21 Maret 2012

SIKAP BIJAK SEORANG MUSLIM DALAM MENGHADAPI KENAIKAN HARGA BBM



Sesungguhnya kekejian dan berbuat keji dalamsegala bentuknya bukanlah berasal dari ajaran Islam. Sesungguhnya diantara tanda kebaikan Islam seseorang adalah orang yang terbaik akhlaknya.
 (HR Imam Ahmad, Tabrani)

Hari-hari ini dan beberapa hari mendatang, diberbagai penjuru wilayah Indonesia diwarnai unjuk rasa atau demontrasi menentang kebijakan pemerintah menaikkan bahan bakar minyak. Dari ujung barat hingga ujung timur negeri. Dari kota besar hingga kota yang kecil , orang yang berpendidikan tinggi hingga golongan yang berpendidikan rendah , dari yang berprofesi  buruh, professional, anggota wakil rakyat, pengamat politik, mahasiswa, hingga tokoh agama (kyai, ustadz). Dari orang yang yang berpaham secular hingga kelompok yang menisbatkan diri paham islam. Dari universtitas sekuler hingga universitas yang berlabel islam.Semuanya berbicara dan bertindak tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Hal ini tentu saja para penganut demokrasi yang mengatasnamakan mewakili seluruh masyarakat berhak untuk melakukan hal yang demikian.
Kota besar, kota menengah dan kota kecil yang selama ini terdengar damai aman dan santun berubah menjadi menyeramkan. Jalan-jalan utama macet. Bentrok antara aparat keamanan dengan para orang yang demo terjadi dimana-mana. Di media masa tidak mau ketinggalan. Para tokoh saling berdebat bahkan sampai dengan urat lehernya keluar saling menjatuhkan dan merasa paling benar dan tidak mau mengalah. Umpatan kata-kata keras, menghina, menganggu hak-hak orang lain, pingin dilihat orang banyak dan merasa puas jika bisa melakukan sikap yang kurang terpuji, bercampur laki-laki perempuan, meninggalkan kewajiban shalat berjamaah hingga harus meninggalkan kewajiban thalabul ini demi membela urusan keduniawian dan demokrasi. Sampai-sampai seorang pemimpin negara merasa terancam dari kepemimpinannya dan menjadi obyek cemoohan dan penghinaan dari pendemo.
Peran media tidak kalah heroiknya, sepanjang hari menayangkan siaran langsung demontrasi yang terjadi  dimana-mana.  Disela-sela acara tersebut dihadirkan tokoh yang mempunyai pemikiran berseberangan untuk live dialog, sehingga semakin panaslah suasana tersebut. Seakan menjadi komplitlah dan semakin semarak warna negeri yang dulu terkenal kelembutan dan kesantunannya berubah menjadi bangsa yang suka amuk , beringas, kalap, dan emosional yang sangat menyeramkan. Bahkan beberapa mahasiswa universitas yang menisbatkan diri dengan label islam membawa batu dan  melemparkan kearah polisi yang mengamankan demontrasi dan dibalas oleh pihak keamana dengan water canon kearah mahasiswa yang demontrasi.
Indonesia  diakui oleh dunia sebagai negara islam terbesar di dunia. Dari praktek demontrasi yang dilakukan dengan cara kekerasan dan merusak yang dilakukan oleh orang-orang yang mayoritas beragama islam telah memunculkan banyak pertanyaan tentang islam dan pelakunya. Apakah islam telah mengajarkan kepada pemeluknya apabila melakukan ketidaksetujuan dengan kebijakan pemimpin harus dengan turun di jalan hingga harus melakukan pengerusakan dan berantem sesama muslimin? Apakah ada doktrin ajaran islam yang memperbolehkan  saling mencemooh, menghina, memberikan julukan pemimpin yang masih menjalankan shalat, puasa, haji dan memberikan kebebasan rakyatnya untuk menjalankan syariat agama bersama rakyatnya? Apakah kewajiban orang awan untuk menasehati pemimpin, padahal orang awan tentu saja masih jauh dari ilmu apa lagi amal yang shalih? Atau kewajiban menasehati pemimpin adalah peran orang alim yang paham ilmu? Apakah boleh seorang yang berilmu tersebut menasehati pemimpin secara terbuka di depan mimbar masjid, di tempat demontrasi, hingga di media masa dan terlebih mengajak tokoh-tokoh agama lain yang disorot media masa? Benarkah solusi untuk menghadapi kebijakan pemimpin  tersebut harus dengan cara-cara yang justru mengorbankan kewajiban syari’ah seorang muslim seperti meninggalkan kata-kata kotor, tidak bercampur laki-laki perempuan, selalu menuntut ilmu menegakkan shalat jamaah, memanfaatkan waktunya untuk sesuatu yang membawa kemaslahatan akhirat, menggibah, mewjudkan akhlakul karimah, berendah hati dan sebagainya? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang menumpuk di hati kita yang jika kita ungkapkan beratus-ratus lembar kertas tidak akan menampungnya.

Kewajiban Patuh Kepada Pemimpin Selama Tidak Dalam Kemaksiyatan
Permasalahan kewajiban patuh kepada pemimpin merupakan perkara yang sangat penting dalam islam. Hingga begitu pentingnya masalah ini , ulama besar Syaikh Abdusalam Bin Barjas Ali Abdul Karim menulis kitab tentang hubungan rakyat dengan pemimpin menurut syariat islam. Kitab ini di beri judul Mu’amalah al hukam fi dhau’I al kitab wa assunnah.
Menurutnya patuh dan taat kepada penguasa kaum muslim-diluar kemaksiyatan disepakati kewajibannya oleh ahlus Sunnah wal  Jamaah. Ini prinsip dasar yang membedakan dengan ahlul bid’ah dan ahlul hawa (pengikut hawa nafsu).
Selanjutnya Syaikh Abdusalam Bin Barjas Ali Abdul Karim mengutip pernyataan ulama salafushalih sebagai berikut :
Imam Harb al Karmani-murid Imam Ahmad- dalam kitab al_Aqidah  menjelaskan :”Tunduk dan patuh kepada orang yang diberikan kekuasaan oleh Allah atas perkara kalian. Jangan menarik diri dari ketaatan padanya, dan jangan memberontaknya dengan pedang hingga Allah memberikan kelapangan dan jalan keluar bagi kalian. Jangan membangkang pada penguasa, tapi taat dan patuhlah, serta jangan membatalkan baiat kepadanya. Siapa yang melakukan demikian, maka ia adalah pelaku bid’ah dan menyalahi as Sunnah. ”
 Ibnu Al jauzi menukil kitab Adab al Hasan al Bashri,mengatakan : Hasan Al Bashri berkata : “Meski para penguasa diombang ambingkan oleh binatang tunggangan dan orang menginjak tumit mereka, kehinaan dan kemaksiyatan itu berada dalam hati mereka. Hanya saja syariat tetap mewajibkan kita menaatinya dan melarang menentangnya. Kita diperintahkan untuk menolak mudharat mereka dengan taubat dan berdoa. Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan, maka ia menetapi hal itu dan melakukannya serta tidak menselisihinya.”
Al- “Allamah Shadruddin as_Sulami dalam Kitab Tha’ah as-Shultan : dari Hadist-hadist mutawatir, perintah Nabi agar patuh dan taat kepada ulil amri, memberinya nasehat, mencintai dan mendoakannya. Ketahuilah, bahwa satu kaidah syariah yang suci dan agama yang hanif adalah : ketaatan kepada pemimpin adalah wajib atas seluruh rakyat, dan ketaatan pada penguasa dikaitkan dengan ketaatan kepada Allah, serta ketaatan pada penguasa dapat mempersatukan urusan agama dan menata urusan kaum muslimin.Sebaliknya durhaka kepada penguasa dapat merobohkan sendi-sendi agama. Karena taat kepada pemimpin menjaga fitnah syahwat dan syubhat, dapat melindungi orang yang berlindung. Dengan ketaatan maka hokum dapat dilaksanakan, kewajiban dapat ditunaikkan, darah tidak tertumpah dan jalan menjadi aman. Ulama berkata : Ketaatan pada penguasa adalah petunjuk bagi siapa yang menggunakan penerangan cahaya, dan perlindungan bagi siapa yang menjaganya.
Sebaliknya menentang penguasa berarti keluar dari kelembutan ketaatan menuju keganasan kemaksiyatan.Siapa yang menipu penguasa secara sembunyi-sembunyi maka ia akan hina dina dan binasa. Barangsiapa taat dan patuh kepada penguasa, mencintai dan member nasehat secara tulus kepadanya, maka ia menempati kedudukan paling mulia di dunia dan akhirat.
Dalam Kitab al ‘Imarah dari hadist mutafaqun ‘alaih Ibnu Umar, dari rasulullah bersabda :”Orang muslim wajib mendengar dan taat, baik dalam perkara yang ia sukai maupun yang ia benci, kecuali diperintahkan kepada kemaksiyatan. Jika ia diperintah bermaksiat tidak ada alas an sama sekali untuk mendengar atau taat.
Al Mubarkafuri dalam kitab Syarah at Tirmidzi mengatakan :”jika seorang imam menyuruh kepada sesuatu yang bersifat anjuran atau mubah, maka wajib ditaati.”
Al Muthahhar dalam kitab Tuhfah al ahwadzi  berkata :”mendengarkan kata-kata penguasa dan mematuhinya adalah wajib bagi setiap muslim, baik perintahnya sesuai keinginannya maupun tidak, dengan syarat tidak menyuruh kepada kemaksiyatan. Jika menyuruhnya dalam kemaksiyatan, maka tidak boleh sama sekali menaatinya, tetapi ia tetap tidak boleh memerangi imam.”
 Dari beberarapa hadist  dan pendapat ulama salafush shalih  jelaslah bagi kita bahwa umat muslim mempunyai kewajiban untuk mentaati pemimpin atau penguasa selama bukan dalam kemaksiyatan kepada Allah dan rasulnya. Oleh karena itu, Allah dan rasulnya melarang dan akan memberikan azab dihari akhir nanti kepada manusia yang melawan atau memberontak pada penguasa yang sah. Terlabih lagi penguasa yang ditentang masih membolehkan rakyatnya menegakkan syariah yang diajarkan Allah dan rasulNya seperti shalat, haji, shalat ied dan sebagainya. Terlebih lagi pemimpin tersebut bersama-sama rakyatnya bercampur baur menegakkan dakwah dan syi’ar dinullah. Inilah prinsip dasar yang dicontohkan oleh rasulullah dan sahabat serta ulama-ulama yang sejalan dengan rasulullah dan sahabatnya.

Cara Amar Ma’ruf Nahi Munkar Kepada Pemimpin Menurut Syariat Islam
Nah, lalu bagaimana jika penguasa melakukan kemungkaran dan kemaksiyatan kepada Allah dan rasulNya? Apakah setiap orang boleh menasehati dengan segala cara atau hanya orang tertentu dengan metode yang santun dan lembut?
Lebih lanjut , Syaikh Abdusalam Bin Barjas Ali Abdul Karim menjelaskan , hadist riwayat Said Al Khudri, rasulullah bersabda “Barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran, hendaknya ia merubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemah iman”
Ibnu al Azraq dalam Kitab Badai’as Suluk fi Thaba’i’ al Mulu’ menjelaskan “termasuk pembangkangan adalah memprovokasi untuk melawan penguasa. Diantara yang menimbulkan kerusakan terbesar ialah merubah kemungkaran dengan cara tidak patut dilakukan kecuali oleh penguasa.”
An Nahhas dalam kitab Tanbih al Ghaffilin menjelaskan :”Jika yang melakukan kemungkaran adalah penguasa, maka siapapun tidak boleh menghentikannya dengan menggunakan kekerasan, menghunus pedang dihadapannya atau berdemo, karena hal itu justru mendatangkan banyak fitnah, meniciptakan kerusuhan, dan menghilangkan wibawa penguasa di mata rakyat. Bahkan hal itu terkadang menimbulkan pembrontakan terhadapnya yang pada gilirannya akan menghancurkan negeri, da resiko-resiko besar lainnya yang tidak Tersebunyi”
Imam Ahmad berkata :”Penguasa tidak boleh ditentang karena senjatanya selalu terhunus.
Ibnu Muflih dalam Kitab as Adab asy Syar’iyah :”seseorang tidak boleh memprotes penguasa kecuali dengan tujuan untuk mensasehati atau menakut-nakutinya, atau memperingatkan dari akibat buruk yang bakal diterimanya di dunia dan akhirat. Karena ini hukumnya wajib. Selain itu hukumnya haram.”
Maksudnya, ia tidak takut terhadapnya saat memberi peringatan, jika takut maka gugurlah kewajiban dan hukumnya sama seperti lainnya.
Ibnu al-Jauzi dalam Kitab al Adab asy Syari’yah : “Amar ma’ruf terhadap penguasa yang diperbolehkan adalah member tahu dan menasehati. Adapun mengucapkan katakata pedas sehingga menimbulkan fitnah yang membahayakan orang lain, maka hal itu tidak boleh. Namun jika ia tidak  khawatir kecuali resikonya akan menimpa dirinya, maka boleh menurut pendapat sebagian ulama. Tapi menurut saya itu tetap dilarang”
An Nahhas dalam kitab Tanbih al Ghaffilin menjelaskan: ”Berbicara pada penguasa sebaiknya dilakukan dengan empat mata saja, bukan dihadapan orang banyak. Beri nasehat secara diam-diam tanpa kehadiran orang ketiga.”
 Solusi Cerdas Menghadapi Situasi Krisis
Dalam kaca mata pemikiran manusia, rezeki manusia seolah-olah hanya ditentukan oleh jerih payahnya tanpa campur tangan kehendak Allah Ta’ala. Coba anda lihat keseharian di masyarakat sekitar kita. Mereka begitu yakin, sehingga begitu yakinnya mereka mencari dan mengejar masalah harta hingga melupakan kewajiban dan hak-hak dirinya kepada yang menciptakan. Mereka  rela melakukan segala energy, waktu, pikiran dan tenaganya untuk mengejar masalah harta hingga melupakan rambu-rambu syar’I halal dan haram. Mereka rela berangkat pada saat subuh pulang pada saat menjelang shalat lail. Time is money, demikian slogan mereka. Sehingga mereka mempunyai prinsip harta hanya dapat diraih selama kita sungguh-sungguh mengejarnya dan memperjuangkannya. Begitu besarnya fitnah harta pada manusia, rasulullah menggambarkan orang yang telah memiliki harta sebanyak satu bukit, maka mereka masih kurang dan akan memperjuangkan untuk mendapatkan 2 bukit, setelah mendapat 2 bukit masih mengejarnya hingga tiga bukit dan seterusnya dan petualangan mereka akan berakhir tatkala mulut mereka telah di sumpal dengan tanah alias meninggal.
Akibat sifat yang demikian maka manusia akan terusik hati, pikiran dan jiwanya tatkala masalah harta ini terusik. Orang akan putus asa dan stress tatkala tidak mampu memenuhi tuntutan keinginan terhadap harta. Atau kemampuan untuk memperoleh harta terhambat secara logika manusia. Mereka rela melakukan bunuh diri tatkala harta benda yang dimiliki diuji oleh Allah dengan cara mendatangkan musibah seperti kebakaran, kecurian, tenggelam oleh air, bangkrut dalam usaha, hingga kalah dalam sekejap saat main saham. Atau seperti contoh  kenaikan bahan bahan bakar. Bagi orang yang tingkat keimanan dan keyakinan  akan takdir Allah maka mereka akan mengalami stress yang luar biasa. Menurut kaca mata mereka kenaikan harga BBM laksana meruntuhkan dan membawa kehancuran bagi kehidupannya. Dunia serasa qiamat. Barang semakin mahal, ongkos transport naik, operasional usaha bertambah dll. Sehingga kepanikan mereka di tuangkan dengan sikap sumpah serapah, turun dijalanan, melawan pemimpin, demo, ricuh dengan aparat keamanan, merusak fasilitas umum, menyandera mobil aparat dan mobil tangki minyak, dsb. Mereka telah lupa: bahwa waktu mereka lahir dulu tidak membawa sedikit hartapun termasuk selembar benang yang menempel di badannya. Tapi mereka tidak pernah memprotes atau mendemo dan melawan orang tuanya. Tidak memprotres kepada Allah ta’ala mengapa dilahirkan tidak membawa apa-apa. Mereka juga telah puluhan kali mengalami kenaikan BBM selama hidupnya, tetapi Allah tetap berikan rizkiNya sehingga masih mampu menikmati hidup bahkan lebih baik taraf hidupnya disbanding beberapa waktu lalu.
Coba sedikit kita merenung. Rasulullah bersabda bahwa setiap manusia akan selalu disertai 2 malaikat untuk mencata amal-amal yang dilakukan manusia, baik itu amal baik dan amal jelek. Dan nanti di hari pembalasan amal-amat tersebut akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah, sehingga bagi manusia yang amalan baiknya lebih banyak maka akan dimasukkan ke syurga. Sebaliknya yang amalan jeleknya lebih banyak maka Allah akan memasukkan hamba tersebut kedalam neraka. Coba kita resapi. Tatkala manusia melakukan demo banyak sekali  aturan syariat yang dilanggar seperti : menjelek-jelekkan sesame muslim, melawan pemimpin, mengganngu hak orang lain, mengeluarkan kata-kata kotor, campur laki-laki perempuan, meninggalkan kewajiban shalat berjamaah, melupakan menuntut ilmu, melupakan amalan shalih dsb. Jika kebijakan BBM ditetapkan pemerintah naik, maka pelaku demo akan mendapatkan banyak kemudharatan. Dalam hati mereka tetap kecewa dan kedua telah melakukan perbuatan dosa yakni bermaksiyat kepada Allah karena melanggar syariatnya. Apalagi pelaku demo tersebut meninggal satu detik sebelum pengumuman BBM naik diberlakukan, maka dia telah rugi yang cukup besar. Sudah melakukan demo dengan tujuan agar BBM tidak naik tapi tidak menikmati apa yang mereka tuju dari perjuangannya dan telah melakukan kemaksiyatan kepada syariat Allah Ta’ala. Nah bagaimana mereka akan mempertanggungjawabkan hal itu dihadapan Allah kelak di hari pembalasan. Sadarkah mereka akan hal ini?
Nah, lalu bagaimana cara rasulullah mengajarkan umatnya untuk menghadapi fitnah dan tekanan atau stress dalam menghadapi kehidupan di dunia namun selalu membawa kebaikan di akhirat nanti? Islam sebagai agama yang komplit dan sempurna telah memberikan pedoman yang  wajib diikuti agar tidak terjebak kepada manisnya dunia dengan melupakan nikmat akhirat. Segala seuatu yang membawa manusia manusia masuk syurga telah rasul jelaskan. Demikian juga apa-apa yang membawa manusia kea rah neraka telah rasul jelaskan. Maka wajib bagi kita untuk memilih apa-apa yang menyebabkan masuk surge dan menghindari apa-apa yang menyebabkan masuk neraka. Apakah jalan tersebut ?
1.      Merubah nindset dan keyakinan kita bahwa rezeki seorang muslim tidaklah semata ditentukan oleh jerih payah usaha manusia, melainkan juga telah Allah catat dan tentukan sejak 50.000 tahun sebelum bumi diciptakan. Semakin kita bertaqwa maka Allah akan memberikan rezeki dari arah manapun yang tidak pernah disangka oleh manusia. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah surat at Thalaq :3 :”Barangsiapa bertaqwq kepada Allah, Dia akan menunjukkan jalan keluar kepadanya dan akan memberikan rezeki kepadaya dari arah yang tidak terduga”.
Demikian juga Hadist dari Ali r.a : telah berkumpul  Abubakar, Umar dan Ali berembuk membicarakan sesuatu. Ali berkata: “Mari kita tanyakan hal ini kepada rasulullah. Ketika sampai dihadapan rasulullah Ali berkata : Ya Rasulullah aku dating kepadamu untuk menanyakan sesuatu. Rasulullah bersabda :Jika kalian menginginkan akan aku terangkan kepada kalian tentang  maksud kalian dating kesini. Bukankah kalian dating untuk menanyakan rizki, darimana dan bagaimana datangnya? Mereka semua menjawab : ya Rasulullah. Lalu rasulullah menjawab : Allah enggan member rezeki seorang hamba yang beriman kecuali dari arah yang tidak terduga-duga.”

Dari ayat dan hadist diatas sangat jelas bahwa rezeki akan dating sejalan dengan tingkat keimanan dan ketaqwaan seorang hamba kepada Allah Ta’ala. Jika seorang ingin selalu diberikan solusi terhadap persoalan hidup dan dicukupkan rezekinya yang bermanfaat bagi hdupnya di dunia dan akhirat maka tidak lain harus semakin meningkatkan upaya-upaya yang menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Bukan sebaliknya, mengejar harta dengan melanggar apa-apa yang Allah perintahkan dan  Allah larang.
2.      Menghayati dan mengamalkan hadist yang mulia rasulullah yang diriwayatkan Umar bin Khattab : Kami pernah berduduk-duduk bersama rasulullah. Ketika beliau membicarakan fitnah, belia bersabda :”Jika engkau telah melihat keadaan  manusia : goyah janjinya, ringan amanahnya dan keadaan mereka kacau (krisis), maka tetaplah dirumahmu, kuasai lidahmu, lakukan yang baik-baik dan tinggalkan yang jahat, perhatikan urusan dirimu dan tinggalkan urusan umum”. (Al hakim dalam “Kitab Mustadrak” dan Ad Dzahabi)
Lebih lanjut Az zamakhsyari menjelaskan bahwa jika sendi-sendi kehidupan telah goyang dimana urusan agama sudah berbaur antara bid’ah dan khurafat, antara yang khianat dan jujur, maka tinggallah di rumah masing-masing. Dalam situasi demikian ada rukshah atau keringanan untuk tidak melakukan amr ma’ruf nahi munkar. (jilid 1/112, Kitab asbabul wurud hadist karya syaikh Ibnul Hamzah al Damsyiqi)
Dengan demikian, ditengah masyarakat yang banyak fitnah syahwat (harta) dan syubhat (pemikiran,pemahaman), bagi orang awan yang masih sedikit ilmu dan amal sudah selayaknya semakin intens untuk tinggal dirumah dan mengurangi berkumpul dengan orang-orang yang yang tidak berilmu. Karena dengan tinggal dirumah kita bisa menjaga diri pribadi, istri atau suami serta anak-anak dari pengaruh negative yang menyebar di lingkungan. Dalam kondisi demikian amar ma’ruf nahi mungkarpun ada keringan untuk tidak dilakukan apalagi sekedar keluar rumah dan berkumpul bukan dalam menegakkan kebenaran. Kemungkinan besar justru kita yang akan terbawa pada pusaran fitnah syahwat dan subhat tersebut.
Disamping lebih intensif di rumah, yang perlu dilakukan adalah menjaga lidah. Dalam masa-masa yang tidak banyak fitnah saja rasulullah menjelaskan betapa pentingnya menjaga mulut, karena kebanyak manusia mendapat azab kubur karena salah satunya tidak bisa menjaga mulutnya alias suka mengghibah. Nah, terlebih lagi masa-masa krisis. Peluang untuk mengghibah, mencela, memperolok-olok, mencaci maki, mengeluarkan kata-kata kotor kepada orang lain atau pemimpin sangat besar. Dan ini sangat terbukti akhir-akhir ini. Tiadalah orang melakukan demo dengan kata-kata yang baik dan halus, melainkan cemoohan, ancaman, dan kata-kata kotor. Jika kita ingin selamat dunia akhirat, jauhilah hal ini.
Hal  lain yang perlu dilakukan agar bisa selamat dalam menghadapi krisis adalah melakukan perbuatan yang baik-baik dan meninggalkan perkara-perkara yang  maksiyat dan jahat. Dalam masa yang demikian kita diperintahkan melakukan amalan-amalan yang membawa kemaslahatan dan menghindari kemudharatan. Jika sebagian orang menghujat orang lain, meninggalkan shalat, menganggu orang lain, menyimpang aturan-aturan syariat, melupakan thalabul ilmi, berkata tanpa ilmu, berdemo di jalan raya, maka jika kita ingin selamat lakukan hal yang sebaliknya. Kita do’akan pemimpin kita agar dilindungi oleh Allah dan memberikan bimbinganNya agar dapat mengambil kebijakan yang bermanfaat bagi masyarakat, kita datangi taman-taman syurga dan majelis ilmu bersama orang shalih, manfaatkan waktu untuk membaca al qur’an, berdoa dan berdzikir, tegakkan shalat berjamaah dan shalat-shalat sunnah, kita tegakkan sunnah rasul dan tauhid kepada Allah, kita didik anak dan istri kita dengan pemahaman islam yang benar sehingga terhindar dari syubhat dan syahwat yang ada di sekitar, dan malan –smalan salih lainnya.
Dan Langkah yang terakhir adalah memperhatikan urusan dirimu dan tinggalkan urusan umum. Jika sebagian orang yang terkena syubhat dan syahwat mereka lebih menyibukkan diri pada urusan orang umum, maka kita berlaku sebaliknya, yaitu memperhatikan urusan diri dan meninggalkan urusan umum. Silahkan antum perhatikan, kebanyakan dari masyarakat kita saat ini lebih asyik berkumpul bersama-sama turun di jalanan untuk berdomo dengam dalih atau excucuse memperhatikan kepentingan bangsa, kepentingan rakyat banyak, kepentingan sebagian besar rakyat miskin, kepentingan nasional dan sejenisnya. Namun, dalam urusan diri mereka terabaikan dan terlupakan. Kemaksiyatan-kemaksiyatan terhadap syariah Allah mereka lakukan.(menggibah, mencemooh, kata-kata kasar, melupakan amal salih, melupakan thalabul ilmi, membuang waktu untuk dzikir kepada Allah, melupakan shalat berjamaah, campur laki-laki perempuan , dll). Sebaliknya, jika kita pingin selamat  dari keadaan yang demikian dan menghadap Allah dengan penuh ridha Allah, maka yang harus kita lakukan adalah urusan-urusan pribadi kepada Allah semakin kita tingkatkan baik dari menuntut ilmu maupun pengamalannya. Pemahaman terhadap tauhid, akhlak, muamalah harus semakin kita perkaya. Demikian juga amalan-amalan shalih yang ikhlash dan sesuai contoh rasul harus semakin ditingkatkan. Hal ini jauh lebih penting dan lebih mulia dari pada berjidal ( berdebat) atau berdakwah dengan orang-orang membiarkan hawa nafsunya menguasai diri. Kondisi chaos atau krisis bukanlah kondisi normal yang kita bisa berdakwah kedalam yang benar dengan dalil yang sahih, melainkan kondisi yang menharuskan kita”berjuang” untuk membenahi diri sebelum”terseret” kepada pemahaman yang salah yang dilakukan oleh sebagian besar manusia. Akhirnya, kita hanya berdoa dan minta tolong hanya kepada Allah agar kita diselamatkan dari fitnah-fitnah yang bertebaran di sekitar kita, dan bisa kembali kehadapan Allah dengan qalbun salim.

Tidak ada komentar: