Sering sekali kita jumpai di masyarakat muslim di Indonesia kesalapahaman pemaknaan "mahram "dengan "muhrim". Lebih celakanya lagi penempatan kedua terminologi tersebut terbolak-balik sehingga tidak ayal lagi dalam penerapan sehari-hari menjadi suatu kesalahan yang amat fatal. Kesalahan ini tidak hanya dipahami oleh umat muslim yang awam tapi oleh sebagian guru, ustadz , ajengan, ulama dan cendekiawan yang menisbatkan diri muslim alias cendekiawan muslim. Bahkan, yang sangat disayangkan ada sebagian ustadz yang sebagai pembimbing jamaah haji dan umrah pada suatu biro perjalanan, lebih mengutamakan urusan bisnisnya daripada aturan akidah dengan mengheluarkan pendapat: bahwa mahram dapat diwakili oleh pembimbing haji atau salah satu peserta. audzubullah min dzalik.
Pemahaman terhadap perbedaan mahram dan muhrim, menjadi hal yang sangat penting agar kesalahan-dan kesalahan tidak terus menerus terjadi. Selain itu dengan memahami perbedaan ini akan memberikan penjelasan kepada berbagai pihak tentang kesalahan yang ada selama ini.
Berikut ini keterangan syaikh Utsaimin yang kami terjemahkan:
Mahram adalah suami seorang wanita dan siapa saja yang diharamkan selamanya menikahi wanita tersebut, baik keharaman itu dikarenakan kekerabatan, persusuan dan pernikahan (seperti ayah mertua.pent) Majmu' Fatawa wa Rasail al-Utsaimin 24/422, Dar al-Wathon wa dar Ats-Tsuroyya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar