29 Maret 2012

RITUAL-RITUAL KEMATIAN: ANTARA YANG SUNNAH DENGAN YANG MENSELISIHI SUNNAH (BAGIAN-1)


A.  PENGANTAR
S

 Udah menjadi tradisi umat muslim di Indonesia, tatkala anggota keluarganya meninggal dunia, anggota keluarga, snak saudara, tetanga sekitar ramai-ramai mengadakan berbagai ritual ibadah guna menghibur keluarga yang berkabung, mengusir suasana duka, menunjukkan empati dan meringankan beban bagi keluarga yang ditinggalkan. Sampai-sampai untuk menunjukkan rasa cinta dan bakti orang yang ditinggal terhadap si mayit, pihak keluarga, tetangga, sahabat, karib kerabat mengadakan acara  tahlilan 1 hari, 3 hari, 7 hari, 10 hari, 40 hari, 100 hari hingga 1000 hari. Acara tahlilan, yasinan, khataman al qur’an, pengiriman do’a hingga kendurian –yang notebenenya berasal dari keyakinan hindu budha- bagi simayit mereka lakukan. Mereka berkeyakinan apa yang dilakukan tersebut akan memberikan kebaikan pada si mayit. Dan ini sangat mulia dan baik kelihatannya. Namun, ternyata kebaikan bukanlah menurut perkiraan orang awam yang sangat miskin ilmu. Kebaikan dan kemuliaan hanya dapat diukur dari al qur’an dan as sunnah yang dipahami oleh para sahabat dan diikuti oleh ulama-ulama setelahnya yang semanhaj dengan para sahabat tersebut. Dengan demikian, maka kewajiban orang awan agar tidak terjatuh kepada pemahaman yang keliru tentang kemuliaan atau kebaikan harus bersandar pada dalil yang sahih yang dipahami oleh sahabat. Termasuk dalam perkara kematian ini. Karena segala seluk beluk yang berkaitan dengan kematian ini telah rasulullah sabdakan, telah sahabat amalkan dan telah terjadi pada jaman rasulullah dan sahabat masih hidup. Kebaikan, ketaataan, kepatuhan dan semangat mengamalkan kebaikan para sahabat sangat luar biasa sehingga sangat aneh seandainya apa yang oleh sahabat lakukan kita anggap masih kurang sehingga kita yang hidup saat ini perlu melakukan “updating” atau “kreativitas” dalam masalah agama ini.

B.   URUSAN YANG HARUS SEGERA DITUNTASKAN

1)      Melunasi tanggungan si mayit

Dalam hal ini ada 2 perkara yakni yang berkaitan dengan a) materi : bayar hutang, bayar denda, tagihan kartu kredit, tagihan listrik, tagihan telepon,  dan tunggakan lainnya; b) non materi :  merehabilitasi kehormatan, merevisi pencemaran nama baik dan memintakan maaf atas segala kektidakbaikan simayit selama hidupnya. Jika si mayit adalah pelaku kedzaliman seperti koruptor, pemalak, pencuri, pemerkosa, penghasutan, penzinaan, penebar fitnah, maka ahli waris membayarkan kewajibannya kepada orang yang dizalimi lalu memintakan maaf atas perbuatan simayit kepada yang didzalimi. Karena perkara ini akan menjadi beban mayit di alam kubur jika tidak dilakukan oleh ahli waris

2)      Mengurus Jenazah si mayit.

Mulai dari memandikan, mengafani, menyolatkan hingga memakamkan di liang lahat sesuai sunnah rasul adalah hak utama si mayit yang harus disegerakan oleh ahli waris. Hal ini sebagaimana sabda rasul  :”Percepatlah mengurus jenazah karena bila dia baik maka demikian itu suatu kebaikan baginya yang engkau suguhkan kepadanya, dan bila tidak demikian maka keburukan yang kamu singkirkan dari tanggunganmu.” (HR Muslim, Bukhari, Abu Daud tarmidzi,dll). Oleh karena itu, Islam melarang melakukan penundaan pengurusan jenazah bukan berdasarkan alas an syar’i. Hal ini bertentangan dengan sunnah rasul yang memerintahkan untuk mensegerakan seperti shalat setelah masuk waktunya, bujangan yang telah menemukan jodoh, upah atau utang yang telah ada untuk melunasi dan gadis yang telah ada calon peminangnya.

3)      Membayarkan Hutang si mayit

Utang merupakan tanggungan si mayit yang tidak dapat digugurkan dengan kematian. Sabda Rasulullah : “Jiwa seorang muslim tergadai oleh utangnya hingga terbayar “(HR. Ahmad). Bahkah sutau ketika rasulullah tidak mau menshalatkan seorang sahabat yang meninggal  karena masih menanggung hutang. Dan rasulullah bersedia meshalatkan sahabat ini setelah utangnya ditanggung sahabat lainnya yaitu Qatadah. Dengan demikian, utang menjadi prioritas utama untuk dilunasi dengan harta si mayit sebelum harta warisan mayit dibagikan kepada ahli waris.

4)      Menunaikan wasiat si mayit

Kewajiban seorang muslim apabila ajal telah mendekat, memberikan wasiat mengenai hartanya terhadap siapa saja yang berhak menerima dan yang tidak menerimanya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah : 180. Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
Berwasiat tidak boleh kepada orang tua atau sanak kerabat yang akan mendapat warisan. Demikian juga wasiyat tidak boleh melebihi 1/3 harta yang dimiliki sebagai hadist rasulullah yang mendatangi Sa’ad bin Waqas yang sakit keras dan hartanya sangat banyak sedang hanya mempunyai 1 anak wanita .
Selain berwasiat harta, seorang muslim wajib berwasiat agar keluarganya selalu menjalankan sunnah. Jenazahnya diurus secara sunnah, tidak diadakan perayaan-perayaan bid’ah serta tidak diratapi. Dengan demikian, tidak ada pesan yang lebih penting dari orang yang mau meninggal kecuali wasiat menegakkan sunnah dan menghindari bid’ah bagi yang masih hidup maupun perkara-perkara yang menyangkut dirinya tatkala nanti meninggal.

5)      Membagi Harta Warisan si mayit

Menurut Ali bin Abi Thalib : “Rasulullah memutuskan pembagian harta waris dilakukan setelah melunasi hutang si mayit.” (HR Tarmizi dan Abu Daud).
Dalam membagi harta waris hendaklah sesuai syariat islam dan dilarang menselisihinya. Karena dengan melaksanakan syariat islam akan didapatkan kebaikan berupa harta yang halal, jauh dari persengketaan dan saling lapang dada serta menjaga silaturahmi. Sebaliknya Allah mengancam pembagian warisan yang melanggar syariah islam sebagaimana dalm firmanNya QS. An Nissa’ 13-14 : “Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.
Dengan demikian, pembagian harta warisan termasuk perkara yang harus disegerakan oleh ahli waris. Karena menundanya akan menimbulkan banyak menimbulkan perkara persengketaan antar ahli waris, sebagaimana yang terjadi pada saat ini.

C.   AMALAN YANG MENGUNTUNGKAN SI MAYIT

1.      Doa dan Istighfar muslim kepada si mayit.

Doa adalah tali penghubung paling kuat antara Allah dengan makhluknya. Dengan doa mampu mengubah nasib buruk menurut logika menjadi baik, mendatangkan rahmad dan ampunan, mengundang kemudahan dan mengusir kesulitan serta sebagai amalan salih yang patut diberikan kepada sesame muslim. Sebagaimana firman Allah dalam surat al Hasyr :10 :” Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." Bagi muslim yang mendoakan saudaranya yang meninggal akan mendapat balasn syurga. Sedangkan seorang muslim yang mempunyai saudara kafir maka dilarang untu mendo’akan sebagaimana firman Allah dalam Surat At-Taubah 113 :” Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.”

2.      Melunasi Hutang Si Mayit

Dari hadist rasulullah mengenai hutang (telah lalu pembahasannya diatas), Syaikh Albani menjelaskan : bahwa bolehnya orang lain membayar hutang si mayit dan tidak meski memakai harta peninggalan si mayit. Pelunasan hutang ini akan mengangkat dari azab bagi si mayit.

Membebaskan hutang si mayit berbeda dengan mengirimkan  hadiah pahala sedekah  kepada mayit. Melunasi hutang lebih khusus dibanding mengirim pahala sedekah. Hadist-hadist yang menegaskan sampainya hadiah pahala sedekah kepada si mayit difokuskan sedekah pahala anak kepada orang tuanya yang meninggal. Pasalnya anak termasuk jerih payah usaha kedua orangtua, sehingga tidak boleh melakukan qiyas orang lain dengan anak atau  membebaskan utang dengan sedekah.

3.      Menunaikan Nadzar Si Mayit

Nazar setatusnya sama hutang, maka apabila si mayit masih punya nazar yang belum terbayarkan maka ahli waris wajib melaksanakan nazar tersebut. Hal ini sebagimana diterangkan Saad bin Ubaidah tatkala meminta fatwa kepada rasulullah :”Ibuku telah wafat, beliau meninggalkan hutang nazar. Maka Rasulullah menjawab :Tunaikan nazarnya.”

4.      Amal Kebaikan Anak Shalih

Anak yang salih hendaknya selalu berdoa dan berzikir untuk dirinya dan kedua orang tuanya. Seluruh kebaikan anak salih otomatis langsung sampai kepada orang tuanya. Hal ini didasarkan kepada hadistriwayat aisyah, ada seorang laki-laki berkata kepada rasulullah: “sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, aku beranggapan :”Andaikan dia mampu berbicara(ia akan berkata) “sedekahkanlah untukku”, apakah aku bersedekah untuknya?”. Maka rasulullah menjawab : Ya bersedekahlah untuknya.”

Keutamaan paling baik adalah permohonan rahmad dan istigfar anak salih member pengaruh dasyat kepada kehidupan orang tua di alam akhirat kelak. Sebagai mana sabda rasul :”Derajat seorang yang meninggal dunia akan diangkat lalu ia berkata :’ Wahai tuhanku dari manakah ini?’ Dia berkata padanya :’ karena anakmu membaca istghfar untukmu.’

Bahkan bukan hanya do’a dan istighfar amalan seperti umrah, haji, membangun masjid, membagi buku-buku agama gratis, membantu yatim piatu dsb otomatis pahalanya mengalir kepada orangtuanya.

5.      Amal Jariyah Yang dilakukan Semasa Hidupnya.

Para ulama ahlul sunnah sepakat bahwa amal jariyah yang dilakukan mayit selama hidup akan berguna dan membantu meringankan siksa dari azab kubur. Hal ini sebagaimana sabda rasulullah : Ada 3 amalan yang tidak terputus hingga orang tersebut meninggalkan dunia. Pertama adalah ilmu yang bermanfaat yang ia ajarkan kepada orang lain dan orang tersebut mengamalkan, harta yang dia infaqkan untuk jihad fisabilillah dan ia tinggalkan anak shaleh yang selalu mendoakan.

Dengan demikian, wajib bagi setiap muslim untuk semaksimal selalu mengusahakan 3 perkara diatas agar menjadi tabungan kelak tatkala dirinya telah meninggal dunia.

Harta  yang dimiliki seorang muslim hanyalah 3 jenis. Selain itu bukanlah menjadi harta meski dia memiliki atau menguasai. Dan justru yang terakhir ini yang akan menjadikan perkara yang menyusahkan seorang muslim nanti di akhirat. Ketiga jenis harta tersebut adalah : apapun yang mereka pakai terus habis karena rusak, apapun yang dia makan terus habis karena menjadi kotoran dan harta yang habis diinfaqkan kejalan Allah. Nah, harta seperti emas yang disimpan, deposito yang di bank, saham yang di bursa efek, perusahaan berkembang, rumah dan mobil ternyata bukan hakekat harta yang dimiliki manusia. Kita tidak menikmati harta ini di saat kita mati, tetapi kita harus mempertanggungjawabkan dari mana harta itu diperoleh, ada proses riba dalam pengelolaannya dan dipergunakan untuk amal jariyah atau malah sebaliknya.

Sedangkan ilmu yang bermanfaat menurut ulama adalah ilmu-ilmu yang bisa menyelematkan pemiliknya menuju ke syurga dan menghindarkan pelakunya masuk neraka. Sahabat Umar r.a. mengatakan ilmu yang bermanfaat adalah apa-apa yang berasal dari qur’an dan dari assunnah. Jadi, ilmu yang bermanfaat adalah seperti yang oleh rasulullah ajarkan kepada para sahabat. Dengan demikian ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang kita ajarkan kepada anak, istri, saudara, temen, kerabat, dsb yang berupa ilmu syar’i seperti tacacara puasa yang sesuai sunnah, tatacara shalat yang sesuai sunnah, tatacara makan yang sesuai sunnah, tata cara mencari rizki yang sesuai sunnah, hingga apapun yang dilarang Allah. Jadi sangat salah besar anggapan bahwa ilmu yang bermanfaat adalah ilmu-ilmu yang yang hanya berkaitan dengan urusan keduniawian seperti kita mengajarkan ilmu filsafat, sosiologi, sejarah dsb.

Sementara anak yang shaleh adalah anak yang paham akan qur’an dan sunnah sehingga tahu dan paham mana-mana amalan yang bisa menyebabkan dirinya masuk ke syurga atau ke neraka. Do’a anak shaleh inilah yang akan menyebabkan si mayit terangkat dari azab kubur. Yang terpenting lagi, anak shalih hanya akan terwujud atas pertolongan Allah dan usaha kedua orang tua terhadap pemahaman aqidah, akhlak, moral terhadap anak sejak masih hidup. Maka suatu investasi yang sangat luar biasa apabila semenjak hidup si mayit bisa mendidik anak-anaknya menjadi anak salih. Dan inilah yang menjadi kendala terbesar bagi orang tua saat ini. Disamping karena ketidakpahaman orang tua terhadap ilmu syar’i dan pentingnya punya anak salih, juga pengaruh pergaulan, media masa dan lingkungan yang jauh dari agama dan terlebih lagi jauh dari pemahaman sunnah rasulullah.

Referensi : Kitab Sunah Sunah Setelah Kematian, Karya Ustadz Zainal Abidin bin Syamsuddin, Lc
-Insya Allah bersambung-

Tidak ada komentar: