutukan Allah.
2. Sihir.
3. Membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala kecuali dengan alasan yang benar.
4. Makan riba.
5. Makan harta anak yatim.
6. Kabur / lari sewaktu perang.
7. Menuduh wanita mukminah yang terjaga kehormatannya dan jauh dari maksiat dengan perbuatan zina.
Dan di antara maksiat-maksiat itu adalah:
1. Durhaka kepada kedua orang tua.
2. Memutuskan hubungan silaturrahmi.
3. Memberikan kesaksian palsu.
4. Sumpah palsu.
5. Mengganggu tetangga.
6. Berbuat zhalim kepada orang, baik berhubungan dengan darah (seperti membunuh dan semacamnya, pen.), harta maupun kehormatan.
7. Minum minuman yang memabukkan, bermain judi (lotre, atau undian).
8. Ghibah (menceritakan aib orang), naminah (mengadu domba) dan semacamnya dari hal-hal yang dilarang Allah Subhanahu wa Ta'ala atau RasulNya.
PELAJARAN KE-18 :
MENGURUS JENAZAH, MENSHALATKAN DAN MENGUBURKANNYA

Rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Orang yang sedang sekarat, disyariatkan untuk ditalqini dengan kalimat “Laa ilaaha illallah" Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :"Talqinilah orang-orang yang akan mati dari kalian (dengan ucapan): 'Laa ilaaha illallah'." (HR. Muslim dalam shahihnya).Yang dimaksud dengan kata "Mautaakum" dalam hadits ini adalah orang-orang sedang sekarat, yaitu orang yang sudah tampak padanya tanda-tanda kematian.
Bila sudah diyakini orang tersebut sudah meninggal, maka hendaklah kedua matanya dipejamkan, karena ada keterangan hadits tentang hal itu.
Diwajibkan memandikan jenazah/mayit muslim kecuali dia syahid (meninggal di medan perang fisabilillah). Dalam hal ini, dia tidak perlu dimandikan dan tidak perlu juga dishalatkan. Dia hanya cukup dikuburkan dengan pakaiannya. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memandikan orang-orang yang meninggal di perang Uhud dan tidak pula menshalatkan mereka.
2. Cara memandikan jenazah.
Pertama-tama, aurat jenazah ditutupi kemudian diangkat sedikit lalu bagian perutnya dipijat perlahan (untuk mengeluarkan kotorannya, pen.). Setelah itu orang yang memandikannya memakai sarung tangan atau kain atau semacamnya untuk membersihkannya (dari kotoran yang keluar, pen.). Kemudian diwudhukan seperti wudhu untuk shalat. Lalu dibasuh kepala dan jenggotnya (kalau ada) dengan air yang dicampur dengan daun bidara atau semacamnya. Selanjutnya, dibasuh sisi bagian kanan badannya kemudian bagian kiri. Kemudian basuh seperti tadi untuk yang kedua dan ketiga kali. Dalam setiap kalinya dipijat bagian perutnya. Bila keluar sesuatu (kotoran) hendaklah dicuci dan menutup tempat keluar tersebut dengan kapas atau semacamnya. Kalau ternyata tidak berhenti keluar hendaklah ditutup dengan tanah yang panas atau dengan metoda kedokteran modern seperti isolasi khusus dan semacamnya.Kemudian mengulangi wudhunya lagi. Bila dibasuh tiga kali masih tidak bersih ditambah menjadi lima atau sampai tujuh kali. Setelah itu dikeringkan dengan kain, lalu memberikan parfum di lipatan-lipatan tubuhnya dan tempat-tempat sujudnya. Lebih baik, kalau sekujur tubuhnya diberi parfum semua. Kafannya diberi harum-haruman dari dupa yang dibakar. Bila kumis atau kukunya ada yang panjang boleh dipotong, dibiarkan saja juga tidak apa-apa. Rambutnya tidak perlu disisir, begitu pula rambut kemaluan-nya tidak perlu dicukur dan tidak usah dikhitan (kalau memang belum dikhitan, pen.). Karena memang tidak ada dasar-dasar yang menerangkan hal tersebut. Dan bila jenazahnya seorang perempuan maka rambutnya dikepang tiga dan dibiarkan terurai ke belakang.

3. Cara Mengkafani Jenazah.
Yang paling utama, untuk jenazah laki-laki dikafani tiga lapis kain putih (satu untuk menutupi bagian bawah -semacam sarung- satu lagi untuk bagian atas -semacam baju- dan yang terakhir kain untuk pembungkusnya). Tidak perlu gamis (baju panjang) dan surban. Hal ini, sama seperti apa yang dilakukan terhadap jenazah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tapi, tidak mengapa jika dikafani dengan gamis (baju panjang), izar (sema-cam sarung untuk menutupi bagian bawah) dan kain pembungkus.Adapun jenazah perempuan, dikafani dengan lima lapis: Baju, kerudung, sarung untuk bagian bawah dan dua kain pembungkus.
Dan yang wajib, baik bagi jenazah laki-laki atau perempuan adalah menutupinya dengan satu lapis kain yang dapat menu-tupinya secara sempurna. Tetapi, bila ada jenazah laki-laki yang meninggal dalam keadaan ihram, maka dia cukup dimandikan dengan air dan daun bidara. Kemudian dikafani dengan sarung dan baju yang dipakai atau yang lainnya dan tidak perlu menutup kepala dan wajahnya, juga tidak usah diberi parfum. Karena pada hari Kiamat nanti dia akan dibangkitkan dalam keadaan membaca talbiyah: "Labbaik allahumma labbaik" seperti yang diriwayatkan dalam hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bila yang meninggal dalam keadaan ihram tadi seorang perem-puan maka dia dikafani seperti perempuan yang lain, hanya tidak perlu diberi wewangian, wajahnya tidak perlu ditutup dengan cadar, begitu pula tangannya tidak usah dipakaikan sarung tangan, tetapi cukup ditutup dengan kafan yang membungkusnya, seperti yang disebutkan dalam cara mengkafani jenazah perempuan.Dan anak kecil laki-laki, dikafani dengan satu lapis sampai tiga lapis, sementara anak kecil perempuan dikafani dengan satu gamis (baju panjang) dan dua kain pembungkus.
4. Yang Berhak Mengurus Jenazah.
Orang yang paling berhak untuk memandikan, menshalatkan dan menguburkannya secara berurutan ialah mereka yang men-dapatkan wasiat untuk itu, kemudian ayah, kakek kemudian kerabat-kerabat terdekat yang berhak mendapatkan ashabah.Sementara, untuk jenazah perempuan, yang paling berhak untuk memandikannya ialah orang yang mendapatkan wasiat untuk itu, kemudian ibu, nenek, lalu kerabat-kerabat perempuan terdekat. Bagi suami isteri diperbolehkan bagi salah seorang dari keduanya untuk memandikan yang lain (suami boleh memandikan isteri dan isteri boleh memandikan suami). Karena jenazah Abu Bakar As-Shiddiq dimandikan oleh isterinya dan Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu ikut memandikan jenazah isterinya Fatimah radhiallahu 'anha.
5. Cara Menshalatkan Jenazah.
Shalat jenazah, dilakukan dengan empat kali takbir. Setelah takbir pertama, membaca surat Al-Fatihah. Bila ditambah dengan membaca surat pendek lainnya atau dilanjutkan dengan membaca satu atau dua ayat, hal ini baik dan tidak apa-apa. Sebab ada hadits shahih yang menyatakan hal tersebut sebagaimana diriwa-yatkan Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu. Kemudian bertakbir kedua dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sama seperti dalam tasyahhud. Kemudian bertakbir ketiga dan membaca do'a:
"Ya Allah, ampunilah orang yang hidup dan orang yang mati di antara kami, orang yang hadir dan orang yang tidak hadir di antara kami, orang yang muda dan orang yang dewasa di antara kami, yang laki-laki dan perempuan di antara kami.
Ya Allah orang yang Engkau hidupkan di antara kami, hendaklah Engkau hidupkan dia atas ke-Islaman, dan orang yang Engkau wafatkan di antara kami, hendaklah Engkau wafatkan dia atas keimanan.Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, selamatkanlah dia, maafkanlah dia, muliakanlah tempat singgahnya, luaskanlah tempat masuknya, mandikanlah dia dengan air dan salju. Sucikanlah dia dari kesalahan-kesalahan sebagaimana dibersihkannya baju putih dari kotoran. Berilah untuknya rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari keluarganya. Masukkanlah ke dalam Surga dan jauhkanlah dia dari adzab kubur dan siksa Neraka. Luaskanlah kuburnya, berilah dia cahaya di dalamnya.Ya Allah, janganlah Kau cegah kami (mendapat) pahalanya dan janganlah Kau sesatkan kami sesudahnya."Kemudian bertakbir yang keempat dan selanjutnya bersalam satu kali saja ke sebelah kanan. Disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan untuk setiap kali takbir.
Bila yang meninggal perempuan, maka ( ) dalam do'a di atas diganti dengan ( ) sehingga do'anya berbunyi:
Bila yang meninggal dua orang, maka diganti menjadi:
Bila yang meninggal lebih dari dua orang, maka diganti menjadi:
Bila yang meninggal masih kanak-kanak, maka sebagai ganti dari permohonan ampun yang ada dalam do'a di atas, dibaca do'a berikut:
"Ya Allah, jadikanlah dia sebagai simpanan pahala bagi kedua orangtuanya, sebagai pemberi syafaat yang diterima. Ya Allah, beratkanlah dengannya timbangan amal baik kedua (orangtua)nya, besarkanlah pahala keduanya, dan kumpulkan dia dengan orang-orang mu'min shalih yang terdahulu. Jadikanlah dia berada dalam asuhan Ibrahim 'alaihis salam dan selamatkanlah dia dengan rahmatMu dari siksa Neraka."
Disunnahkan bagi yang menjadi imam shalat jenazah berdiri sejajar dengan kepala bila jenazahnya laki-laki, dan berdiri di tengah bila jenazahnya perempuan.
Bila jenazah yang dishalatkan lebih dari satu maka yang ada di depan imam adalah jenazah laki-laki dewasa dan jenazah perempuan dewasa posisinya setelah kiblat. Bila ditambah dengan jenazah anak-anak, maka jenazah anak laki-laki didahulukan atas jenazah perempuan, lalu jenazah anak perempuan. Posisi kepala anak laki-laki sejajar dengan kepala jenazah laki-laki dewasa dan pertengahan jenazah perempuan dewasa sejajar dengan kepala laki-laki dewasa. Begitu pula anak perempuan, posisi kepalanya sejajar dengan kepala perempuan dewasa.Posisi makmum semuanya di belakang imam, kecuali bila ada seorang makmum yang tidak mendapatkan tempat di belakang imam, dia boleh berdiri di samping kanannya.

6. Cara Menguburkan Jenazah
Menurut aturan syariat, kuburan itu dibuat dengan kedalaman sampai pertengahan tinggi seorang laki-laki dan dibuatkan ke dalamnya liang lahad di arah kiblat, dan jenazah diletakkan di dalam liang lahad dengan bertumpu pada sisi kanan badannya (miring ke kanan, pen.) kemudian tali-tali pengikat kafan itu dibuka, tidak dicabut tapi dibiarkan begitu saja, dan wajahnya tidak perlu disingkap baik jenazah laki-laki atau perempuan. Kemudian diberi batu bata besar yang didirikan dan (celah-celahnya) diberi adonan pasir supaya kuat dan bisa menjaganya (jenazah) agar tidak ber-jatuhan debu/tanah. Bila sulit mendapatkan batu bata boleh diganti yang lain seperti; papan, batu atau bambu yang dapat mengha-langi agar tanah tidak masuk ke dalam. Setelah itu, baru ditimbun dengan tanah. Dan disunnahkan ketika itu membaca:
"Dengan nama Allah dan sesuai dengan ajaran Rasulullah."
Selanjutnya, kuburan boleh ditinggikan sejengkal dari tanah dan di atasnya diberi kerikil --kalau ada-- dan disiram dengan air.Dan disyariatkan bagi orang-orang yang mengantarkannya untuk berdiri di sisi kuburan dan berdo'a untuk si mayit. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila sudah selesai menguburkan orang meninggal dunia, beliau berdiri di sampingnya dan berkata:
"Mohonlah ampun untuk saudara kalian dan mintakanlah untuknya ketetapan; sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya."
7. Disyariatkan bagi yang belum menshalatkannya untuk menshalatkannya setelah dikuburkan. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melaksanakan hal tersebut, tapi dengan catatan hal itu boleh dilakukan dalam jangka waktu satu bulan atau kurang, dari setelah dikuburkan. Bila sudah lewat dari satu bulan tidak disyariatkan lagi shalat di atas kuburan. Karena tidak ada keterangan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan shalat di atas kuburan setelah sebulan dari penguburan.
Tidak boleh bagi keluarga jenazah membuat makanan untuk orang-orang. Berdasarkan perkataan seorang sahabat yang mulia Jarir bin Abdillah Al-bajali radhiallahu 'anhu:
"Dulu kami menganggap, berkumpulnya (orang-orang) di tempat keluarga mayit dan membuat makanan setelah penguburan, adalah termasuk 'niyahah' (ratapan yang hukumnya haram)." (HR. Imam Ahmad dengan sanad yang baik).
Adapun membuatkan makanan untuk keluarga yang berkabung atau tamu-tamu mereka maka tidak apa-apa. Bahkan dianjurkan oleh agama, agar para kerabat dan para tetangga membuat makanan bagi mereka. Karena, ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar kabar kematian Ja'far bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu di Syam, beliau meminta keluarga beliau untuk membuat makanan yang diberikan kepada keluarga Ja'far. Beliau bersabda:
"Sesungguhnya telah menimpa kepada mereka musibah yang telah menyibukkan mereka."
Keluarga jenazah boleh memanggil para tetangga dan yang lainnya untuk makan makanan yang telah dihadiahkan bagi mereka dan menurut pengetahuan kami tentang hukum syara', tidak ada batasan waktu untuk hal itu.
Tidak dibolehkan bagi seorang perempuan berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga hari, kecuali yang meninggal adalah suaminya. Saat itu dia harus berkabung selama empat bulan sepuluh hari, kecuali kalau dia hamil maka sampai dia melahirkan. Berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal ini.
Adapun bagi seorang laki-laki tidak boleh mempunyai masa berkabung atas kematian seorang kerabat dan yang lainnya.
8. Disyariatkan bagi kaum pria untuk berziarah kubur dari waktu ke waktu. Tujuannya untuk mendo'akan yang mati, memohon-kan rahmat untuk mereka, juga untuk mengingatkan akan kematian dan apa yang ada setelah itu. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Ziarahilah kubur itu, sesungguhnya dia akan mengingatkan kalian tentang alam akhirat." (Hadits dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada para sahabatnya apabila mereka berziarah kubur untuk mengucapkan:
"Keselamatan untuk kalian wahai ahli kubur dari kaum mu'minin dan muslimin, dan sesungguhnya kami --Insya Allah-- akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah keselamatan untuk kami dan untuk kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang mati lebih dahulu dari kami dan juga orang-orang yang akan mati belakangan."
Adapun kaum wanita, maka dia tidak boleh melakukan ziarah kubur, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat kaum wanita yang menziarahi kubur. Alasannya adalah karena takut terjadi fitnah dan tidak mampu menahan kesabaran. Begitu pula, mereka tidak boleh ikut mengantar jenazah sampai ke kuburan. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang hal tersebut. Akan tetapi, menshalatkan jenazah --baik di masjid maupun di tempat lain-- dibolehkan untuk pria dan wanita semuanya.
Inilah akhir dari apa yang dapat saya tuliskan. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi kita, keluarga dan sahabatnya.
Dicopy dari :
Website “Yayasan Al-Sofwa”
Jl. Raya Lenteng Agung Barat, No.35 Jagakarsa, Jakarta - Selatan (12610)
Telpon: (021)-788363-27 , Fax:(021)-788363-26
www.alsofwah.or.id ; E-mail: info@alsofwah.or.id

Dilarang Keras Memperbanyak Buku ini untuk diperjual belikan !!!

Refensi : http://www.alqiyamah.wordpress.com

27 Januari 2011

FATWA-FATWA TENTANG MEMANDIKAN DAN MENGKAFANI JENAZAH

http://dear.to/abusalma
Maktabah Abu Salma al-Atsari
Abu Salma 1 dari 10 28/02/2007
FATWA-FATWA TENTANG MEMANDIKAN
DAN MENGKAFANI JENAZAH
Oleh :
Fadhilatusy Syaikh ’Abdullah bin Jibrin
Pertanyaan: Bagaimana cara memandikan jenazah itu? Dan
bagaimana cara mengkafaninya?
Jawab: Memandikan jenazah adalah fardhu kifayah. Dan yang paling
utama melakukannya, adalah seseorang yang sudah diwasiati oleh si mayit
untuk itu. Setelah itu kerabatnya yang terdekat, kemudian siapa saja yang
masih ada hubungan rahim dengannya.
Seorang lelaki boleh memandikan istrinya, dan seorang istri boleh
memandikan suaminya. Wanita juga boleh memandikan anak kecil lelaki yang
belum berumur tujuh tahun. Dan seorang lelaki boleh memandikan
perempuan kecil yang belum berumur tujuh tahun.
Tetapi seorang wanita tidak boleh memandikan lelaki, meski ia
mahramnya sendiri. Dan seorang lelaki tidak boleh memandikan wanita,
meski wanita itu adalah ibu atau putrinya, ia hanya boleh mentayamumi
mereka dengan debu.
Seorang muslim tidak boleh memandikan orang kafir, dan tidak pula
mempersiapkan apapun dalam kematiannya. Ia hanya boleh menimbunnya
ke dalam tanah jika tidak ada seorang kafirpun yang menguburnya.
Jika kita hendak memandikan jenazah, maka jenazah itu harus ditutup
auratnya jika berumur lebih dari tujuh tahun. Yang ditutupi adalah daerah
antara pusar hingga lutut. Kemudian ia melepaskan seluruh bajunya, dan
menutupinya dari pandangan orang lain. Yakni jenazah itu diletakkan di
dalam rumah yang beratap, atau jika memungkinkan, jenazah tersebut
dimandikan di dalam tenda.
Kemudian wajah sang mayit kita tutup. Tidak boleh ada orang lain
hadir dalam pemandian ini, selain seseorang yang membantu kita dalam
proses pemandian. Disini niat adalah syarat. Sedang mengucapkan basmalah
adalah suatu kewajiban. Setelah itu kita mengangkat kepalanya hingga
mendekati posisi duduk. Kita memijit perutnya pelan-pelan, pada saat ini kita
banyak-banyak menyiramkan air, juga perlu mengasapi ruangan dengan kayu
gaharu1 jika dikawatirkan ada sesuatu yang keluar dari perutnya.
Lalu kita membelitkan kain ke tangan kita untuk membersihkan jenazah
tadi dan menggosok-gosok kedua kemaluannya. kita tidak boleh menyentuh
aurat jenazah yang sudah berumur tujuh tahun keatas kecuali dengan
penghalang. Dan lebih utama jika tidak menyentuh seluruh anggota tubuh
1 Yaitu kayu yang harum baunya, yang dibakar di atas arang. Setelah terbakar asapnya akan
mengeluarkan keharuman yang semerbak kemana-mana.
http://dear.to/abusalma
Maktabah Abu Salma al-Atsari
Abu Salma 2 dari 10 28/02/2007
lainnya kecuali dengan sarung tangan atau kain yang dibelitkan ke tangan
kita.
Setelah itu, kita membelitkan sepotong kain pada kedua jari untuk
membersihkan gigi-gigi, dan kedua lobang hidungnya, tanpa memasukkan air
ke dalam mulut atau hidung. Kemudian kita membasuhi seluruh anggota
wudhunya.
Kemudian kita menyiapkan air yang bercampur daun bidara atau
bercampur sabun pembersih. Lalu kita membersihkan kepala, serta
jenggotnya dengan busa air tersebut. Dan membasuh sekujur tubuhnya
dengan sisa air tadi. Kemudian kita membasuh bagian samping kanan, lalu
samping yang kiri, dimulai dari kulit lehernya. Kemudian bahu hingga akhir
telapak kakinya.
Lalu kita membalikkannya sembari membasuh tubuhnya. Kita
mengangkat sisi bagian kanannya sambil membasuh punggung dan
pantatnya. Lalu membasuh sisi bagian kiri juga seperti itu. Kita tidak boleh
menelungkupkan jenazah di atas wajahnya. Setelah itu kita menyiramkan air
ke sekujur tubuhnya.
Sedangkan yang sunnah adalah mengulang tiga kali cara mandi
seperti ini, memulai yang kanan dari setiap sisi tubuhnya, dan terus
mengurutkan tangan pada perutnya pada setiap pemandian. Jika tiga kali
pengurutan belum juga membersihkan perut, maka kita tambah hingga perut
itu benar-benar bersih, meski hal itu kita lakukan hingga tujuh kali. Dan
disunnahkan menghentikan pengurutan ini pada bilangan yang ganjil.
Saat memandikan, menggunakan air panas adalah sangat
dimakruhkan. Demikian pula dengan membersihkan sela-sela gigi dan
menggunakan air dingin, kecuali saat diperlukan.
Jika wanita, maka kita mengelabang rambutnya menjadi tiga kali dan
kita letakkan pada bagian belakang kepalanya. Pada pemandian yang
terakhir, kita mencampur airnya dengan kapur barus dan daun bidara. Kecuali
jika sang mayit dalam keadaan ihram dengan ibadah haji atau umrah, maka
hal itu tak perlu dilakukan.
Lalu kita cukur kumisnya, dan kita potong kukunya jika panjangpanjang.
Kemudian kita handuki. Jika masih keluar sesuatu dari perut,
padahal kita sudah mengurut perutnya sebanyak tujuh kali, maka tempat
keluar kotoran itu kita tutup dengan kapas. Jika kapas tidak mempan, maka
kita menggunakan tanah yang panas. Setelah itu tempat keluarnya kotoran itu
kita bersihkan dan kita wudhui lagi jenazahnya.
Jika jenazah yang kita mandikan adalah seseorang yang sedang
ihram, maka kita memandikannya tanpa minyak wangi dan tanpa harumharuman.
Tubuhnya dibersihkan dengan sabun dan daun bidara jika perlu
saja. Dan kepalanya tetap dibiarkan terbuka.
Anak yang gugur (lahir dalam keadaan mati) jika sudah berumur empat
bulan, juga orang-orang yang sulit dimandikan seperti yang mati terbakar dan
yang hancur lebur, maka ia hanya ditayammumi. Sedang orang yang
memandikan, ia wajib menutupi bagian tubuhnya yang buruk.
Mengkafani jenazah hukumnya adalah fardhu kifayah. Untuk kain
kafan, kita mengutamakan membelinya terlebih dahulu dari harta pribadinya,
http://dear.to/abusalma
Maktabah Abu Salma al-Atsari
Abu Salma 3 dari 10 28/02/2007
sebelum kita gunakan untuk melunasi hutang dan tanggungannya yang lain.
Jika si mayit tidak memiliki harta, maka kita mengambil uang untuk membeli
kain kafan itu dari orang yang wajib menafkahinya, yaitu pada saat tak ada
seorangpun yang berderma untuk membelikan kain kafan buat si mayit.
Jenazah seorang lelaki, dikafani dengan tiga lembar kain putih dari
katun atau semisalnya. Lalu sebagian kain itu dibentangkan atas sebagian
yang lain. Dan sebelumnya kain-kain itu sudah disemprot dengan air,
kemudian diasapi dengan semisal kayu gaharu.
Bagian paling atas sendiri, kita taruh kain yang terbaik. Lalu kita
menebar harum-haruman diantara kain yang atas ini, dan memberi parfum
pada setiap lembar kain-kain tersebut2. Setelah itu si mayit diletakkan di
atasnya, kita mengambil sedikit harum-haruman lalu ditaruh pada kapas dan
diletakkan diantara kedua pantatnya. Kemudian kita mengikatnya dari atas
dengan kain yang terbelah ujungnya, seperti bentuk celana dalam, yang bisa
mengikat erat antara dua pantat dan kandung kemihnya.
Kemudian harum-haruman yang masih tersisa kita letakkan pada
setiap lobang yang ada pada wajah dan anggota-anggota wudhunya. Jika kita
mengharumi seluruh tubuhnya, maka itu lebih baik.
Setelah itu kain paling atas, yang ada di sebelah kanan mayit,
ditutupkan pada bagian kirinya. Dan kain yang disebelah kiri ditutupkan pada
bagian kanannya. Kemudian seperti itu pula kita lakukan pada kain kedua dan
ketiga. Dan kita menjadikan kain yang banyak lebihnya ada di bagian kepala.
Lalu bagian tengah setiap kain itu kita ikat. Ikatan itu baru dibuka kembali saat
jenazah dimasukkan dalam kuburan. Kita juga dibolehkan, jika mengkafani
jenazah lelaki dengan baju, sarung dan selembar kain.
Adapun yang disunnahkan pada jenazah seorang wanita, ia harus
dikafani dalam lima kain. Sarung untuk menutupi aurat, kerudung untuk
menutup kepala, baju gamis yang dilobangi tengahnya untuk memasukkan
kepala dari lobang tersebut, kemudian dua lembar kain yang ukurannya
seperti kain kafan jenazah lelaki.
Sedangkan yang wajib untuk kafan jenazah laki-laki dan perempuan,
adalah satu lembar kain yang bisa menutupi seluruh tubuhnya.
******
Pertanyaan: Siapa sajakah yang diwajibkan untuk mengurusi
jenazah?
Jawab: Kepengurusan jenazah diwajibkan atas sanak kerabatnya.
Adapun biaya kepengurusannya, seperti kain kafan, wangi-wangian, upah
penggalian kubur, upah penggotongan jenazah –jika yang menggotongnya
2 Maksudnya kain-kain yang dibawahnya juga diberi parfum. Allahu a`lam.
http://dear.to/abusalma
Maktabah Abu Salma al-Atsari
Abu Salma 4 dari 10 28/02/2007
perlu dibayari-, demikian pula dengan upah orang yang memandikan, maka
ini semua diambil dari harta pribadi sang mayit. Ini lebih didahulukan
ketimbang membayar hutang dan membayar tanggungan lainnya.
Jika si mayit tidak memiliki harta, maka wajib bagi orang yang
diharuskan menafkahinya untuk membayar semua biaya di atas. Tetapi jika
ada seseorang yang menyumbang untuk biaya kepengurusan jenazah
tersebut, maka hal ini dibolehkan, meski seandainya si mayit meninggalkan
banyak harta yang melimpah.
Jika sanak kerabat saling berselisih, setiap orang ingin menanggung
kepengurusan, pemandian, dan pengkafanan, maka didahulukan seseorang
yang paling dekat hubungan rahim terhadap sang mayit. Hal ini jika si mayit
tidak meninggalkan wasiyat kepada siapapun.
Tapi, seandainya si mayit berwasiyat kepada seseorang tertentu, dia
berkata misalnya, "Tidak boleh memandikanku kecuali si fulan." Maka si fulan
yang diberi wasiyat itulah yang berkewajiban memandikannya.
Namun, jika si mayit tidak memberi wasiyat seperti yang diterangkan di
atas, maka lebih diutamakan yang paling dekat, dari ayahnya, kemudian
putranya, kemudian yang paling dekat, dan yang paling dekat. Allahu a`lam.
******
Pertanyaan: Lelaki dan wanita manakah dari kerabat jenazah yang
berhak memandikan jenazah, baik jenazah itu laki-laki ataupun perempuan?
Karena kami melihat beberapa lelaki masuk ke tempat pemandian jenazah,
tak peduli apakah itu jenazah lelaki, perempuan, sanak kerabat, ataupun
jenazah orang asing. Apakah tindakan seperti ini dibenarkan?3
Jawab: Jenazah lelaki hanya dimandikan oleh kaum lelaki. Tetapi
boleh bagi wanita untuk memandikan suaminya. Sedangkan jenazah wanita,
hanya dimandikan oleh kaum wanita. Tetapi boleh bagi seorang lelaki untuk
memandikan istrinya. Sebab dua orang suami istri, masing-masing dari
mereka boleh memandikan yang lainnya. Karena Ali bin Abi Thalib
Radhiyallohu ‘anhu telah memandikan istrinya, yaitu Fatimah binti Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Salam4. Demikian pula dengan Asma` binti Umais
Radhiyallohu ‘anha, ia telah memandikan suaminya, yaitu Abu Bakar Ash-
Shiddiq Radhiyallohu ‘anhu.5
Adapun selain suami istri, maka tidak boleh bagi para wanita untuk
memandikan kaum lelaki, dan tidak boleh pula bagi kaum lelaki untuk
memandikan kaum perempuan. Setiap jenis kelamin hanya memandikan
yang sama dengan jenisnya. Dan masing-masing dari dua jenis ini tidak boleh
3 Shalih Al-Fauzan, Al-Muntaqa, 1/78
4 Lihat, Al-Mushannaf fi Al-Ahaadits wa Al-Aatsaar karya Ibnu Abi Syaibah, 2/455, 456; juga
Al-Mushannaf karya Abdurrazzaq Ash-Shan`ani, 3/408-411. hadits ini dihukumi hasan oleh
Al-Albani. Lihat pula, Irwa` Al-Ghalil, 3/162
5 Lihat, Al-Mushannaf fi Al-Ahaadits wa Al-Aatsaar karya Ibnu Abi Syaibah, 2/455, 456; juga
Al-Mushannaf karya Abdurrazzaq Ash-Shan`ani, 3/408-411.
http://dear.to/abusalma
Maktabah Abu Salma al-Atsari
Abu Salma 5 dari 10 28/02/2007
melihat aurat yang lain. Kecuali anak kecil yang belum tamyiz6, maka tidak
mengapa untuk memandikannya, baik yang memandikan itu kaum lelaki dan
perempuan. Karena anak kecil itu tidak ada aurat baginya.
******
Pertanyaan: Apakah benar jika seorang wanita mengurus pemandian
anak kecil lelaki di bawah umur tujuh tahun?
Jawab: Hal ini dibolehkan, karena anak kecil lelaki tidak mempunyai
aurat. Sebagaimana seorang ibu boleh mengurus kebersihannya di waktu
kecil. Sang ibu mencebokinya dan langsung menyentuh kemaluannya
padahal anak kecil itu hidup. Karena hal itu memang diperlukan. Juga karena
Ibrahim putra Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, ia dimandikan oleh para
wanita, seperti disebutkan para ulama fiqih dalam kitab Al-Ahkam
(pembahasan mengenai hukum-hukum)7.
Para ulama fiqih juga menyebutkan bahwa perempuan kecil di bawah
umur tujuh tahun, kaum lelaki boleh mengurus pemandiannya. Boleh
menyentuh auratnya dan langsung melihat kemaluannya. Meski lebih
diutamakan jika yang memandikannya adalah kaum wanita. Tetapi kebutuhan
mendesak, kadang-kadang mengharuskan kaum lelaki untuk melakukannya.
Allahu a`lam.
******
Pertanyaan: Apakah perhiasan seorang wanita yang meninggal,
wajib dilepaskan sebelum ia dikuburkan?
Jawab: Benar! Hal itu adalah wajib. Karena melepas perhiasan
tidaklah merusak badan sang wanita dan tidak pula berpengaruh padanya.
Maka untuk perhiasan yang ada di tangan, tidak ada pengaruh ketika
melepasnya. Demikian pula dengan perhiasan yang ada di lengan, telinga,
dan hidung. Semua perhiasan ini jika dilepas, tidaklah berpengaruh terhadap
wanita yang meninggal ini.
Karena itu maka wajib melepas semua perhiasan itu darinya dan tidak
dibiarkan terkubur bersamanya. Sebab membiarkan perhiasan itu terkubur
bersamanya, berarti kita sama dengan menghancurkan harta. Padahal orang
yang hidup lebih membutuhkan perhiasan-perhiasan itu, seharusnya orang
hidup itulah yang menjadi pemiliknya.
******
6 Di bawah umur tujuh tahun, belum baligh dan belum bisa membedakan mana yang benar
dan mana yang buruk.
7 Lihat, Manar As-Sabiil, 1/166
http://dear.to/abusalma
Maktabah Abu Salma al-Atsari
Abu Salma 6 dari 10 28/02/2007
Pertanyaan: Jika seorang jenazah dalam mulutnya terdapat gigi
emas, apakah gigi itu diambil sebelum ia dikubur, atau dibiarkan saja?
Jawab: Jika mencabutnya memang mudah, karena si mayit sewaktu
hidup biasa mencabut gigi tersebut, juga dengan mencabutnya ini tidak bakal
merusak mulut atau berpengaruh padanya, maka harus dilakukan adalah
mencabut gigi emas itu darinya. Sebab gigi emas itu mempunyai nilai, dan
orang yang hidup lebih berhak untuk memilikinya.
Tetapi jika dikawatirkan, seandainya gigi itu dicabut maka mulutnya
terus terbuka, atau membuat pemandangannya semakin menakutkan, maka
yang paling baik adalah menghindari pencabutan. Karena yang kita
perhatikan, banyak dari para jenazah, yang seandainya orang-orang yang
memandikan itu membuka langit-langit mulutnya, mereka tidak bisa
menutupnya kembali, dan mulut itu tetap menganga.
Dan yang serupa dengan mulut adalah mata. Karena sering kita
perhatikan, jika mata si mayit terbuka dan terus dibiarkan terbuka hingga
meninggal dunia, maka mata itu akan terus terbuka dan tidak bisa ditutup.
Berdasarkan hal ini, maka sangat diharuskan bagi siapapun yang
menghadiri saat-saat sekarat seseorang, untuk segera memejamkan kedua
matanya sebelum ia meninggal dunia, atau saat meninggal dunia. Demikian
pula ia harus menutup mulutnya, sehingga mulut itu terus tertutup dan mata
terus terpejam. Allahu a`lam.
******
Pertanyaan: Saat memandikan jenazah, apakah kita disyariatkan
untuk membersihkan kumis, bulu ketiak, bulu kemaluan dan kuku-kukunya,
ataukah kita membiarkannya begitu saja?
Jawab: Saat memandikan jenazah, kita disyariatkan membersihkan
kumis, demikian pula dengan bulu ketiak, dan kuku-kuku. Adapun rambut
kemaluan, maka pendapat yang sahih, bahwa rambut itu dibiarkan saja tidak
diutak-atik karena ia adalah aurat. Dan aurat itu tidak boleh disentuh setelah
pemiliknya meninggal dunia. Bahkan tidak halal bagi kita untuk menyentuh
auratnya baik ia hidup atau mati.
******
Pertanyaan: Apa yang kita lakukan terhadap bulu kumis, bulu ketiak,
dan kuku yang diambil dari orang mati?
Jawab: Rambut dan kuku-kuku, dibungkus bersama si mayit dalam
sebuah tas kecil, atau bungkusan lainnya, kemudian dikubur bersama si
http://dear.to/abusalma
Maktabah Abu Salma al-Atsari
Abu Salma 7 dari 10 28/02/2007
mayit. Dan boleh pula membuangnya di tanah bersama sampah-sampah
yang lain, sama seperti rambut orang hidup tanpa ada rasa jijik dan lain
sebagainya.
******
Pertanyaan: Ada seorang lelaki meninggal dunia karena kecelakaan
lalu lintas. Badannya terluka sangat parah, seandainya dimandikan, air akan
merusak seluruh tubuhnya. Maka apa yang harus kami lakukan?
Jawab: Jenazah ini dimandikan semampunya saja. Jika air bisa
disiramkan ke sekujur tubuh dan tidak berpengaruh padanya, maka kita harus
menyiramkan air ke tubuhnya tanpa menggosok-gosok. Tetapi jika sang
jenazah keluar otaknya, ususnya terburai, atau potongan dagingnya kocarkocir,
maka disini kita hanya memandikan bagian tubuh yang bisa
dimandikan, sedang yang lain cukup diusap saja.
******
Pertanyaan: Saat memandikan anak kecil, apakah kita wajib
menutup auratnya atau tidak?
Jawab: Anak kecil yang berumur di bawah tujuh tahun, ia tidak
memiliki aurat baik laki-laki atau perempuan. Karena itu kita tidak wajib
menutupi sesuatupun dari anggota tubuhnya saat memandikan. Tetapi jika
jenazah itu lebih dari tujuh tahun, maka kita wajib menutupi anggotanya yang
diantara pusar hingga lutut.
******
Pertanyaan: Bolehkah kita mengkafani mayit dengan selain kain
putih?
Jawab: Boleh, tetapi yang lebih baik adalah mengkafaninya dengan
kain putih. Karena disebutkan dalam sunan Abi Dawud bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda,
http://dear.to/abusalma
Maktabah Abu Salma al-Atsari
Abu Salma 8 dari 10 28/02/2007
((اِْلب  سوا مِ  ن ثِيابِ ُ ك  م اْلبيا  ض َفإِن  ها مِ  ن  خيرِ ثِيابِ ُ ك  م  و َ كفِّنوا فِي  ها م  وتا ُ ك  م)) 8
"Pakailah untuk baju kalian kain-kain yang putih, karena kain putih adalah
sebaik-baik baju kalian, dan kafanilah dengannya orang-orang yang mati dari
kalian."
******
Pertanyaan: Berapakah jumlah tali yang kita ikatkan pada kafan sang
mayit?
Jawab: Yang disebutkan dalam sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Salam sebanyak tujuh ikatan. Sudah masuk padanya ikatan pada kepala dan
ikatan pada kedua kaki. Tetapi ikatan ini boleh lebih dari itu sesuai dengan
kebutuhan.
******
Pertanyaan: Ada seorang muslim yang membunuh muslim lainnya,
kemudian sang muslim pembunuh ini diberi hukuman bunuh juga. Pertanyaan
kami, apakah muslim yang pembunuh ini jika sudah dibunuh, ia harus
dimandikan dan dishalati?
Jawab: Benar, ia harus dimandikan dan dishalati. Sebab ia tidak keluar
dari lingkaran agama Islam.
******
Pertanyaan: Apakah seseorang yang bunuh diri harus dimandikan
dan dishalati?9
Jawab: Seseorang yang bunuh diri, ia tetap dimandikan, dishalati, dan
dikubur di pekuburan kaum muslimin. Karena ia hanya berbuat maksiat dan
tidak kafir. Sebab bunuh diri hanyalah sebuah kemaksiatan bukan suatu
kekafiran. Maka, jika ada seseorang yang melakukan bunuh diri –mudahmudahan
Allah Subhanahu wa Ta’ala melindungi kita dari perbuatan ini-, ia
tetap dimandikan, dishalati, dan dikafani.
Tetapi wajib bagi pemimpin tertinggi, dan orang-orang yang
mempunyai jabatan penting, untuk tidak menyalatinya. Karena ini sebagai
8 HR. Abu Dawud, 2/176 dan At-Tirmidzi, 2/132
9 Syaikh Abdullah bin Baaz, Fatawa Islamiyyah, 2/62
http://dear.to/abusalma
Maktabah Abu Salma al-Atsari
Abu Salma 9 dari 10 28/02/2007
bentuk pengingkaran dari mereka, sehingga tidak ada seorangpun yang
menduga bahwa para petinggi itu meridhai perbuatan bunuh diri tersebut.
Jadi! Seorang pemimpin Negara, sultan, hakim, gubernur, atau bupati,
jika mereka tidak menyalati pelaku bunuh diri, sebagai bentuk pengingkaran
dan pemberitahuan kepada para manusia bahwa ini adalah perbuatan yang
salah, maka ini baik sekali. Tetapi kaum muslimin lainnya tetap harus
menyalati pelaku bunuh diri itu.
******
Pertanyaan: Saya telah memandikan jenazah, tetapi saya tidak
mandi setalah itu. Kemudian saya mengerjakan banyak shalat. Apakah saya
berdosa dalam hal ini?
Jawab: Mengenai memandikan jenazah, ada sebuah hadits dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Salam dengan sanad yang sahih, yaitu sabda beliau
yang berbunyi,
((م  ن َ غ  س َ ل ميتًا َفْلي  غتسِ ْ ل  وم  ن  ح  مَله َفْليت  و  ضْأ)) 10
"Barangsiapa memandikan orang mati, maka hendaklah ia mandi. Sedangkan
siapapun yang menggotongnya maka hendaknya ia berwudhu."
Hadits ini didhaifkan oleh kebanyakan para ulama`. Sedangkan ulama
lainnya mensahihkannya, dan sebagian ulama yang lain memilih berhenti
(tawaqquf) pada matannya.
Para ulama yang memilih tawaqquf ini berkata, "Apa yang membuat
kita harus mandi, karena orang yang memandikan jenazah tidak melakukan
perbuatan apapun yang mengharuskannya mandi." Sebab itulah mereka
memilih untuk tawaqquf pada matannya.
Adapun para ulama yang mensahihkan hadits ini mereka meyakini
bahwa mandi disini adalah hal yang mustahab. Jadi mereka mengatakan,
"Sesungguhnya mandi adalah mustahab bagi orang yang memandikan
mayit."
Sedangkan sebagian ulama yang lain, mewajibkan berwudhu bagi
orang yang memandikan, jika ternyata ia tidak mandi. Maka mereka berkata,
"Mandi hanyalah sunnah muakkadah, tetapi jika tidak mandi maka ia wajib
berwudhu, wudhu inilah kewajiban yang paling sedikit atasnya."
******
10 HR. Abu Dawud, 2/62-63; At-Tirmidzi, 2/132, beliau menghukuminya hasan. Juga
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Ath-Thayalisi, dan Imam Ahmad, 2/80, 433, 454, 472. Hadits
ini dihukumi sahih oleh Al-Albani.
http://dear.to/abusalma
Maktabah Abu Salma al-Atsari
Abu Salma 10 dari 10 28/02/2007
Pertanyaan: Jika saya membawa jenazah, apakah saya wajib
berwudhu atau tidak?
Jawab: Mengenai berwudhu bagi seseorang yang membawa mayit,
ada sebuah hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam yang berbunyi,
((م  ن َ غ  س َ ل ميتًا َفْلي  غتسِ ْ ل  وم  ن  ح  مَله َفْليت  و  ضْأ)) 11
"Barangsiapa memandikan orang mati, maka hendaklah ia mandi. Sedangkan
siapapun yang menggotongnya maka hendaknya ia berwudhu."
Barangkali maksud hadits di atas, khusus buat orang yang
mendekapnya bukan orang yang membawa jenazah dalam keranda.
Sehingga, ketika Abdullah bin Abbas Radhiyallohu ‘anha dan Abdullah bin
Umar Radhiyallohu ‘anha membawa jenazah dalam keranda, kemudian
dikatakan kepada mereka, "Berwudhulah!", keduanya menjawab,
((ما َأت  و  ضُأ مِ  ن  ح  ملِ  خ  شبةٍ))
"Saya tidak perlu berwudhu hanya karena membawa kayu."
Maksudnya, mereka tidak membawa apapun selain hanya kayu, dan
tidak menyentuh apapun selain kayu belaka. Adapun seseorang yang
mendekap jenazah yang sudah meninggal, yang bisa jadi dalam keadaan
tanpa busana, atau mirip tanpa busana, maka hendaklah ia berwudhu
berdasarkan pada hadits di atas.
Dinukil dari al-Muqorrib li Ahkaamil Jana`iz : 148 Fatawa fil Jana`iz, penyusun :
‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad al-‘Arifi, dimuroja’ah oleh : ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman
al-Jibrin, Penerbit : Dar ath-Thayibah, Riyadh, 1418 H/1997 M.
11 HR. Abu Dawud, 2/62-63; At-Tirmidzi, 2/132, beliau menghukuminya hasan. Juga
diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Ath-Thayalisi, dan Imam Ahmad, 2/80, 433, 454, 472. Hadits
ini dihukumi sahih oleh Al-Albani.

Mantasyabbaha biqoumin Fahuwa Minhum


= Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka =
Oleh:
Dr.Nashir Bin Abdul Karim Al-Aql
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
1
MUKADIMAH
Segala puji bagi Allah, hanya kepada-Nya kami memuji, memohon
pertolongan, memohon ampunan, serta bertaubat. Kami berlindung kepada-Nya
dari keburukan diri kami dan dari kesalahan amal perbuatan kami. Barangsiapa
yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkan. Barangsiapa
yang disesatkan maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Kami bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan tiada sekutu bagi-Nya.
Dialah (Allah) yang telah berfirman dalam Kitab-Nya yang agung: “Tidak akan rela
orang-orang Yahudi dan Nasrani kepadamu hingga kamu mengikuti millah (agama)
mereka.” (QS. Al-Baqarah: 120)
Dan kami bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang
bersabda: “Dan pasti kalian akan mengikuti orang-orang sebelum kalian setapak
demi setapak dan sejengkal demi sejengkal, hingga kalaupun mereka masuk ke
lubang biawak kalian pasti akan mengikutinya.” Kami (para sahabat, ed.) bertanya:
“Ya Rasulullah, jejak orang-orang Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa
lagi kalau bukan mereka.” 1
Juga, Rasulullah pun bersabda: “Barangsiapa yang menyerupai suatu
kaum maka ia termasuk golongan mereka.” 2
Amma ba’du.
Wahai Saudara-saudaraku yang mulia, sesungguhnya masalah tasyabbuh
terhadap orang-orang kafir ini merupakan topik yang sangat penting. Islam
menjadikan masalah ini termasuk dalam hal yang sangat diperhitungkan.
Nabi telah menunaikan amanahnya. Beliau telah menyampaikan risalah
dan telah menasihatinya. Beliau juga telah memperingatkan dalam beberapa
hadits yang berkenaan dengan tasyabbuh terhadap orang-orang kafir, baik secara
global maupun secara detil.
Tetapi, di sisi lain sebagian umatnya justru telah terjerumus ke dalam
jurang tasyabbuh, walaupun berbeda tingkat dan derajat tasyabbuhnya, sesuai
dengan kadar kerusakan yang terjadi pada umat dari zaman ke zaman. Oleh
1 Diriwayatkan dalam Shahihain; Fathul Bari juz XIII hal. 300 dan Muslim hadits no. 2669.
2 Diriwayatkan Imam Ahmad dalam musnadnya juz II hal. 50, dan Abu Dawud dengan sanad jayyid hadits no.
4031, dan dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ush Shaghir no. 6025.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
2
karena itu tidaklah salah kalau kami katakan bahwa kadar tasyabbuh yang
menimpa umat Islam di zaman kini telah mencapai tingkat yang paling kronis
dibanding keadaan yang telah menimpa pada umat-umat terdahulu.
Bila kami perhatikan, nampak sekali bahwa masalah tasyabbuh ini kurang
mendapat perhatian dari banyak kalangan termasuk juga dari kalangan para
ulama. Di samping itu, kami melihat bila permasalahan ini diangkat ke hadapan
kaum muslimin merupakan masalah yang tetap relevan dan sangat diperlukan.
Kita akan meninjau masalah ini dari beberapa segi saja mengingat
kompleksnya masalah ini. Dan, yang terpenting bagi kita adalah memahami halhal
yang bersifat ushul (prinsip) dan beberapa kaidah mendasar yang harus
dipahami oleh setiap muslim. Tentunya agar mereka terhindar jangan sampai
terjatuh ke dalam lubang perangkap tasyabbuh terhadap orang-orang kafir, baik
dalam bidang aqidah, ibadah, adat dan kebudayaan, atau dalam pola perilaku
lainnya. Dan kami akan berusaha menyajikan masalah ini secara ringkas
mengingat keterbatasan waktu.3
3 Naskah ini aslinya adalah bahan muhadlarah (ceramah) yang disampaikan di masjid An-Na’im, Riyadh. Tetapi
kemudian ada yang memohon supaya dibukukan. Maka kami kabulkan permintaan tersebut setelah
membubuhkan beberapa catatan kaki dan sedikit keterangan.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
3
BAB I
PENGERTIAN TASYABBUH
At-Tasyabbuh secara bahasa diambil dari kata al-musyabahah yang berarti
meniru atau mencontoh, menjalin atau mengaitkan diri, dan mengikuti. At-Tasybih
berarti peniruan. Dan mutasyabihah berarti mutamatsilat (serupa). Dikatakan
artinya serupa dengannya, meiru dan mengikutinya.
Tasyabbuh yang dilarang dalam Al-Quran dan As-Sunnah secara syar’i
adalah menyerupai orang-orang kafir dalam segala bentuk dan sifatnya, baik
dalam aqidah, peribadatan, kebudayaan, atau dalam pola tingkah laku yang
menunjukkan ciri khas mereka (kaum kafir, ed.).
Termasuk dalam tasyabbuh yaitu meniru terhadap orang-orang yang tidak
shalih, walaupun mereka itu dari kalangan kaum muslimin, seperti orang-orang
fasik, orang-orang awam dan jahil, atau orang-orang Arab (badui) yang tidak
sempurna diennya (keislamannya), seperti yang akan kami terangkan nanti,
insyaallah.
Oleh karena itu, secara global kita katakan bahwa segala sesuatu yang tidak
termasuk ciri khusus orang-orang kafir, baik aqidahnya, adat-istiadatnya,
peribadatannya, dan hal itu tidak bertentangan dengan nash-nash serta prinsipprinsip
syari’at, atau tidak dikhawatirkan akan membawa kepada kerusakan,
maka tidak termasuk tasyabbuh. Inilah pengertian secara global.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
4
BAB II
MENGAPA TASYABBUH TERHADAP ORANG-ORANG KAFIR
DILARANG
Yang pertama kali harus kita pahami seperti dinyatakan dalam beberapa
ketentuan Islam, bahwa dien (Islam) dibangun di atas pondasi yang dinamakan attaslim,
yakni penyerahan diri secara totalitas kepada Allah dan Rasul-Nya .
Sedangkan at-taslim sendiri bermakna membenarkan seluruh yang
diberitahukan Allah Ta’ala tunduk kepada perintah-perintah-Nya serta menjauhi
larangan-larangan-Nya. Kemudian membenarkan apa-apa yang disampaikan
Rasul-Nya tunduk kepada perintah beliau, menjauhi larangannya dan
mengikuti semua petunjuk-petunjuk beliau.
Jika kita sudah memahami kaidah-kaidah di atas, maka hendaklah seorang
muslim untuk:
1. Bertaslim terhadap apa-apa yang dibawa Rasulullah .
2. Merealisasikannya dalam setiap amal perbuatan. Dan ajaran yang beliau bawa
di antaranya larangan untuk bertasyabbuh terhadap orang-orang kafir.
3. Setelah bertaslim, merasa tenang dengannya dan percaya penuh dengan yang
dikabarkan Allah. Iman dengan segala yang disyari’atkan-Nya dan mewujudkan
dalam perbuatannya, maka tidak dilarang baginya untuk mencari dalam sebab
dan musababnya (mempertanyakan mengapa semua itu diharuskan kepada
manusia, ed). Oleh karena itu kita dapat mengatakan, bahwa faktor yang
menyebabkan kita dilarang bertasyabbuh dengan orang-orang kafir banyak
sekali sebagian besar dapat diterima oleh akal sehat dan fitrah yang suci.
Adapun penyebab timbulnya larangan tersebut, diantaranya:
1. Semua perbuatan orang kafir pada dasarnya dibangun di atas pondasi
kesesatan dlalalah dan kerusakan fasad. Inilah sebenarnya titik tolak semua
perbuatan dan amalan orang-orang kafir, baik yang bersifat menakjubkan anda
atau tidak, baik yang dzahir (nampak nyata) kerusakannya ataupun
terselubung. Karena sesungguhnya yang menjadi dasar semua aktivitas orangorang
kafir adalah dlalal (sesat), inhiraf (menyeleweng dari kebenaran), dan
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
5
fasad (rusak). Baik dalam aqidah, adat-istiadat, ibadah, perayaan-perayaan
hari besar, ataupun dalam pola tingkah lakunya. Adapun kebaikan yang
mereka perbuat hanyalah merupakan suatu pengecualian saja. Oleh karena itu
jika ditemukan pada mereka perbuatan-perbuatan baik, maka di sisi Allah
tidak memberi arti apapun baginya dan tidak diberi pahala sedikitpun.
Sebagaimana firman Allah: “Dan Kami hadapi amal yang mereka kerjakan
kemudian Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS. Al-
Furqan: 23)
2. Dengan bertasyabbuh terhadap orang kafir, maka seorang muslim akan
menjadi pengikut mereka. Yang berarti dia telah menentang atau memusuhi
Allah swt. dan Rasul-Nya . Dan dia akan mengikuti jalur orang-orang yang
tidak beriman. Padahal dalam perkara ini terdapat peringatan yang sangat
keras sekali, sebagaimana Allah berfirman: “Dan barangsiapa yang menentang
Rasul sesuadah jelas datang kepadanya petunjuk dan mengikuti jalannya orangorang
yang tidak beriman, Kami biarkan ia leluasa dengan kesesatannya (yakni
menentang Rasul dan mengikuti jalan orang-orang kafir, pen.) kemudian Kami
seret ke dalam Jahannam. Dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”
(QS. An-Nisa’: 115)
3. Hubungan antara sang peniru dengan yang ditiru seperti yang terjadi antara
sang pengikut dengan yang diikuti yakni penyerupaan bentuk yang disertai
kecenderungan hati, keinginan untuk menolong serta menyetujui semua
perkataan dan perbuatannya. Dan sikap itulah yang menjadi bagian dari
unsur-unsur keimanan, di mana seorang muslim tidak diharapkan untuk
terjerumus ke dalamnya.
4. Sebagian besar tasyabbuh mewariskan rasa kagum dan mengokohkan orangorang
kafir. Dari sana timbullah rasa kagum pada agama, kebudayaan, pola
tingkah laku, perangai, semua kebejatan dan kerusakan yang mereka miliki.
Kekagumannya kepada orang kafir tersebut akan berdampak penghinaan
kepada As-Sunnah, melecehkan kebenaran serta petunjuk yang dibawa
Rasulullah dan para salafush shalih. Karena barangsiapa yang menyerupai
suatu kaum pasti sepakat dengan fikrah (pemikiran) mereka dan ridla dengan
semua aktivitasnya. Inilah bentuk kekaguman terhadap mereka. Sebaliknya, ia
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
6
tidak akan merasa kagum terhadap semua hal yang bertentangan dengan apa
yang dikagumi tersebut.
5. Musyabbahah (meniru-niru) itu mewariskan mawaddah (kasih sayang),
mahabbah (kecintaan), dan mawalah (loyalitas) terhadap orang-orang yang
ditiru tesebut. Karena bagi seorang muslim jika meniru dan mengikuti orangorang
kafir, tidak bisa tidak, dalam hatinya ada rasa ilfah (akrab dan
bersahabat) dengan mereka. Dan rasa akrab dan bersahabat ini akan tumbuh
menjadi mahabbah (cinta), ridla serta bersahabat kepada orang-orang yang
tidak beriman. Dan akibatnya dia akan menjauh dari orang-orang yang shalih,
orang-orang yang bertakwa, orang-orang yang mengamalkan As-Sunnah, dan
orang-orang yang lurus dalam berislam. Hal tersebut merupakan suatu hal
yang naluriah, manusiawi dan dapat diterima oleh setiap orang yang berakal
sehat. Khususnya jika muqallid (si pengikut) merasa sedang terkucil atau
sedang mengalami kegoncangan jiwa. Pada saat yang demikian itu apabila ia
mengikuti yang lainnya, maka ia akan merasa bahwa yang diikutinya agung,
akrab bersahabat, dan terasa menyatu dengannya. Kalau tidak, maka
keserupaan lahiriah saja sudah cukup baginya. Keserupaan lahiriah ini
direfleksikan ke dalam bentuk kebudayaan dan tingkah laku. Dan tidak bisa
tidak, kelak akan berubah menjadi penyerupaan batin. Hal ini merupakan
proses yang wajar dan dapat diterima oleh setiap orang yang mau mengamati
permasalahan ini dalam pola tingkah laku manusia (human being). Kami akan
memberikan contoh yang menggambarkan adanya keserupaan, kecintaan, dan
keakraban antara orang-orang yang senasib. Kalau seseorang bepergian ke
negeri lain maka ia akan menjadi orang asing di sana. Jika dia bertemu dengan
seseorang yang berpakaian sama dengan pakaiannya, kemudian berbicara
dengan bahasa yang sama pula pasti akan timbul mawaddah (cinta) dan ilfah
(rasa akrab bersahabat) lebih banyak dibanding kalau di negeri sendiri. Jadi
apabila seseorang merasa serupa dengan lainnya, maka rasa persamaan ini
akan membekas di dalam hatinya. Ini dalam masalah yang biasa. Lalu
bagaimana jika seorang muslim menyerupakan diri dengan orang-orang kafir
karena kagum kepada mereka? Dan memang inilah yang kini banyak terjadi.
Suatu hal yang tidak mungkin, seorang muslim bertaklid dan menokohkan
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
7
orang kafir kalau tidak berawal dari rasa kagum, kemudian disusul dengan
keinginan untuk mengikuti, mencontoh, dan akhiranya menumbuhkan rasa
cinta yang mendalam yang disertai dengan sikap loyalitas yang tinggi. Hal itu
bisa dilihat pada masa sekarang di mana banyak muslim yang bergaya hidup
kebarat-baratan.
6. Bertasyabbuh terhadap orang-orang kafir pada dasarnya akan menjerumuskan
kepada kehinaan, kelemahan, kekerdilan (rendah diri), dan kekalahan. Oleh
karena itu sikap bertasyabbuh dilarang keras. Demikianlah yang terjadi pada
sebagian besar orang-orang yang mengikuti orang-orang kafir sekarang ini.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
8
BAB III
BEBERAPA KAIDAH
Yang harus dipahami dari kaidah dasar yang dijadikan tolok ukur
tasyabbuh adalah sebagai berikut:
Kaidah Pertama:
Rasulullah memberitakan kepada kita dengan kabar yang pasti benar
dan tidak mungkin keliru, bahwa sebagian umat ini pasti akan mengikuti jejak
orang-orang terdahulu dari umat lain. Hadits mengenai hal ini merupakan hadits
shahih, seperti yang tertulis dalam kitab-kitab Shahih dan kitab-kitab Sunan. Di
antaranya sabda beliau yaitu: “Umat ini pasti akan mengikuti jejak umat-umat
sebelumnya, setapak demi setapak, sejengkal demi sejengkal.” 4
Dan, hadits-hadits lain hingga sampai derajat jazm (pasti), yang menyatakan
bahwa sebagian umat ini pasti akan terjerumus ke arah langkah-langkah orangorang
kafir. As-Sunan (jalan atau jejak) yang dikabarkan Nabi seperti kata para
ahli ilmu, meliputi aqidah, ibadah, hukum, adat kebudayaan, tingkah laku, dan
hari-hari besar atau perayaan-perayaan.
Yang dimaksud dengan umat-umat sebelumnya, dari beberapa keterangan
hadits-hadits lain dari Nabi , secara singkat dinyatakan, bahwa mereka itu
adalah bangsa Persi dan Romawi. Ada pula yang menyatakan bahwa mereka itu
adalah dari kalangan Ahli Kitab, Yahudi dan Nasrani. Juga, ada yang menyatakan
bahwa mereka adalah orang-orang kafir secara mutlak. Bahkan, ada yang
menafsiri bahwa mereka adalah orang-orang musyrik. Nash-Nash tersebut saling
mendukung antara satu dengan lainnya.
Merupakan suatu kepastian bahwa umat ini akan mengikuti jejak orangorang
kafir. Dan dapat dipastikan pula, bahwa yang mereka ikuti dan tiru dari
orang-orang kafir salah satunya dalam bentuk firqah-firqah. Sebab, Nabi
menyatakan, bahwa akan tetap tinggal sebagian umat ini yang tetap berpegang
pada kebenaran dan memperjuangkannya. Mereka itu adalah golongan yang
4 Keterangan hadits ini telah dicantumkan di muka dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim).
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
9
berhak mendapat pertolongan, yang menerangkan kebenaran dengan terangterangan,
yang menyuruh kepada yang ma’ruf, yang melarang kemaksiatan dan
kemungkaran, yang tidak pernah merasa terhalangi oleh orang-orang yang
mencela dan memusuhinya hingga hari kiamat. Merekalah yang dinamakan Al-
Firqatu An-Najiyah (golongan yang selamat). Dan sebagian dari tanda-tanda
keselamatannya yaitu keadaan mereka yang selalu berpegang pada kebenaran,
tidak terjatuh dalam jurang tasyabbuh dengan orang-orang kafir.
Berdasarkan hal ini maka sabda Nabi yang menyatakan bahwa ada
sebagian umatnya yang mengikuti jejak umat-umat terdahulu yang telah
dibinasakan, tidak lain bahwa mereka itu adalah ahlu iftiraq (kelompok sempalan,
ed.) yang memisahkan diri dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah.5
Kaidah Kedua
Nabi ketika memberi tahu kepada kita bahwa sebagian umat ini akan
terjatuh dalam perangkap tasyabbuh atau mengikuti jejak orang-orang kafir, maka
sesungguhnya beliau telah mengingatkan tentang perkara ini denga peringatan
yang sangat keras.
Pertama, pemberitahuan beliau mengenai hal ini mengandung peringatan.
Kedua, yang dimaksud Nabi adalah memperingatkan agar jangan sampai
bertasyabbuh dengan orang-orang kafir, baik secara global maupun secara detil.
Adapun secara global, seperti sabda beliau : “Barangsiapa yang
menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.” 6
dan seperti hadits yang telah lalu: “Sungguh kalian pasti akan mengikuti jejak
umat-umat sebelummu.” 7
Hadits-hadits tersebut bernada peringatan dan pemberitahuan terjatuhnya
umat ke dalam tasyabbuh. Demikian juga yang termaktub dalam hadits-hadits
lain, bahwa Nabi pernah bersabda: “Selisihilah orang-orang musyrik.” 8. Dan
5 Ahlu iftiraq yang berkembang dewasa ini di antaranya Syiah, Ingkarus sunnah, Lembaga Kerasulan, Islam
Jama’ah, Ahmadiyah Qadyan, Aliran Isa Bugis, ed.
6 Hadits shahih, opc.
7 Hadits shahih, opc.
8 HR. Bukhari, Fathul Bari hadits no. 5893, dan Muslim hadits no. 259.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
10
sabdanya: “Selisihilah orang-orang Yahudi.” 9. Dan sabdanya: “Selisihilah orangorang
Majusi.” 10
Semuanya merupakan nash-nash yang bersifat umum dan global. Adapun
yang secara terperinci akan kami terangkan, insyaallah, pada BAB VIII sebagai
contoh praktis terhadap topik ini.
Kaidah Ketiga
Maklumat beliau bahwa sebagian umat beliau ada yang tetap berpegang
teguh pada kebenaran, tidak akan mampu dibendung oleh orang-orang yang suka
mencelanya dan tidak pula oleh orang-orang yang memusuhinya hingga hari
kiamat.
Kaidah-kaidah ini tidak mungkin dipisahkan antara yang satu dengan
lainnya kalau kita ingin melihat masalah tasyabbuh ini. Karena kalau kita
memisahkan nash yang satu dengan nash lainnya, maka sebagian manusia akan
menyangka bahwa seluruh muslimin akan terjatuh dalam tasyabbuh. Hal ini tidak
mungkin sama sekali, mengingat akan bertentangan dengan apa yang telah
dinyatakan Rasulullah bahwa sebagian umatnya ada yang tetap berpegang
teguh pada kebenaran dan memperjuangkannya. Demikian juga kalau kita hanya
mengambil hadits yang satu, --yakni hadits adanya golongan yang tetap berpegang
teguh pada kebenaran dan memperjuangkannya--, dan tidak mengambil hadits
pertama, yakni hadits bahwa umat ini akan mengikuti jejak umat-umat
sebelumnya … dst.--, maka sebagian manusia akan membayangkan bahwa umat
ini tidak akan ditaburi dengan perbuatan tasyabbuh terhadap orang-orang kafir.
Mereka akan membayangkan bahwa umat ini maksum, suci dan terjaga.
Padahal, yang dimaksud bukanlah itu semua, akan tetapi bahwa akan tetap
ada suatu umat pertengahan (umatul wasthi) yakni Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
Merekalah orang-orang yang akan senantiasa tetap di atas As-Sunnah dan tidak
akan terjerat tasyabbuh, sedangkan golongan lain yang memisahkan diri dari Ahlu
Sunnah wal Jama’ah, sesungguhnya sikap memisahkan diri tersebut hanya akan
menjadikan mereka terjatuh ke dalam tasyabbuh. Tidak ada suatu golongan pun
dari umat ini menyimpang dari Sunnah (yakni Ahlu Sunnah, pen.) kecuali akan
9 HR. Abu Dawud hadits no. 652, dishahihkan Hakim, dan disepakati Adz-Dzahabi juz 1 hal. 260.
10 HR. Muslim hadits no. 260.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
11
terjatuh dan tergolong dalam golongan umat yang dibinasakan (umamul halikah),
seperti yang akan kami paparkan nanti, insyaallah.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
12
BAB IV
LARANGAN BERTASYABBUH TERHADAP BEBERAPA HAL
YANG BERSIFAT UMUM
Larangan bertasyabbuh terhadap hal yang bersifat umum ada empat
perkara, yaitu:
Pertama: Masalah Aqidah
Perkara ini adalah perkara yang paling besar dalam tasyabbuh.
Bertasyabbuh dalam perkara ini hukumnya kufur dan syirik. Seperti mensucikan
orang-orang shalih, sharf yakni salah satu cara beribadah kepada selain Allah.
Kemudian seperti mendakwahkan “Anak” atau “Bapak” kepada Allah terhadap
salah satu ciptaan-Nya. Hal itu sebagaimana dakwahan orang-orang Nasrani yang
mengatakan bahwa Al-Masih anak Allah, atau seperti dakwahan orang-orang
Yahudi bahwa Uzair anak Allah. Demikian juga At-Tafarruq (berpecah-pecah) dalam
agama (dien),11 berhukum atau menghukumi dengan undang-undang yang tidak
diturunkan Allah. Dan perkara-perkara lain yang dapat digolongkan dalam bentuk
kekufuran dan kemusyrikan sebab semua itu merupakan masalah aqidah.
Kedua: Yang Berhubungan dengan Hari Besar atau Perayaan-perayaan
Hari-hari besar (perayaan-perayaan) walau sebagian besar termasuk dalam
perkara ibadah, tetapi kadang-kadang ada beberapa bagian yang termasuk adatistiadat.
Kecuali yang dikhususkan dalam syari’at dengan dalil-dalil yang banyak,
dan mengingat pentingnya, maka dikhususkan pelarangannya dengan alasan ada
unsur tasyabbuh di dalamnya.
Ketiga: Masalah Ibadah
Khusus bagi kaum muslimin, bahwa dalam satu tahun hanya ada dua hari
raya saja. Adapaun hari-hari besar lainnya, seperti Maulid Nabi, hari-hari besar,
hari-hari besar nasional, perayaan-perayaan rutin yang mengambil satu hari dalam
setahun, satu kali dalam sebulan, dua hari sekali atau seminggu penuh yang
11 Yakni memisahkan diri dari kebenaran dan dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Tidak termasuk dalam tafarruq
bila berselisih dalam perkara-perkara ijtihadiyah, karena hal ini tidak akan sampai dalam derajat memecah-belah
agama.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
13
selalu diperingati masyarakat, semua itu termasuk tasyabbuh sebagaimana yang
dimaksud dalam nash-nash.
Seperti yang termaktub dalam syari’at bahwa Nabi secara terperinci
melarang bertasyabbuh dengan orang-orang kafir dalam perkara peribadatan. Di
antaranya, seperti mengakhirkan shalat maghrib, meninggalkan makan sahur,
mengakhirkan berbuka puasa, dan sebagainya yang insyaallah akan kami perinci
nanti.
Keempat: Masalah Tradisi, Akhlak, Tingkah Laku
Seperti pakaian, misalnya. Ini dinamakan sebagai petunjuk lahiriah, dan
petunjuk lahir tersebut diamati dari rupa, bentuk, pola tingkah laku, dan akhlak.
Telah dinyatakan pula secara nyata dan jelas tentang keharaman bertasyabbuh
dalam beberapa perkara, baik secara keseluruhan maupun secara sebagiansebagian;
Seperti larangan mencukur jenggot, memakai bejana atau piring dari
emas, memakai pakaian yang merupakan syi’arnya orang-orang kafir, bertabarruj
(menampakkan perhiasan tubuh pada lelaki yang bukan mahram), ikhtilath
(bergaul campur antar lawan jenis yang bukan mahram), laki-laki yang menyerupai
perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki, dan segala bentuk tradisi
kafir lainnya.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
14
BAB V
HUKUM TASYABBUH
Sesungguhnya hukum tasyabbuh dalam masalah yang menyangkut
beberapa perkara disimpulkan dalam satu keputusan. Karena, masing-masing dari
setiap perkara tasyabbuh ini mempunyai hukum sendiri-sendiri berdasarkan nashnash
yang ada. Juga, berdasarkan kaidah-kaidah syar’i sebelum pendapatnya para
ulama dan ahli fiqih.
Akan tetapi, dalam masalah tasyabbuh ini ada beberapa hukum umum yang
meliputi semua jenis tasyabbuh yang bersifat menyeluruh, bukan bersifat parsial.
Hukum umum tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Ada beberapa perkara dari perbuatan tasyabbuh terhadap orang-orang kafir
bisa dihukumi sebagai perbuatan syirik atau kufur; seperti tasyabbuh dalam
bidang keyakinan, beberapa perkara masalah ibadah, misalnya tasyabbuh
terhadap orang-orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi dalam perkara-perkara
yang berhubungan dengan masalah tauhid dan aqidah. Contohnya: seperti
ta’thil yakni menafikkan dan mengkufuri nama-nama dan sifat-sifat Allah
Ta’ala, meyakini kemanunggalan hamba dengan Allah, takdis (mensucikan)
seorang nabi atau orang-orang shalih kemudian berdoa serta beribadah kepada
mereka, berhukum dengan syari’at dan perundang-undangan buatan manusia.
Semua itu kalau tidak syirik pasti kufur hukumnya.
2. Ada pula dari beberapa perbuatan yang menjerumuskan kepada perbuatan
maksiat dan kefasikan. Seperti taklid kepada adat-istiadat atau budaya kafir.
Contohnya, seperti makan dan minum dengan tangan kiri, laki-laki menyerupai
wanita (sisay, ed.) atau wanita yang menyerupai laki-laki (tomboy, ed.) dan lain
sebagainya.
3. Tasyabbuh bisa dihukumi sebagai perbuatan yang makruh bila timbul keraguraguan
antara mubah atau haram karena tidak ada kejelasan hukum.
Maksudnya, kadang-kadang dalam beberapa masalah tingkah laku, adat atau
kebudayaan, serta beberapa masalah keduniaan masih diragukan kedudukan
hukumnya. Apakah masalah tersebut termasuk suatu perkara yang dibenci
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
15
ataukah sesuatu yang mubah (dibolehkan). Namun, demi menjaga agar seorang
muslim tidak terperosok, maka dihukumi sebagai sesuatu yang makruh.
Kini timbullah satu pertanyaan, “Apakah ada perbuatan orang kafir yang
dihukumi mubah?”
Kami katakan, bahwa dinyatakannya mubah terhadap perbuatan orang
kafir, karena perbuatan tersebut menyangkut masalah keduaniaan dan bukan
pula merupakan ciri khusus orang-orang kafir. Di samping itu, masalah tersebut
tidak pula membedakannya dari orang-orang muslim yang shalih, serta tidak
menggiring kepada kerusakan yang besar terhadap kaum muslimin, atau
menguntungkan orang-orang kafir sehingga menyebabkan diremehkannya kaum
muslimin.
Sebagian perkara yang mubah tersebut hendaknya semata-mata merupakan
rekayasa materi murni dan tidak akan menyebabkan kaum muslimin tergiring
untuk mengikuti kaum kafir, sehingga bakal membahayakan mereka. Demikian
juga dengan ilmu-ilmu murni keduniaan yang tidak menyangkut aqidah dan
akhlak, maka semua ini termasuk dalam perkara mubah.
Kadang-kadang kaum muslimin harus mengambil manfaat dari ilmu-ilmu
murni keduniaan yang dimiliki orang-orang kafir. Dan, yang dimaksud dengan
murni (bahtah) adalah tidak mengandung unsur-unsur atau tanda-tanda yang
bertentangan dengan nash-nash atau kaidah-kaidah syar’i. Atau, yang dapat
menjerumuskan kaum muslimin pada kehinaan dan kekerdilan. Bila ketentuan
tersebut dipenuhi, maka bisa dimasukkan ke dalam kategori mubah.12
Jika dalam perkara-perkara aqidah, ibadah, hari-hari besar, keharamannya
telah ditetapkan secara qath’i (tegas). Itu berarti, bahwa keharaman bertasyabbuh
terhadap orang-orang kafir, dalam hal-hal tersebut di atas telah pula ditetapkan
secara qath’i.
12 Sudah menjadi kewajiban seorang muslim untuk lepas dari kungkungan orang kafir semampu mungkin. Akan
tetapi, yang demikian itu tidak boleh melalaikan kewajiban asasi seorang muslim, seperti jihad, menyuruh
kema’rufan, mencegah kemungkaran, dakwah dan menegakkan agama. Dan tidak boleh bagi seorang muslim
bersifat rakus dalam usaha mengeruk perkara-perkara keduniaan, tetapi hendaknya harus sesuai dengan batasbatas
yang ditentukan syari’at, sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah , sahabat, dan para salaful ummah
(umat terdahulu). Tidak ada larangan untuk memanfaatkan benda-benda buatan mereka (kaum kafir), hurufhuruf,
dan benda-benda lain selama tidak mengakibatkan kekerdilan dan kehinaan muslimin. Dan, kami lihat
terus terang merupakan kewajiban muslimin sekarang ini untuk mengejar ketinggalan mereka di bidang materi,
tapi dengan catatan harus tetap berpegang teguh pada agama (dien) dan aturan-aturan syari’at terlebih dahulu,
kemudian baru berusaha untuk mencari keunggulan di bidang materi. Sebab, menegakkan agama lebih penting
daripada keunggulan materi. Wallahu a’lam.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
16
Selain masalah tersebut di atas, hal-hal yang menyangkut tradisi budaya
(selama menunjukkan bahwa perbuatan itu merupakan ciri khusus kaum kafir,
ed.) maka hal itu termasuk tasyabbuh yang diharamkan. Dan, kalau bukan
merupakan ciri khusus mereka, maka hukumnya salah satu di antara tiga, yakni
bisa haram, makruh, atau mubah. Sedangkan, dalam masalah-masalah ilmu dan
perkara-perkara keduniaan murni, seperti penemuan atau pembuatan barangbarang
bersifat umum, pembuatan senjata, dan lain-lain maka hukumnya
termasuk mubah, jika memenuhi syarat-syarat di atas.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
17
BAB VI
GOLONGAN-GOLONGAN YANG TERLARANG DITASYABBUHI
Dengan menelaah dan mengkaji nash-nash syar’i maka kita akan dapat
mengenali beberapa golongan (yang dilarang untuk ditiru, ed.), tidak saja secara
garis besar, tetapi juga secara mendetil.
Golongan Pertama: Orang Kafir
Sebagaimana telah dinyatakan, bahwa secara umum bertasyabbuh kepada
orang-orang kafir, dengan tanpa kecuali, adalah sangat terlarang. Termasuk
golongan ini adalah orang-orang musyrik, Yahudi, Nasrani, Majusi, Syaibah, orangorang
Komunis, dan lain-lain. Kita dilarang bertasyabbuh terhadap setiap perkara
yang merupakan ciri khas orang kafir, baik dalam ibadah, adat-istiadat, maupun
pakaian. Seperti sabda Nabi kepada Abdullah bin Umar ra. Ketika beliau
melihatnya berpakaian dengan dua pakaian berwarna kuning keemasan, sabda
beliau: “Sesungguhnya pakaian ini adalah dari orang-orang kafir, maka janganlah
kamu memakainya.”
Hal ini merupakan dalil, bahwa jika pakaian itu merupakan pakaian khas
orang-orang kafir maka seorang muslim tidak boleh memakainya.13
Golongan Kedua: Orang-orang Musyrik
Kita telah dilarang bertasyabbuh terhadap cara ibadah mereka, perayaan
hari-hari besar mereka, perbuatan-perbuatan mereka, seperti muka’an wa
tashdiyah yakni beribadah dengan cara bersiul-siul dan bertepuk tangan, minta
syafaat dan tawassul dengan makhluk ciptaan Allah swt. di dunia, bernadzar dan
berkurban di pekuburan, dan perbuatan-perbuatan lainnya. Termasuk perbuatan
yang dilarang pula yakni meninggalkan padang Arafat sebelum maghrib (dalam
berhaji) sebab perbuatan tersebut merupakan perbuatan kaum musyrikin.
13 Sebagian pakaian yang merupakan pakaian khas orang kafir adalah pantalon. Oleh karena itu tidak boleh
memakainya di negeri-negeri muslimin, walaupun banyak dipakai oleh orang yang serba kebarat-baratan dan
inilah yang banyak menimpa di sebagian negeri-negeri muslimin. Akan tetapi, ibrah (contoh pelajaran) harus
diambil dari orang-orang yang istiqamah, orang-orang yang faqih dalam agama, bukan dari banyaknya orang
yang memakai, karena pantalon yang ketat menampakkan bentuk aurat. Sebagian lagi ciri khas orang kafir,
contohnya topi Yahudi dan lambang salib milik orang-orang Nasrani.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
18
Para pendahulu kita (as-salafus shalih) sangat membenci setiap perkara
yang merupakan ciri khas milik orang-orang musyrik dan semua yang termasuk
perbuatan-perbuatan mereka. Seperti kata Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, ra. dan
yang lainnya: “Barangsiapa yang membuat bangunan di negeri orang-orang musyrik
serta membuat panji-panji dan pataka-pataka (bendera lambang komando) mereka
hingga akhir hayatnya, maka akan dikumpulkan bersama mereka di hari kiamat.” 14
Dan Ibnu Umar ra. membenci meletakkan hiasan-hiasan di masjid dan
melarang dari hal tersebut serta semua hal yang berhubungan dengan masalah
itu, karena menurut beliau ra. bahwa hal itu menyerupai patung-patung orang
musyrik.15
Golongan Ketiga: Ahli Kitab
Yang dimaksud Ahli Kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Kita
dilarang meniru semua perkara yang merupakan ciri khas orang-orang Yahudi dan
Nasrani, baik dalam bidang aqidah, ibadah, adat-istiadat (budaya), dalam
berpakaian, atau hari-hari besar mereka. Contohnya: membuat bangunan di atas
kuburan, dan menjadikannya masjid, menggantungkan gambar-gambar (foto-foto),
mengekspose wanita, meninggalkan makan sahur, tidak menyemir rambut yang
memutih (dengan warna selain hitam, pent.), menggantung atau memasang salib,
ikut memperingati dan merayakan hari-hari besar mereka dan lain-lain.
Golongan Keempat: Orang-orang Majusi
Sebagian ciri khas orang-orang Majusi adalah menyembah dan beribadah
kepada api, mensucikan raja-raja dan para pembesar, mencukur rambut bagian
kuduk dan membiarkan rambut bagian depan, mencukur jenggot, memanjangkan
kumis, meniup peluit atau terompet, dan memakai piring atau bejana dari emas
dan perak.
Golongan Kelima: Persia dan Romawi
Termasuk golongan ini tentu saja Ahli Kitab, Majusi dan lainnya, Persia dan
Romawi. Kita juga telah dilarang bertasyabbuh dengan hal-hal yang merupakan
ciri khas mereka dalam peribadatan, kebudayaan, cara dan tata tertib keagamaan.
Seperti, mengagungkan dan mensucikan pembesar-pembesar dan orang-orang
14 Sunan Baihaqi juz IX hal. 234.
15 Lihat Al-Mushannif oleh Ibnu Abi Syaibah juz I hal. 309, dan Iqtidla Shirathal Mustaqim oleh Ibnu
Taimiyah juz I hal. 344.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
19
terhormat, mentaati pendeta (alim ulama) dan rahib-rahib (orang-orang shalih)
yang mensyari’atkan sesuatu yang tidak disyari’atkan Allah, berlebih-lebihan serta
melampaui batas dalam beragama.
Golongan Keenam: Orang-orang ‘Ajam yang Bukan Muslimin
Hal ini berdasarkan sabda Nabi ketika beliau melarang seorang laki-laki
yang memakai sutera di bagian bawah pakaiannya, dengan sabda beliau: “Seperti
orang ‘Ajam (bukan Arab, non Muslim, pent.).” 16, atau terhadap orang yang
menambahkan sutera di bagian pundak pakaiannya, dengan sabdanya: “Seperti
orang ‘Ajam (bukan Arab, yang non muslim, pent.)” 17.
Dan, beliau juga melarang berdiri menyambut pembesar sebagai
penghormatan. Bahkan, beliau melarang perbuatan yang sama bagi makmum
terhadap imamnya dengan alasan yang sama, sebab dikhawatirkan mereka
memahami bahwa yang demikian itu adalah salah satu cara penghormatan. Hal itu
sebagaimana dinyatakan dalam asbabul wurud dari hadits tersebut, bahwa yang
demikian itu bertasyabbuh dengan perbuatan orang-orang ‘Ajam yang berdiri
untuk menghormati kedatangan pembesar-pembesar mereka. Hal inilah yang
dilarang, karena bertasyabbuh dengan orang-orang kafir ‘Ajam.18
Perkara ini dikuatkan pula oleh Umar bin Khattab ra. Beliau melarang
berpakaian seperti orang ‘Ajam sebagaimana halnya terhadap orang-orang
musyrik. Beliau menyampaikan larangan tersebut dengan keras sekali. Demikian
pula dengan yang diisyaratkan oleh para as-salaf ash-shalih.
Golongan Ketujuh: Orang-orang Jahiliyah dan Ahlinya
Kita juga telah dilarang dari segala hal yang berbau jahiliyah, baik dalam
akhlak, ibadah, adat, maupun syi’ar-syi’arnya. Seperti membuka wajah dan
bertabarruj bagi wanita, tidak berpakaian di bawah terik matahari pada waktu
ihram sehingga dia meminta-minta pakaian. Hal ini seperti yang dilakukan oleh
orang-orang Rafidlah zaman sekarang ini. Semua ini merupakan perbuatan
jahiliyah dan amalan orang-orang musyrik. Demikian juga bertelanjang (tidak
memakai pakaian, yakni menampakkan aurat, baik keseluruhan maupun sebagian
16 Dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, hadits no. 4049. Dan Nasa’i juz VIII hal. 143,
Imam Ahmad juz IV hal. 134. Dan lihat Iqtidla Shirathal Mustaqim oleh Ibnu Taimiyah juz I hal. 304.
17 Idem.
18 Lihat Shahih Muslim hadits no. 413, Sunan Abu Dawud hadits no. 602, 606, 5230, Ibnu Majah hadits no.
1240 dan Musnad Ahmad juz V hal. 253, 256.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
20
saja), fanatik kebangsaan, berbangga-bangga dengan kebangsawanan dan mencela
nasab, meratapi mayat dan meminta hujan kepada bintang-bintang (yakni
berpendapat bahwa hujan turun karena musim dan bukan karena rahmat Allah,
pent.). Nabi telah membantah dan membatalkan semua yang berbau jahiliyah
dengan Islam, baik pahamnya, kebudayaannya, atau taklidnya (ikut-ikutan tanpa
ilmu), peraturan dan perundangannya, iklan-iklan dan propagandapropagandanya.
Golongan Kedelapan: Setan
Golongan lainnya yang terlarang untuk dijadikan figur peniruan (tasyabbuh)
adalah setan. Nabi telah menerangkan perbuatan-perbuatan setan itu dan kita
dilarang menirunya. Seperti, makan dan minum dengan kiri. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya: Bahwa Nabi bersabda: “Janganlah
kalian makan dengan tangan kiri dan jangan pula minum dengannya (tangan kiri).
Sesungguhnya setan makan dengan tangan kirinya dan minum dengannya (tangan
kiri pula).” 19
Tetapi sayangnya, perbuatan ini banyak dilakukan di kalangan kaum
muslimin dengan menganggap bahwa perbuatan itu adalah perbuatan sepele, atau
memang karena ketakabburannya terhadap kebenaran, serta iman meniru-niru
auliya’u setan (teman-teman setan) dari golongan orang-orang kafir dan fasik.
Golongan Kesembilan: Orang-orang Badui yang Tidak Sempurna Agamanya
Mereka adalah orang-orang Badui (Arab) yang jahil. Banyak orang-orang
Arab yang memakai hukum perundang-undangannya berdasar adat dan taklid
(mengikuti nenek moyang, ed.), tidak berdasarkan Islam sama sekali. Semuanya
itu merupakan warisan jahiliyah, bahkan ada orang-orang Badui yang fanatik
terhadap adat-istiadat dan kebudayaannya, doktrin-doktrin hari-hari besar, taklid,
serta berbagai atribut lainnya meskipun bertentangan dengan syari’at Islam.
Di antaranya, fanatik jahiliyah (kebulatan tekad untuk mempertahankan
kejahiliyahan), membangga-banggakan kebangsawanan, mencela nasab,
menamakan maghrib dengan isya dan menamakan isya dengan al-atamah
(kegelapan malam), bersumpah untuk thalak, menggantungkan thalak, tidak
menikah kecuali dengan anak pamannya, dan adat-adat jahiliyah lainnya.
19 HR. Muslim hadits no. 2019.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
21
BAB VII
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KAUM MUSLIMIN
TERJEBAK DALAM TASYABBUH
Pertama kali yang perlu kita ketahui bahwa masalah ini (yakni tasyabbuh,
pent.) adalah suatu masalah yang baru dan diada-adakan. Kalau bukan sebagai
masalah baru, tentu masalah tersebut sudah terjadi, seperti yang disinggung oleh
Nabi .
Kedua, yang harus kita ketahui berdasarkan kaidah-kaidah yang telah
diuraikan di muka, bahwa orang-orang yang telah terjebak dalam tasyabbuh
terhadap orang-orang kafir bukan termasuk ahlul haq dan bukan pula termasuk
Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Sesungguhnya orang-orang yang telah terjebak dalam
perangkap tasyabbuh adalah termasuk ahlul ahwa (pengikut hawa nafsu) dan
ahlul iftiraq (kelompok sempalan). Tidak ada satu golongan pun yang memisahkan
diri dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah kecuali pasti di dalamnya ada unsur
ketasyabbuhan dengan orang-orang kafir, sedikit atau banyak!
Sebab-sebab Pokok yang Menjatuhkan Kaum Muslimin Kepada Tasyabbuh
Terhadap Orang-orang Kafir
1. Tipu daya orang-orang kafir terhadap Islam dan kaum muslimin
Inilah yang terjadi sejak lahirnya Islam hingga hari ini. Orang-orang kafir
dengan segala jenis ajarannya, aqidahnya, serta dengan segala bentuk aturan dan
hawa nafsunya berusaha memperdayakan Islam. Sebagian dari pelaksanaan
program tipu daya mereka adalah menjebak kaum muslimin supaya bertasyabbuh
dalam masalah aqidah, adat-istiadat, hari-hari besar dan perayaan-perayaan, serta
dalam tingkah laku. Oleh karena itu dapat kita temukan, bahwa sebagian besar
faktor yang menyebabkan kaum muslimin berpecah-belah adalah karena hasil tipu
daya orang-orang kafir.
Tidak satu kelompok pun yang menyempal dari umat (Ahlu Sunnah) kecuali
kita temukan di sana salah satu penyebabnya adalah adanya sekelompok orangorang
kafir yang menyelinap di kalangan kaum muslimin kemudian
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
22
menghembuskan keonaran dan perpecahan. Setelah itu mereka menyiarkan
perpecahan itu di kalangan pengikut hawa nafsu dan orang-orang yang
menyepelekan agama, atau kepada para tokohnya beserta para pengikutnya. Jadi
tipu daya orang-orang kafir adalah merupakan pokok penyebab terjebaknya kaum
muslimin ke dalam tasyabbuh. Sedangkan, Allah Ta’ala telah memberi tahu kepada
kita tentang hal itu dengan firman-Nya: “Dan tidak akan rela kepadamu orangorang
Yahudi dan Nasrani itu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (QS. Al-
Baqarah: 120).
Dan, juga firman-Nya: “Mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan)
kemadlaratan bagimu. Mereka menyukai apa-apa yang menyusahkanmu. Telah
nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka
adalah lebih besar lagi.” (QS. Ali Imran: 118). Kemudian firman-Nya pula: “Orangorang
kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan
diturunkannya suatu kebaikan kepadamu dari Rabb-mu.” (QS. Al-Baqarah: 105).
Dan firman-Nya: “Jika kamu mentaati orang-orang kafir niscaya mereka
mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran kembali).” (QS. Ali Imran: 149).
Dan firman-Nya: “Jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al-
Kitab (Nasrani dan Yahudi) niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi
orang-orang kafir sesudah kamu beriman.” (QS. Ali Imran: 100).
Jadi tidak diragukan lagi bahwa mereka (orang-orang kafir) sangat
mengharapkan, bahkan dengan tiada henti-hentinya, agar kaum muslimin keluar
dari agamanya. Oleh karena itu kaum kafir sekarang ini lebih gencar lagi
mencurahkan tenaganya dibandingkan dengan zaman-zaman sebelumnya. Dan,
setiap muslim yang mau mengamati segala yang menimpa kaum muslimin di
seluruh dunia sekarang ini tentu akan bisa merasakan serbuan orang-orang kafir
kepada umat Islam itu. Dan, dalam upayanya tersebut, orang kafir memusatkan
perhatiannya kepada berbagai urusan di antaranya bidang aqidah, kebudayaan,
keorganisasian, politik, akhlak, dan lain-lain. Sesungguhnya orang-orang kafir dan
antek-anteknya telah menghimpun kekuatan untuk menjebak umat Islam ke
dalam jurang tasyabbuh. Jebakan mereka tersebut lebih dasyat dari yang telah
dilakukan pada zaman manapun di masa lalu.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
23
2. Kebodohan umat dan tidak adanya pemahaman terhadap Islam
Yakni kebodohan mereka terhadap hukum-hukum agama dan manhaj
Salafush Shalih (yaitu manhaj Rasulullah dan para sahabat serta tabi’in, tabi’it
tabi’in, dan para imam yang mendapat petunjuk).
3. Kelemahan umat Islam dalam bidang materi, maknawi dan kemiliteran
Sehingga menjadikan mereka merasa lemah dan kerdil, kalah dan terusir,
serta dikuasai orang kafir dalam semua bidang kehidupan.
4. Tipu daya orang-orang munafik
Kaum munafik ini tumbuh dan berkembang di kalangan kaum muslimin.
Mereka adalah pelaku-pelaku ajaran itu sendiri, akan tetapi mereka sangat kuat
dukungannya kepada orang-orang kafir di setiap zaman, dahulu maupun
sekarang. Oleh karena itu orang-orang munafik yang ada dalam kalangan kaum
muslimin ini mempunyai peranan amat besar terhadap upaya menjerumuskan
kaum muslimin ke dalam tasyabbuh.
Adapun yang dimaksud orang-orang munafik adalah mereka yang termasuk
kelompok:
a) Orang-orang yang mendakwahkan dirinya muslim yang berasal dari orangorang
kafir. Mereka masuk Islam secara lahirnya saja, dengan tujuan untuk
membuat tipu daya.
b) Orang-orang yang aslinya muslim akan tetapi kemudian murtad dan
menyeleweng.
c) Orang-orang yang cenderung kepada kefasikan dan perbuatan-perbuatan dosa,
walaupun ia mengaku Islam. Kebanyakan dari orang-orang yang terjebak dalam
tasyabbuh dengan orang-orang kafir adalah orang-orang yang di dalam hatinya
ada penyakit. Orang-orang semacam inilah yang menyukai tersebarluasnya
hawa nafsu setan dan kekejian-kekejian di kalangan kaum muslimin,
sebagaimana yang diperbuat kaum orientalis Barat dan lain-lainnya.
Selain faktor-faktor tadi masih banyak faktor lainnya yang menyebabkan
kaum muslimin terjerembab ke dalam tasyabbuh terhadap orang-orang kafir.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
24
BAB VIII
CONTOH-CONTOH PRAKTIS TASYABBUH YANG DILARANG
RASULULLAH
I. Iftiraq (Memisahkan Diri dari Jama’ah Ahlu Sunnah)
Masalah pertama yang secara tegas dilarang oleh Nabi atau secara syar’i
dari sikap tasyabbuh terhadap orang-orang kafir adalah iftiraq fi dien (berpecah
belah dalam agama). Masalah ini banyak dinyatakan dalam Al-Quranul Karim dan
dalam As-Sunnah yang tsabit dan shahih.
Allah Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang
yang bercerai-berai dan berselisih setelah datang kebenaran kepada mereka.” (QS.
Ali Imran: 105). Kemudian dihubungkan dengan pernyataan Nabi tentang akan
berpecah-belahnya umat ini: “Orang-orang yahudi terpecah menjadi 71 firqah, dan
orang-orang Nasrani terpecah menjadi 72 firqah, sedangkan umat ini akan terpecah
menjadi 73 firqah.”
II. Membuat Bangunan di Atas Kubur, Menjdikannya Masjid dan Diibadahi,
serta Menggantung Gambar
Beberapa masalah ini banyak dinyatakan dalam berbagai nash di antaranya
sebagai berikut:
• Dari Ali ra. berkata: “Rasulullah memerintahkan kepadaku supaya jangan
membiarkan satu kuburan pun yang dimuliakan kecuali engkau ratakan, dan
jangan membiarkan satu arca pun kecuali engkau hancurkan.” 20
• Dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim dengan sanad yang shahih: Dari
Mu’awiyah ra. berkata: “Sesungguhnya meratakan kubur itu merupakan sunnah,
dan orang-orang Yahudi dan Nasrani telah meninggikannya, maka jangan
bertasyabbuh dengan mereka.” 21
Yakni membuat bangunan di atas kubur. Bala ini –yakni meninggikan kubur itu
sendiri—merupakan bala paling besar yang menimpa kaum muslimin di segala
20 Hadits shahih diriwayatkan Muslim hadits no. 969.
21 Iqtidla Shirathal Mustaqim oleh Ibnu Taimiyah juz I hal. 342.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
25
penjuru bumi sekarang ini. Oleh karena itu sungguh benar sabda Nabi :
“Pastilah kalian akan melakukan cara orang-orang sebelummu.”
Selain itu ada pula yang menjadikan kubur para nabi sebagai masjid. Arti
menjadikan kubur para nabi sebagai masjid adalah membuat bangunan di atasnya
(yang berupa masjid atau bangunan lainnya, ed.) kemudian dipakai untuk shalat.
Dengan meniru perbuatan tersebut, maka dibangunlah juga kuburan orangorang
shalih di masjid walaupun setelah dibangunnya masjid itu. Semua ini
termasuk dalam larangan. Termasuk yang dilarang adalah menjenguk atau
menziarahi kubur dengan tujuan berdoa di sana, atau berdoa kepada mayat, atau
dalam rangka mendekatkan diri (taqarrub) kepadanya. Semua itu adalah perbuatan
yang biasa dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani, padahal Nabi telah
memperingatkan tentang hal itu dengan peringatan yang sangat keras.
Juga, seperti yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Rasulullah lima
puluh hari sebelum beliau wafat bersabda: “Aku berlepas diri kepada Allah kalau
sampai dijadikan sebagai khalil (teman, kekasih), karena Allah telah menjadikanku
sebagai kekasih-Nya seperti menjadikan Ibrahim sebagai kekasih. Kalau
seandainya aku dibolehkan mengambil orang sebagai kekasih (khalil) pasti aku
jadikan Abu Bakar sebagai khalilku. Waspadalah, sesungguhnya orang-orang
sebelummu telah menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid, dan aku
melarang kalian dari berbuat yang demikian itu.” 22
Dan dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), Nabi pernah bersabda: “Celakalah
orang-orang Yahudi, yang telah menjadikan kubur para nabi mereka sebagai
masjid.” 23 Dan, dalam lafadz Muslim: “Allah melaknat orang-orang Yahudi dan
Nasrani karena mereka menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid.” 24
Dan, dalam Shahihain: Dari A’isyah dan Ibnu Abbas radliallahu ‘anhuma berkata:
ketika Rasulullah tertimpa sakit sampai wafatnya,beliau menutupkan selimut ke
wajahnya, dan ketika beliau merasa penuh dengannya maka disingkapnya dari
wajah beliau, dan beliau bersabda sedang ia dalam keadaan demikian itu: “Laknat
Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kubur para nabi
22 Shahih Muslim hadits no. 532.
23 Shahih Bukhari, Fathul Bari hadits no. 437.
24 Shahih Muslim hadits no. 530.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
26
mereka sebagai masjid.” Beliau memperingatkan atas apa yang telah mereka
perbuat. 25
Dalam riwayat lain Nabi bersabda mengomentari kisah Ummu Salamah
dan Ummu Habibah ketika mereka melihat gereja yang sangat indah dengan
dihiasi gambar-gambar di dalamnya, maka bersabda Nabi : “Mereka adalah
kaum yang apabila meninggal seorang yang shalih atau laki-laki yang shalih,
dibangunlah di atas kubur mereka sebuah tempat peribadatan dan mereka hiasi
dengan gambar-gambar sang mayat tersebut. Mereka adalah seburuk-buruk
makhluk di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla.” 26
Masalah itulah yang merupakan ujian yang paling berat bagi muslimin
zaman sekarang ini.
III. Fitnah Wanita
Masalah yang paling dahsyat dan paling berbahaya dari tasyabbuh yang
menimpa kaum muslimin adalah fitnah wanita. Masalah ini merupakan hasil
rekayasa orang-orang kafir.
Yang dimaksud dengan fitnah wanita adalah keluarnya mereka dari tempat
tinggalnya (rumah) tanpa memakai hijab (jilbab) dan mencampakkan rasa malunya
sehinnga menjadikan fitnah di kalangan laki-laki. Dikhususkannya wanita dalam
hal ini, karena:
1. Wanita sangat mendambakan kemegahan dunia.
2. Wanita dapat menarik laki-laki kepada ketaklidan (hal yang bisa menjadikan
mengikuti dengan begitu saja) serta merupakan salah satu perantara hingga
terjadi yang demikian itu.
3. Wanita diciptakan dengan daya pikat yang hebat terhadap laki-laki, terutama
dengan rayuannya. Demiian pula laki-laki dijadikan cenderung kepada wanita
jika mereka berpapasan dengan tanpa memakai hijab dan tanpa diiringi rasa
malu.
Dari banyak kasus tasyabbuh terhadap Ahli Kitab dan orang-orang kafir,
baik dalam adat-istiadat, akhlak, hari-hari besar dan perayaan-perayaannya, yang
25 Shahih Bukhari, Fathul Bari hadits no. 435, 436, dan Muslim hadits no.531.
26 Shahih Bukhari, Fathul Bari hadits no.435, 436, dan Shahih Muslim hadits no.531.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
27
pertama kali terjerat adalah wanita. Kemudian, diikuti dengan para orang tua dan
orang-orang jahil.
Sayangnya gejala ini --yakni fitnah wanita-- sudah menjamur di kalangan
kaum muslimin di zaman sekarang ini. Padahal Nabi telah memperingatkan
akan hal itu dalam sabdanya: “Waspadalah terhadap dunia dan wanita, karena
sesungguhnya fitnah pertama yang menimpa Bani Israil adalah karena wanita.” 27
Yakni, jika wanita dijadikan panutan, karena hubungan laki-laki dengan
wanita harus seperti yang telah digariskan dalam ketentuan-ketentuan Allah
Ta’ala.28 Dan, bila seorang wanita mulai meninggalkan rasa malu dan
menanggalkan hijab, maka sesungguhnya hal itu adalah salah satu jalur terjadinya
fitnah. Dan, sebagian besar umat jika telah terjebak dalam perangai ini, maka
jadilah mereka umat yang tidak beruntung diennya dan akan dikuasai oleh fitnah.
IV. Tidak Menyemir Rambut yang Beruban
Sebagian dari yang dilarang Nabi dalam bertasyabbuh dengan orangorang
kafir adalah membiarkan rambut beruban dan tidak disemir. Perbuatan
semacam itu adalah menyerupai orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Seperti yang termaktub dalam Shahihain: Dari Abu Hurairah ra. berkata:
bersabda Rasulullah : ”Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
menyemir ubannya, maka selisihilah mereka.” 29 Dengan syarat tidak menyemirnya
dengan warna hitam seperti yang dinyatakan dalam nash-nash lainnya.
V. Memotong Jenggot dan Memelihara Kumis
Perbuatan demikian itu menjadikan mereka tasyabbuh terhadap orangorang
musyrik, Majusi, Yahudi, dan Nasrani. Seperti yang banyak dinyatakan
dalam hadits shahih dari Nabi tentang keharusan memelihara jenggot dan
memotong kumis. Dan, yang menjadi sebab, menurut Nabi adalah untuk
membedakan dari orang-orang musyrik dan Majusi. Bersabda beliau :
“Selisihilah orang-orang musyrik, cukurlah kumis dan panjangkanlah jenggot.” 30
Dan, dalam riwayat lain seperti yang termaktub dalam hadits Muslim juga:
27 Shahih Muslim hadits no. 2742.
28 Memuliakan wanita adalah perintah syar’i, tetapi bukan dengan mentaati mereka dalam kemaksiatan, dan
tidak boleh membiarkan mereka menguasai rumah tangga atau menguasai laki-laki, karena hal ini bertentangan
dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
29 Shahih Bukhari, Fathul Bari hadits no. 3462, dan Shahih Muslim hadits no. 2103.
30 HR. Bukhari, Fathul Bari hadits no. 5893, dan Muslim hadits. No 29.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
28
“Potonglah kumis dan panjangkanlah jenggot. Selisihilah dengan orang-orang
Majusi.” 31
VI. Menanggalkan Sepatu atau Khuf Ketika Shalat
Termasuk yang dilarang Nabi karena menyerupai orang-orang kafir dan
merupakan ciri khas orang-orang Yahudi adalah tidak mengenakan sepatu
ataupun khuf (sepatu dari kulit yang menutup mata kaki) dalam shalat, padahal
telah ada larangan melepas sepatu ketika shalat. Hal itu merupakan sesuatu yang
lazim agar berbeda dengan orang-orang Yahudi selama tidak menimbulkan
kekhawatiran tidak menimbulkan penyakit.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Hakim, kemudian dishahihkannya, serta
disetujui Adz-Dzahabi; bersabda Nabi : “Selisihilah orang-orang Yahudi.
Sesungguhnya mereka tidak shalat atas sepatu mereka dan tidak pula atas khufkhuf
mereka.” 32 Hal ini banyak menimpa orang-orang yang jahil (bodoh) dan para
ahli bid’ah dengan mengingkari perbuatan sunnah tersebut.
Sedangkan, shalat dengan memakai sepatu di kalangan ahli ilmu
merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan, tetapi jika masjidnya memakai karpet
atau permadani maka tidak disyari’atkan shalat dengan bersepatu. Adapun Nabi
shalat memakai sepatu disebabkan beliau shalat di atas tanah, atau dengan
kata lain bahwa lantai masjid beliau pada waktu itu belum menggunakan
permadani atau karpet. Oleh karena itu kewajiban bagi setiap muslim untuk
menjaga dan menjalankan sunnah, jika di tempat shalat yang tidak menggunakan
karpet atau permadani, maka berusahalah shalat dengan tetap memakai sepatu
sebagai pengejawantahan perintah Nabi . Meskipun, hal tersebut tidak secara
terus menerus diamalkan, karena yang demikian itu tidak dicontohkan para
pendahulu kita (Salafush Shalih).
VII. Membeda-bedakan Kelas
Yakni membeda-bedakan dalam hak dan kewajiban serta dalam memberi
imbalan (balasan) atau hukuman (pidana) di dalam sistem perundang-undangan
antara orang-orang yang terhormat dengan orang-orang yang lemah, seperti yang
dilakukan oleh orang-orang Yahudi.
31 Shahih Muslim hadits no. 260.
32 HR. Abu Dawud hadits no. 652, dan Hakim dan dishahihkannya, serta disepakati Adz-Dzahabi pada juz I hal.
260.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
29
Seperti yang dinyatakan dalam Shahihain tentang kisah syafa’at Usamah
bin Zaid ra. yang mengeluh tentang besi yang hilang karena dicuri, Nabi
bersabda: “Wahai Usamah, apakah kau mau minta dispensasi atas hukuman Allah?
Celakanya Bani Israil lantaran jika orang-orang bangsawan (penguasa) mencuri
dibiarkan, tetapi jika orang-orang lemah mencuri maka ditegakkan atasnya
hukuman. Demi yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya Fatimah binti Muhammad
mencuri pasti aku potong tangannya.” 33
VIII. Menutup Mulut dan Memakai Baju Hanya Pada Satu Pundak Ketika
Shalat
Salah satu perbuatan bertasyabbuh terhadap orang-orang kafir yang
dilarang adalah memakai baju atau kain di satu pundak saja (sadl) dan tidak
menutupkan di pundak lainnya, dan menutupi mulutnya dengan kain (at-talatsum)
ketika shalat. Karena, yang demikian itu termasuk perbuatan orang-orang Yahudi.
Seperti yang telah diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Imam Ahmad,
dan Hakim, dann dinyatakan menurut syarat Shahihain (Bukhari dan Muslim),
bahwa Rasulullah bersabda: “Terlarang mengenakan baju atau kain hanya di
satu pundak (sadl) dan menutupi mulutnya ketika shalat.” 34 Sebagian sahabat
menyatakan bahwa sebabnya adalah karena yang demikian itu merupakan
perbuatan orang-orang Yahudi.
IX. Bertabarruj, Menampakkan Wajah, dan Keluarnya Wanita Tanpa
Kepentingan Syar’i
Sebagian tasyabbuh dengan orang-orang kafir dan orang-orang jahiliyah
bertabarruj (menampakkan aurat kepada lelaki bukan mahramnya), menampakkan
wajahnya, dan keluarnya wanita dari rumah tanpa ada kepentingan yang
dibenarkan syar’i.
Allah berfirman: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah
kamu berhias dan berperilaku seperti orang-orang jahiliyah dahulu.” (QS. Al-Ahzab:
33). Berkata Ibnu Mas’ud ra.: “Janganlah menampakkan aurat dan janganlah
mengikuti jejak orang-orang musyrik.”35
33 Shahih Bukhari, Fathul Bari hadits no. 3475, dan Muslim hadits no. 1688.
34 Abu Dawud hadits no. 643, Tirmidzi hadits no. 378. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Hakim.
35 Iqtidla Shirathal Mustaqim oleh Ibnu Taimiyah juz I hal. 340.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
30
X. Ikhtishar Dalam Shalat
Yang dimaksud dengan ikhtishar dalam shalat yakni meletakkan tangan di
atas lambung, karena sunnah meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri pada
waktu shalat adalah di atas dada bukan di atas lambung. Oleh karena itu
meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di atas lambung pada waktu shalat
merupakan perbuatan terlarang, karena hal itu merupakan perbuatan orang-orang
Yahudi.
Seperti yang dinyatakan A’isyah ra. bahwa dia membenci berikhtishar dalam
shalat. Katanya: “Jangan menyerupai orang-orang Yahudi!” Dan katanya:
“Sesungguhnya orang-orang Yahudi mengerjakan yang demikian itu.” 36
XI. Perayaan, Pesta, dan Memasang Umbul-umbul
Seperti telah diketahui bahwa tidak disyari’atkan berhari raya kecuali Idul
Adha dan Idul Fitri. Sesungguhnya memperbanyak hari besar merupakan ajaran
agama Ahli Kitab, orang-orang kafir, musyrikin, Majusi, dan orang-orang jahiliyah.
Dan, Nabi telah melarang kaum muslimin merayakan lebih dari dua hari raya
itu (Idul Adha dan Idul Fitri).
Allah Ta’ala telah berfirman tentang sifat-sifat ‘ibadurrahman: “Dan orangorang
yang tidak menjadi saksi perkara-perkara yang sia-sia.” (QS. Al-Furqan: 72)
Kalangan mufassir berkata, bahwa yang dimaksud dengan al-zuur di sini
adalah hari-hari besar atau perayaan-perayaan kaum musyrik dan kafir. Dan,
hari-hari besar merupakan perkara syar’i dan termasuk ibadah, maka tidak boleh
dikerjakan kecuali ada dalil yang menunjukkannya (atas tauqifiyah).37
Perkara tersebut adalah perkara ibadah, maka tidak boleh ditambah-tambah
ataupun dikurangi dari apa yang telah disyari’atkan Nabi . Oleh karena itu tidak
dibolehkan siapa pun untuk menambah satu hari raya saja, walaupun yang
semisal. Karena, yang demikian itu berarti telah membuat syari’at baru di samping
syari’at Allah. Demikian juga tidak boleh mengurangi Ied yang sudah disyari’atkan
Allah, karena yang demikian itu berarti juga telah membuat syari’at baru. Hal itu
bisa menyeret kepada kekufuran. Maka, Rasulullah melarang penduduk
36 Shahih Bukhari, Fathul Bari hadits no. 3458. Dan, dalam Mushannif Abdurrazzaq hadits no. 3338, serta
Iqtidla Shirathal Mustaqim juz I hal. 343-344.
37 Lihat kembali Tafsir Ibnu Katsir juz III hal. 328, 329.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
31
Madinah menghidupkan hari-hari besar mereka ataupun sejarah kebudayaan
tradisionalnya.
Seperti yang diriwayatkan Abu Dawud, Ahmad, dan Nasa’I dengan sanad
yang shahih dengan syarat Muslim: Rasulullah tiba di Madinah, ketika itu
mereka mempunyai dua hari raya dan mereka bersuka ria pada kedua hari itu.
Maka, beliau bertanya: “Dua hari raya apa ini?” Mereka menjawab: “Dua hari di
mana kita bersuka ria di masa jahiliyah.” Maka Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah menggantikan untukmu dua hari raya yang lebih baik
daripada itu, yakni Idul Adha dan Idul Fitri.” 38
Dan, Umar bin Khattab ra. pernah berkata: “Jauhilah musuh-musuh Allah
dengan menjauhi (tidak merayakan) hari-hari besar mereka.” 39
Karena Ied (hari raya) merupakan ketetapan syari’at maka tidak boleh
ditambah-tambah ataupun dikurangi.
Seperti yang telah dimaklumi di kalangan ahli ilmu bahwa ternasuk hari
besar adalah semua keramaian (perayaan) yang diadakan muslimin –dalam hal
ini—pada waktu-waktu tertentu secara berulang-ulang (rutin). Boleh jadi setiap
bulan atau setiap tahun atau setiap dua tahun atau setiap lima atau sepuluh
tahun, baik sehari atau seminggu berturut-turut. Prinsipnya, tradisi tersebut
selalu dirayakan oleh umat dalam jangka waktu tertentu, dan dengan cara (pola)
tertentu. Semua itu termasuk disebut Ied (hari raya), walaupun bukan termasuk
hari raya resmi atau hari raya yang telah disepakati.
Termasuk dalam hal ini adalah yang sering disebut dengan hari besar
nasional, ulang tahun pernikahan (kawin emas, kawin perak di Jawa, misalnya,
pent.), ulang tahun kelahiran, selamatan, perayaan kelas, dan lain-lain hari besar.
Juga, di antaranya yang disebut peringatan tujuh hari, seperti peringatan
tujuh hatinya masjid, atau tujuh hari dari bulan keempat. Jika tidak diubah-ubah
harinya dari waktu ke waktu (ketentuan waktunya tetap), maka hal itu termasuk
hari raya. Aktivitas semacam itu sudah melampaui batas bid’ah, hingga
seandainya ada orang cerdik di suatu masa, maka perkara ini akan dijadikan
sebagai ketetapan syari’at. Dan, setiap yang dianggap tradisi oleh umat, meskipun
38 Abu Dawud hadits no. 1134. Lihat Iqtidla Shirathal Mustaqim juz I hal. 432.
39 Sunanul Kubra oleh Baihaqi juz IX hal. 234. Lihat Kanzul Amal hadits no. 1732.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
32
tidak disyari’atkan, maka perkara tersebut akan dianggap seolah-olah telah
disyari’atkan. Ya, setiap tradisi yang diadakan oleh manusia padahal tidak ada
tuntunan syar’inya, maka tradisi tersebut akan dianggap sebagai suatu ketetapan
syar’i. Entah itu tradisi memperingati hari-hari besar yang diadakan dalam kurun
waktu mingguan, bulanan, tahunan, atau waktu-waktu khusus, atau perayaanperayaan
lainnya.
Semua ini tidak diragukan lagi di kalangan ahli ilmu dan orang-orang yang
mengamalkan diennya (Islam), bahwa perkara semacam itu termasuk perayaanperayaan
terlarang.
XII. Meninggalkan Makan Sahur
Hal ini sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan Ahli Kitab.
Mereka tidak pernah makan sahur kalau akan berpuasa. Dalam hadits riwayat
Muslim, Nabi bersabda: “Perbedaan antara shaum kita dengan shaum Ahli Kitab
adalah makan sahur.” 40
Tetapi, sangat disayangkan, kita lihat kaum muslimin di zaman sekarang ini
terjebak dalam larangan ini. Khususnya terhadap orang-orang yang suka tidak
tidur hingga dekat waktu sahur, tetapi kemudian mereka lalu tertidur ketika
mendekati waktu sahur. Dan tidak diragukan lagi, bahwa mereka telah
meninggalkan makan sahur secara sengaja. Ini tidak boleh, bahkan cara itu
merupakan kebiasaan orang-orang kafir, yakni cara orang-orang Yahudi.
Kalau ada yang mengatakan, bahwa hal itu bukan merupakan dosa dan
hanya sekedar tidak melaksanakan sunnah Nabi , maka renungkanlah firman
Allah Ta’ala ini: “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut
akan ditimpa cobaan (fitnah) atau ditimpa adzab yang pedih.” (QS. An-Nuur: 63)
XIII. Mengakhirkan Berbuka
Sesungguhnya menyegerakan berbuka merupakan sunnah dan akan
dijadikan pembeda dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Seperti yang
diriwayatkan Abu Dawud dan Hakim, dan dishahihkannya, bahwa Nabi
40 Shahih Muslim hadits no. 1096.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
33
bersabda: “Agama akan selalu tegak selama manusia menyegerakan berbuka,
karena orang-orang Yahudi dan Nasrani mengakhirkannya.” 41
Perangai ini banyak menimpa di sebagian manusia, terutama dari kalangan
kaum Rafidlah Syi’ah. Sebab, kalangan ahlu bid’ah Syi’ah biasanya mengakhirkan
waktu shalat maghrib, yakni hingga tampaknya bintang-bintang. Oleh karena itu
dengan sendirinya waktu berbuka puasanya pun diakhirwaktukan.
Demikian juga kadang menimpa di kalangan manusia yang terlalu berhatihati
dan sok pandai dalam dien (Islam). Mereka kadang-kadang tidak percaya pada
para muadzin, bahkan tidak percaya pada tenggelamnya matahari sehingga mereka
mengakhirkan waktu berbuka dengan suatu alasan, bahwa hal itu untuk berjagajaga.
Ini adalah bisikan(was-was) dan godaan dari setan, karena hal tersebut
menyebabkan terjatuh pada larangan yakni mengakhirkan berbuka, padahal
menyegerakan berbuka itulah yang disunnahkan.
Seperti yang telah dinyatakan dalam hadits, bahwa orang-orang Yahudi
mengakhirkan maghrib hingga keluar bintang-bintang, yakni hingga jelas
gemerlapnya cahaya bintang-bintang oleh mata. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan
Hakim dan dishahihkannya, demikian juga Ibnu Majah dan Imam Admad dalam
musnadnya, bahwa Nabi bersabda: “Umatku akan selalu dalam fitrah selama
tidak mengakhirkan maghrib sampai keluar bintang-bintang.” 42 Dan, ditafsirkan
dalam hadits lain bahwa yang demikian itu menyerupai Yahudi dan Nasrani.43
XIV. Mengasingkan Wanita Haidl
Mengasingkan wanita yang sedang menjalani haidl, baik dalam
makanannya, pergaulannya, tempat duduknya dalam rumah, merupakan perangai
orang-orang Yahudi. Kebiasaan kaum Yahudi jika ada wanita yang sedang haidl
mereka asingkan lantas dipisahkan makanannya dengan tempat duduknya di
dalam rumah.
41 Abu Dawud hadits no. 2353, dan Ibnu Majah hadits no. 1698, Hakim juz I hal. 432, dan dishahihkannya
dengan syarat Muslim.
42 Abu Dawud hadits no. 418, Ibnu Majah hadits no. 689, Ahmad juz II hal. 449, dan Hakim menshahihkannya
dengan syarat Muslim juz I hal. 190, 191.
43 Dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Iqtidla Shirathal Mustaqim juz I hal. 481, Ahmad dalam Musnad-nya
juz IV hal. 943, dan Ibnu Hatim dalam Murraasiil hadits no. 121.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
34
Padahal, Nabi telah melarang: “Berbuatlah sesukamu kecuali menikah
(yakni bersetubuh).” 44 Hal itu ketika beliau ditanya oleh sebagian muslimin yang
melihat perbuatan orang-orang Yahudi di Madinah.
XV. Larangan Shalat Ketika Matahari Terbit Atau Tenggelam
Adanya larangan tersebut, sebab ketika matahari terbit atau tenggelam
berada di antara dua tanduk setan dan pada waktu itu pula orang-orang kafir
bersujud. Nabi telah memberi tahu tentang hal itu dalam hadits yang
diriwayatkan Muslim dari ‘Amru ibnu ‘Abasah ra. dalam sebuah hadits yang
panjang. Di antaranya dikatakan: “Shalatlah shubuh dan pendekkanlah hingga
matahari terbit sampai naik. Sesungguhnya ketika matahari terbit, hal demikian ada
dalam keadaan di antara dua tanduk setan dan ketika itu pula orang-orang kafir
bersujud.” 45 Dan, demikian pula ketika tenggelamnya matahari.
XVI. Berdiri Memberi Hormat
Dilarang berdiri kepada seseorang sebagai penghormatan kepadanya,
khususnya jika orang tersebut mempunyai kedudukan atau kekuasaan dan
termasuk dari kalangan pejabat tinggi. Adanya larangan tersebut telah dinyatakan
dalam nash yang banyak.
Termasuk di dalamnya adalah larangan bagi jama’ah shalat untuk berdiri,
padahal imam shalatnya mengimami sambil duduk karena sedang sakit hingga tak
memungkinkannya untuk berdiri. Seperti yang dinyatakan Nabi , bahwa
hendaklah para makmum shalat jama’ah duduk sebagaimana dilakukan imam
shalatnya, sebab dikhawatirkan timbul seperti orang-orang ‘Ajam yang mengambil
sikap berdiri ketika bersama para pembesarnya. Rasulullah bersabda dalam
hadits shahih yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ibnu Majah: “Jika imam shalat
dengan duduk maka shalatlah dengan duduk, sedang bila imam shalat dengan
berdiri maka shalatlah dengan berdiri. Dan, janganlah kalian melakukan apa yang
dilakukan orang-orang Persia terhadap para pembesar mereka.” 46 Dan, dalam
riwayat lain dikatakan: “Jangan mengagung-agungkanku sebagaimana orang-orang
44 Shahih Muslim hadits no. 302.
45 Shahih Muslim hadits no. 832.
46 Abu Dawud hadits no. 602, Ibnu Majah hadits no. 1240.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
35
‘Ajam mengagung-agungkan yang satu dengan yang lainnya.” 47 Dan, dalam riwayat
Muslim dikatakan: “Hampir saja kalian melakukan perbuatan sebagaimana
diperbuat oleh orang-orang Persia dan Romawi, mereka berdiri untuk menghormat
raja mereka, sedangkan raja-raja tesebut dalam keadaan duduk.” 48 Sabda ini
dinyatakan ketika para sahabat shalat dengan berdiri sedangkan Nabi shalat
dengan duduk karena sakit.
XVII. Meratapi Mayat
Menangisi mayat sambil meratapi kemudian menyediakan suatu sarana agar
orang lain melakukannya juga, merupakan perbuatan yang dilakukan oleh orangorang
jahiliyah. Rasulullah pernah bersabda dalam suatu hadits muttafaqun
‘alaihi: “Bukan dari golonganku orang-orang yang memukul pipinya, menyobek
kantung bajunya, dan menyeru dengan seruan jahiliyah.” Perangai ini juga banyak
menimpa kalangan muslimin sekarang ini.
XVIII. Bangga dengan Kebangsawanan, Mencela Nasab, dan Minta Hujan
Kepada Bintang-bintang
Semua ini merupakan perbuatan orang-orang jahiliyah yang telah dilarang
Nabi dengan sabdanya: “Empat perkara yang masih dikerjakan umatku dan
merupakan perbuatan jahiliyah serta mereka tidak mau meninggalkannya yaitu:
berbangga-bangga dengan kebangsawanan, mencela nasab, minta hujan kepada
bintang-bintang, dan menangisi mayat sambil meratapi.” 49
XIX. Fanatik Kesukuan, Fanatik Madzab, dan Fanatik Kebangsaan
Fanatisme kesukuan, fanatisme madzab, dan fanatisme kebangsaan serta
segala bentuk ashabiyah atau fanatisme kepada selain Islam. Tujuannya agar
timbul rasa bangga dan ta’ashub (membanggakan keturunan). Sesungguhnya
semua perbuatan tersebut merupakan perbuatan jahiliyah. Nabi telah bersabda
dalam hadits shahih: “Bukan golonganku orang-orang yang menyeru kepada
ashabiyah, dan bukan golonganku orang yang berperang karena ashabiyah, bukan
golonganku orang-orang yang mati dalam membela ashabiyah.” (HR. Abu Dawud
dan Muslim dengan makna yang sama.) 50
47 Lihat Abu Dawud hadits no. 5230.
48 Shahih Muslim hadits no. 413.
49 Shahih Muslim hadits no. 935.
50 Lafadz ini oleh Abu Dawud hadits no. 5121, dan oleh Muslim dengan makna yang sama, hadits no. 1848.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
36
Masalah ashabiyah yang telah dilarang Nabi merupakan masalah paling
besar yang menimpa kaum muslimin dahulu maupun sekarang. Dan, sebagian
ashabiyah yang menimpa kaum muslimin sekarang, yang merupakan fitnah dan
penyebab pecah-belahnya umat adalah fanatisme kesukuan dan fanatisme
kebangsaan yang sempit (Chauvinisme). Sehingga, menjadikan kaum muslimin
bergolong-golongan dan mereka terpecah-belah menjadi kelompok-kelompok.
Semoga pembicaraan ini dapat menyadarkan kita betapa besarnya pengaruh
kesukuan ini bagi mewabahnya ashabiyah jahiliyah di kalangan kaum muslimin,
dan mengakibatkan bahu-membahunya orang-orang dzalim demi kesukuan atau
qaumiyah.51
Sedangkan, Nabi telah memperingatkan hal ini dengan sabdanya:
“Barangsiapa yang menolong kaumnya dalam masalah yang tidak benar, maka dia
seperti unta yang memakai mantel kemudian diambil karena kesalahannya.” 52
XX. Shaum Hanya di Hari Kesepuluh Pada Bulan Muharram
Mengistimewakan hanya di hari kesepuluh di Bulan Muharam, yakni
dengan shaum asyura saja merupaka perbuatan terlarang, sebab orang-orang
Yahudi mengerjakan yang demikian itu. Seperti yang diriwayatkan Imam Ahmad
dalam Musnad beliau, bahwa Nabi bersabda: “Shaumlah di hari ‘Asyura’ dan
selisihilah dalam hal ini orang-orang Yahudi, (yakni dengan) bershaum satu hari
sebelumnya atau satu hari sesudahnya.” 53
XXI. Menyambung Rambut Bagi Wanita
Yang dimaksud menyambung rambut di sini adalah menyambung atau
menambah rambut dengan rambut palsu yang telah Allah ciptakan atas wanita itu
(walaupun rambut asli, pent), sebagaimana dilakukan orang-orang Yahudi.
Jika wanita mengubah rambut aslinya (seperti menyambung dengan rambut
palsu, ed.), maka sesungguhnya dia tidak/bukan bentuk asli, dan telah melanggar
batas ketentuan-ketentuan yang dipahami para ahli ilmu (para ulama, ed.). Seperti
yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari hadits Muawiyah ra. yang pernah
berkata ketika mengisahkan rambut yang disambung: “Sesungguhnya yang
51 Yang dimaksud di sini adalah invasi Irak atas Kuwait di bawah bendera jahiliyah, dan tidak ada tujuan lain
kecuali mengokohkan fanatisme golongan, kesukuan dan para pengikut hawa nafsu yang selalu berupaya
memalingkan kepada ashabiyah.
52 Musnad Ahmad juz I hal. 241. Lihat Shahih Muslim hadits no. 1133.
53 Musnad Ahmad juz I hal. 241. Lihat Shahih Muslim hadits no. 1133.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
37
menyebabkan Bani Israil binasa adalah karena mereka mengambil ini (rambut
palsu) untuk wanita mereka.” 54 “Aku tidak melihat seorang pun mengerjakannya
kecuali orang-orang Yahudi.” 55
XXII. Hati yang Keras
Kerasnya hati dan ketidakkhusyu’an terhadap ayat-ayat Allah atau dalam
berdzikir kepada-Nya merupakan perangai orang-orang Yahudi yang dilarang Allah
dalam firman-Nya: “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman
untuk tunduk hati-hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah
turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang sebelumnya yang
telah turun Al-Kitab kepada mereka kemudian berlalulah masa yang panjang atas
mereka, lalu hati-hati mereka menjadi keras.” (QS. Al-Hadid: 16). Yang dimaksud
orang-orang yang diberi Al-Kitab adalah Yahudi dan Nasrani.
XXIII. Rahbaniyyah dan Tasyabbuh Dalam Agama
Inilah perangai terburuk orang-orang Nasrani yang telah mencapai tingkatan
sebagai penyampai ajaran agamanya (pastur) terhadap ketentuan yang tidak
disyari’atkan Allah. Baik dalam ibadah dari urusan dunia, menghilangkan usaha
dalam pencarian rizki, meniadakan jihad, dan meninggalkan atau melarang
bepergian, mengharamkan yang mudah atau meninggalkannya dengan suatu
sangkaan bahwa hal itu merupakan tuntunan agamanya.56 Atau, berlaku sok
pandai dalam agama sehingga menyimpang dari manhaj yang benar, yakni dienul
Islam. Adapun rahbaniyyah (kependetaan) merupakan perbuatan orang Nasrani.
Allah telah melarang yang demikian itu, begitu pula Rasulullah dengan
sabdanya: “Jangan berlebihan terhadap diri kalian, maka Allah akan
memperlakukan secara berlebihan pula terhadap kalian. Sesungguhnya telah ada
suatu kaum yang terlampau berlebihan terhadap diri mereka, maka Allah
memperlakukan secara berlebihan pula terhadap mereka. Maka, itulah sisa-sisa
54 Shahih Muslim hadits no. 2742.
55 Lihat Iqtidla Shirathal Mustaqim juz I hal. 253.
56 Kalau kita melihat gambaran dalam sistem kerahiban, mereka biasanya meninggalkan hal-hal yang mubah
dengan tujuan untuk mengamalkan agamanya, seperti tidak boleh memakai sepatu, tidak boleh mengendarai
mobil, tidak mau beristri, atau tidak mau menggunakan prasarana dan alat-alat yang dibolehkan. Wallahu a’lam.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
38
mereka di pertapaan dan kehidupan rahbaniyyah yang mereka ada-adakan,
padahal tidak kami perintahkan.” 57
57 Abu Dawud hadits no. 4904.
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
39
BAB IX
PENUTUP
Masalah tasyabbuh ini merupakan topik yang sangat penting dan harus
dimengerti kaum muslimin. Karena, muslimin di zaman sekarang ini sangat
banyak yang terjebak dalam perangkat tasyabbuh yang sangat membahayakan
terhadap dien Islam. Bahkan, ada sebagian di antara mereka yang derajat
ketasyabbuhannya berada pada tingkat kufur dan ada pula yang sesat (dlalal).
Bahkan, ada juga yang jatuh kepada tingkatan bid’ah. Walaupun penyakit
tasyabbuh ini telah pula menimpa orang-orang zaman dahulu, akan tetapi tidak
sampai separah sekarang. Kita dapat menemukan bahwa kaum muslimin di zaman
kini mengikuti golongan selain mereka dalam sebagian besar perkara, kecuali
orang-orang yang benar-benar dijaga Allah ‘Azza wa Jalla.
Sayangnya, kaum muslimin sekarang ini telah mengikuti jejak langkah
orang-orang kafir dalam segala jenis perkara, tidak saja mengikuti dalam satu segi
dari perkara-perkara ibadah, adat-istiadat, atau yang lainnya, tetapi mengikutinya
secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, baik dalam aqidah, syari’at,
akhlak, pola tingkah laku, pola berpikir, metoda pendidikan, ekonomi, maupun
politik. Contoh: seperti turut memperlakukan sistem perundang-undangan buatan
manusia (hukum positif) dan meninggalkan dienullah (hukum Islam). Akibatnya,
kaum muslimin baik secara berkelompok maupun dalam lingkup negara beserta
organisasi atau negara-negara kafir, turut mendukung diberlakukannya hukum
positif tersebut. Hingga, porak-porandalah kaum muslimin dan kemudian mereka
menanggalkan dien Islam dalam banyak masalah. Sebagian kecil di antaranya,
dalam aspek akhlak, tingkah laku dan petunjuk lahiriah lainnya. Bahkan, ada
beberapa negeri muslim yang katanya berpegang kepada As-Sunnah ternyata
terjadi sya’adzah (penyelewengan dan perbuatan-perbuatan tercela) dengan
mencontoh pada akhlak dan budi pekerti orang-orang kafir. Hal ini dapat
dirasakan di kalangan masyarakat.
Kami di negeri ini, yakni Kerajaan Saudi Arabia, alhamdulillah, sebagian
besar muslimin masih tetap memegang Islam dan masih tetap menjalankan
Copyleft © 2002 www.perpustakaan-islam.com - Islamic Digital Library
40
akhlak, kebudayaan, hukum, dan perundang-undangan Islam. Ini merupakan
nikmat dari Allah yang harus kita jaga selalu.
Akhirnya, kami berusaha mewasiatkan pada diri kami sendiri dan kepada
saudara-saudaraku muslimin agar selalu bertakwa kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan selalu memberi nasihat kepada kaum muslimin lainnya. Serta,
berusaha untuk mengeluarkan mereka dari keadaan yang menyedihkan ini dengan
tetap menjaga segala sesuatu yang telah ada pada kita di negeri ini, alhamdulillah.
Baik dalam hal aqidah tauhid, sedikitnya bid’ah, menegakkan amar ma’ruf dan
nahi mungkar, mengamlkan dien sesuai dengan tuntunannya, berhukum pada
syari’at, dan lain-lain perkara As-Sunnah Azh-Zhahiriyah. Dan, merupakan
kewajiban kita untuk membendung segala hal yang membawa kepada kubangan
dan jebakan-jebakan orang-orang kafir serta amalan-amalan mereka yang
menjadikan kita sebagai sasaran atau jajahannya.
Demikianlah dan kami memohon kepada Allah semoga kita tetap
dihidupkan dalam keadaan muslim dan dimatikan-Nya dalam keislaman.
Kemudian kita dikumpulkan bersama para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin.
Semoga kita diberi petunjuk ke jalan yang lurus serta menjauhkan kita dari jalan
yang dimurkai-Nya dan dari jalan yang sesat.
Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad , kepada keluarga
beliau, dan seluruh sahabat-sahabat beliau.
Ditulis oleh:
Nashir Ibnu Abdul Karim al-Ali Al-Aql
Tanggal 11 - 8 – 1411 hijriyah.