MUQODIMMAH
Setiap manusia, baik itu
muslimim atau kafir, baik beriman atau tidak beriman, baik taat kepada Allah
atau melanggar perintah Allah, dan seterusnya pabila disebut nama setan atau
iblis pasti berkonotasi jelek dan jahat. Hingga manusia-manusia yang suka bekerjasama
jin seperti kahin, dukun, tukang sihir untuk mengelabui para pasiennya tidak
mau mengaku bahwa dirinya bekerja sama dengan setan atau iblis. Bahkan mereka
menyebut diri dengan ustadz atau kyai walaupun dalam realitanya dia tidak
pernah belajar al qur’an , belajar bahasa arab, apalagi membuka hadist
bukhari, hadist muslim, atau fathul barri, uhmadhul ahkan, hulughul maram,
sunan abu dawud, tirmidzi dll. Bahkan yang dipraktekkan adalah
amalan-amalan yang tidak sesuai ajaran rasulullah dan Allah ta’ala. Dengan kata
lain, setiap perkataan, perbuatan, pemikiran yang mengandung kemaksiyatan pasti
diidentikan itu perbuatan setan atau iblis. Karena begitu besar pengaruh jahat
setan ini maka Allah dalam al qur’an berfirman bahwa setan adalah musuh nyata
dari manusia, sehingga harus di lawan setiap saat. Harus diperangi setiap
waktu, karena bisa jadi dengan talbisnya, setan atau iblis akan menggoda dan
mempengaruhi manusia hingga manusia melupakan ketaatan kepada rabbnya dan
menuju kehancuran dalam kehidupannya yaitu masuk ke dalam neraka.
Suatu hal yang menarik apa
yang dilakukan oleh setan untuk jadi pelajaran hidup bagi manusia. Hal ini
bukan berati kita harus mengikuti atau mencontoh apa yang dilakukan oleh setan.
Melainkan kita mengambil hikmah dari perbuatan setan tersebut agar manusia
tidak mengalami nasib yang sangat fatal baik di dunia atau di akhirat
sebagaimana yang dialami setan. Setan, pada mulanya hidup serba enak dan nikmat
di dalam syurga. Mereka mendapat kenikmatan yang luar dari Allah Ta’ala untuk
menempati syurga dengan berbagai fasilitas yang luar biasa bersama para
malaikat. Bahkan pada suatu masa, setan ini mendapat kepercayaan oleh Allah
untuk mengelola beberapa hal di surga. Mereka hidup berdampingan, saling
hormat, saling menghargai antara keduanya, sehingga kita tidak pernah menemukan
satu ayatpun dalam al qur’an atau hadist yang sahih yang mengatakan bahwa setan
dan malaikat saling mendebat, saling mengganggu dan saling membuat keributan.
Suatu gambaran tentang kehidupan syurga yang penuh kenikmatan dan kedamaian
yang jauh dari sifat permusuhan, pertengkaran dan keributan.
Namun tatkala Allah
menciptakan manusia, terjadilah fenomena yang luar biasa sepanjang kehidupan
makhluk yang ada di dunia ini. Sebelumnya, tidak ada kejadian yang lebih
dashyat dari kejadian ini, sehingga Allah Ta’ala dalam firmanNya mengabadikan
kejadian ini. Tujuannya tidak lain adalah menjadi ibrah yang sangat agung bagi
makhlukNya, terkhusus bagi orang berpikir, ulul albab, ulul abshar ataupun ulun
nuha’. Kala itu, Allah menciptakan makhluk yang bernama manusia. Lalu, Allah
memerintahkan malaikat dan iblis untuk bersujud dihadapan Adam, manusia pertama
ciptaan Allah Ta’ala. Namun, sifat ananiyah iblis yang menggunakan nafsu dan
ra’yu (akalnya) merasa dirinya ‘direndahkan’ dihadapan adam alaihi salam.
Iblis, menurut nafsu dan ra’yu-nya menganggap bahwa diri mereka jauh lebih
tinggi dan lebih mulia dihadapan Adam, mengingat dirinya tercipta dari api
sementara Adam alaihi salam hanya tercipta dari tanah.Karena secara nafsu dan
akal tanah bisa dikalahkan dan dihancurkan oleh api. Begitu tingginya rasa
ananiyah dan kesombongan diri iblis, sampai pada sikap yang sangat tidak etis
dan tidak mungkin dilakukan oleh makhluk yang taat kepada Allah Ta’ala yakni
melakukan penolakan terhadap perintahNya. Suatu sikap membangkang yang sangat
luar biasa, karena yang ditolak oleh iblis adalah perintah Allah Ta’ala, Rabb
yang maha sempurna, yang menciptakan seluruh makhluk, yang menguasai dan
mengatur alam semesta, yang menghidupkan dan mematikan, yang menguasai di hari
pembalasan dan yang mengatur segalanya. Yang ditolak bukan sekedar perintah
makhlukNya yang sangat mungkin kedudukannya bisa lebih rendah dari diri iblis,
namun yang ditolak adalah Rabb yang mempunyai kedudukan sangat sempurna dan
sangat tinggi. Begitu sombong dan tingginya nafsu merasuki diri iblis
sampai-samapi dia telah melakukan kesalahan yang luar biasa tersebut, masih
saja tidak mau mengakui bersalah terus istighfar meminta ampunan kepada Allah.
Sikap sebaliknya yang iblis lakukan, yakni iblis tetap merasa benar dan tidak
mau bersujud kepada adam-sebagai bentuk penyesalan dengan menuruti perintah
Allah- serta berkata lebih baik tinggal di neraka dari pada harus bersujud
dihadapan adam alaihisalam.
Dalam al Qur’an surat al
Israa’ ayat 62. Dia (iblis) berkata: "Terangkanlah
kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika
Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan
aku sesatkan keturunannya, kecuali sebahagian kecil." Dalam menafsirkan ayat ini Syaikh
Salim Ied Hilaly menjelaskan bahwa iblis mengetahui bahwa dirinya telah
mengetahui melakukan pelanggaran terhadap Allah Ta’ala dan di hari akhirat akan
Allah balas dengan dimasukkan ke neraka
dan iblis tahu betapa berat siksa api neraka. Akan tetapi iblis tidak mau
meminta maaf dan meminta dikurangi beban azab siksa api neraka. Inilah ibrah
yang luar biasa dahsyat yang terjadi sepanjang masa. Allah berikan berbagai
kenikmatan yang sangat agung, tapi karena nafsu dan ra’yu yang merasuki Iblis, Allah lemparkan ke tempat yang sangat tidak
nikmat yakni dunia. Pembangkangan adalah sumber malapetaka yang membawa
pelakunya kedalam kesengsaraan. Jadi, tatkala kebenaran yang berasal dari al
qur’an wa sunnah ala fahmi sahabah datang kepada suatu kaum, dan kaum itu
menolaknya dengan alasan tidak sesuai logika,
dan tidak sesuai hawa nafsunya, maka bersiaplah menerima azab Allah baik
di dunia dan di akhirat.Karena iblis melakukan penolakan didasarkan pada
pertimbangan logika dan pengaruh hawa nafsu, maka siapapun yang melakukan
penolakan terhadap perintah Allah dan perintah rasulNya dengan logika dan hawa
nafsunya, ini merupakan cerminan manusia ini pewaris tabiat iblis. ‘audzubillah
min dzalik.
SAHABAT DAN
ULAMAPUN BELAJAR DARI IBLIS LAKNATULLAH
Kalimat ini jika
salah memahami, maka akan menjadi perkara yang serius dan salah tafsir. Dalam
salah satu kaidah ilmu dikatakan bahwa memahami sesuatu bukan dari pemahaman
apa adanya sesuai teks, melainkan ada yang harus dipahami secara ma’na terbalik.
Sebagai contoh tatkala ulama menjelaskan wajibnya manusia mempunyai sifat
tawadhu’ agar di muliakan manusia dan Allah, maka yang dijadikan dalil adalah
hadist tentang kesombongan. Suatu saat ada sahabat rasulullah yang memakai
pakaian dan sepatu yang bagus. Mereka merasa takut terkena penyakit sombong,
karena kesombongan adalah penyebab seseorang terhalang memasuki syurga.
Akhirnya, sahabat tersebut mendatangi rasulullah dan menanyakan perkara ini.
Lalu rasulullah menjelaskan bahwa kesombongan adalah menolak kebenaran dan
merendahkan manusia (HR. Muslim). Dalil ini menurut ulama, tidak sekedar
menjelaskan makna kesombongan tetapi juga makna tawadhu’. Karena ke tawadhu’an
adalah lawan dari kesombongan dan ketawadhu’an adalah penyebab manusia di muliakan
oleh manusia lain dan juga di muliakan Allah dengan diberikan pahala untuk
masuk syurga. Para sahabat dan ulama salafush salih banyak mengamalkan ilmu ini dalam kehidupan
sehari-hari.
Kisah Sahabat Ibnu
Abbas dengan Sahabat Said Al Kudri.
Sudah mashyur di
kalangan muslimin mengenanai Sahabat rasulullah yang bernama Ibnu Abbas. Beliau
adalah orang yang mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia karena beliau
adalah kemenakan dari rasulullah. Beliau juga seorang sahabat yang meriwayatkan
hadist cukup banyak dibawah Abu Hurairah dan ‘Aisyah. Beliau oleh rasulullah
disebut orang yang paling tahu masalah tafsir diantara para sahabat lain.
Beliau terkenal sebagai pakar di bidang fiqih. Dengan kata lain dia dikenal
dikalangan sahabat sebagai orang yang sangat mulia dari nasab dan kedudukan,
menguasai banyak hadist, ahli dalam bidang tafsir dan fikih. Namun beliau juga
seorang manusia yang tidak ma’sum dan terlepas dari kesalahan. Saat beliau
menjadi penguasa dan qadi, beliau pernah bersabda mengenai halalnya melakukan
riba fadhl.Perlu dipahami bahwa riba fadhl adalah riba yang terjadi karena
seseorang menukarkan barang atau uang dengan harga yang berbeda. Contoh
riilnya, seperti saat menjelang lebaran orang menukar uang Rp 1000.000 kepada
penukar uang di tepi jalan dengan Rp. 1050000. Beliau membolehkan dan
menghalalkan selisih harga yang demikian. Mendengar fatwa tersebut, datanglah
sahabat Said Al Kudri menemui Sahabat Ibnu Abbas. Dan terjadilah dialog
diantara keduanya. Sahabat Said Al Kudri menyampaikan dalil-dalil tentang
larangan riba fadhl yang beliau dengar dari rasulullah. Mendengar penjelasan
tersebut, Ibnu Abbas berkata : “Jazaakumullah khayron Ya Abu said. Semoga Allah memasukkan antum ke
syurga. Jazakumullah khayran, antum telah memberikan banyak ilmu kepada kami.
Mulai saat ini aku beristighfar mohon maaf kepada Allah”
Andai saja Sabahat Ibnu
Abbas mengikuti ra’yu dan hawa nafsu serta sikap iblis, maka beliau bisa
berkata : saya lebih berkuasa dari antum, saya lebih menguasai ilmu di banding
anda, saya adalah orang yang masih punya hubungan dengan rasulullah. Atau
minimal akan berkata ya saya terpeleset dalam berkata. Dan secara umum orang
akan lebih percaya dengan apa yang diucapkan oleh sahabat Ibnu Abbas di banding
Sahabat Said Al kudri karena Ibnu Abbas
sedang berkuasa, dikenal ahli fikih dan ahli tafsir, saudara rasulullah
dll.Namun beliau dengan kedalam ilmu dan sifat tawadhu’nya kepada kebenaran
yakni kalamullah dan kala rasulullah, maka beliau tidak mau berpikir dan
bersifat ala iblis, meski kehormatan, kedudukan, kepandaian, nasabnya yang
mulia dia “kurbankan” dengan ucapan sahabat Said Al Kudri yang memang sangat
kuat sebagi hujjah. Bahkan sifat tawadhu’ tersebut beliau tunjukkan dengan
mengucapkan terima kasih kepada orang yang jauh dibawah dia. Beliau mendoakan
kepada Allah agar orang yang memberinya hujjah dalam beramal di masukkan
syurga. Dan beliau mengakui bahwa dirinya tidak tahu ada hadist yang mulia
masalah riba sehingga mereka mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan sunnah
rasul, sehingga ada sahabat rasul yang orangya “biasa-biasa” saja memberikan
dalil dari rasul, beliau menerima dan mengucapkan terima kasih. Lalu beliau
beristighfar minta apunan kepada Allah Ta’ala. Suatu sikap yang luar biasa
berat dan perlu sikap mental yang luar biasa untuk menerima dan menjalaninya.
Hal ini hanya ada pada diri orang-orang yang mempunyai sikap tawadhu’ kepada
firman Allah dan petunjuk rasulullah. Hal ini juga tidak akan ada pada
orang-orang yang hatinya ada kesombongan, pikirannya mendominasi al qur’an wa
sunnah, dan mewarisi sikap-sikap iblis. Sikap tawadhu’ hanya terwujud tatkala
orang selalu mengingat kematian dan tidak terpedaya dengan
kenikmatan-kenikmatan dunia. Sebaliknya, kesombongan akan bersemayan pada
orang-orang yang tidak pernah mengingat kematian dan selalu memburu kenikmatan
dunia sampai-sampai ruh sudah di leher masih mengingat-ingat dan menginginkan
nikmat dunia.
Kisah serupa dengan
Sahabat rasulullah Ibnu Abbas dan said Al kudri adalah Kisah ulama besar Imam Ad
Daruquthni dan Imam Al Babbari. Imam Daruquthni terkenal sebagai imam besar di
masanya, sebagai ahli hadist, ahli Nahwu dan ahli ilmu Qiraat. Sejak kecil
beliau sudah sering duduk di majelis ilmu bersama imam-imam besar pada masa
itu. Salah satu majelis yang beliau ikuti adalah majelis ilmu yang dipimpin
oleh Imam Besar Al Babbari. Suatu saat Imam Al Babbari menyebutkan salah satu
hadist dengan mengatakan bahwa hadist ini diriwayatkan oleh Ibnu
Hibban.....Setelah selesai majelis ilmu tersebut, Imam Daruquthni mendatangi
pembantu Imam Al Babbari dan mengatakan imam tersebut telah salah menyebut
periwayat hadist tersebut bukan ibnu Hibban melainkan ilmu Hayyan. Pembantu
Imam Al Babbari menganggap remeh dan menyalahkan apa yang dikatan Imam
Daruquthni yang salah. Namun akhirnya, perkataan Iman Daruquthni disampaikan
oleh pembantu tersebut kepada Imam Al Babbari. Dan bisa dimaklumi jika dalam
bahasa arab dua hal itu ada kesalahan karena pada masa itu tulisan arab tidak
pakai tanda titik atau harakat sehingga huruf ba’ dengan ya’ tidak ada bedanya.
Namun, setelah diteliti oleh Imam Al Babbari, ternyata yang disamapaikan Imam
Daruquthni muda yang benar. Akhirnya, pada majelis ilmu berikutnya Imam Al
Babbari berkata “Afwan
hadist yang saya sampaikan kemarin diriwayatkan Ibnu Hayyan bukan Ibnu Hibban.
Dan yang memberitahu hal ini adalah seorang anak muda yang duduk disebelah
sana.”
Suatu sikap mental yang
tidak mudah bagi seorang imam besar yang telah mempunyai pengikut banyak untuk
menerima masukan dari seorang anggota majelis yang masih muda dan tidak
terkenal kala itu. Namun, Imam Al Babbari adalah ulama yang tawadhu’ dan jauh
dari sifat-sifat yang dimiliki iblis yakni kesombongan. Imam Al Babbari lebih
memilih menyatakan salah bila memang salah dan tidak tahu apabila tidak tahu,
dan menerima dengan ikhlash kalau itu memang hujjah yang sahih walau yang
memberikan ilmu adalah anak yang masih muda dan tidak dikenal serta tidak
mempunyai kedudukan apa-apa. Imam Al Babbari belajar dari pelajaran iblis
laknatullah yang Allah Ta’ala hinakan di dunia dan akhirat karena kesombongan
dan sifat ananiyah karena harta, kedudukan, jabatan dll. Imam Al Babbari
mengamalkan konsep tawadhu’ dalam majelisnya karena beliau yakin bahwa
ketawadhu’an adalah wajib dimiliki oleh seorang muslim agar bisa mencapai
kesalamatan dan kebaikan dunia dan akhirat.
PENUTUP
Iblis adalah makhluk Allah
Ta’ala yang siapa saja menyebutnya pasti mengidentikannya dengan kemaksiyatan,
pembangkangan,kejahatan dan sejenisnya. Siapapun manusia dapat mewarisi sikap
iblis tatkala dalam dirinya terdapat kesombongan yakni menolak kebenaran yang
difirmankan Allah dan dicontohkan rasulullah dan merendahkan manusia lain.
Kesombongan akan hilang tatkala dalam diri manusia dimunculkan sikap tawadhu’
yakni lawan dari kesombongan. Semakin tawadhu’ diri seseorang maka semakin
mulia diri orang tersebut dihadapan manusia lain dan dihadapan Rabbnya.
Cukuplah iblis yang
menjadi korban akibat sifat kesombongan yang lebih menuruti akal dan hawa
nafsunya dibanding petunjuk Allah dan rasulullah. Ambillah ibrah yang besar
dari iblis agar kita tidak terjatuh dalam perkara yang sama dengan yang
dilakukan iblis yang sebenarnya menjadi musuh yang nyata bagi manusia.
Peribahasa arab menagatakan “ aku belajar dari kesalahan orang lain bukan untuk
mengikutinya shingga jatuh pada jurang yang sama. Melainkan agar aku tidak
mengalami hal yang serupa. Barangsiapa tidak mempelajari kesalahan-kesalahan
maka sangat mungkin kita akan melakukan kesalahan yang sama” Wallahu a’lam
bissawab.
Sumber : kajian bertema “ tawadhu” yang diselenggarakan di masjid al
huda-petukangan selatan 15 November 2012
bersama Ustadz nuzul Dzikry, Lc, hafidzullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar