Sesungguhnya kekejian dan
berbuat keji dalamsegala bentuknya bukanlah berasal dari ajaran Islam.
Sesungguhnya diantara tanda kebaikan Islam seseorang adalah orang yang terbaik
akhlaknya.
(HR Imam Ahmad, Tabrani)
Hari-hari ini dan beberapa hari
mendatang, diberbagai penjuru wilayah Indonesia diwarnai unjuk rasa atau
demontrasi menentang kebijakan pemerintah menaikkan bahan bakar minyak. Dari
ujung barat hingga ujung timur negeri. Dari kota besar hingga kota yang kecil ,
orang yang berpendidikan tinggi hingga golongan yang berpendidikan rendah ,
dari yang berprofesi buruh,
professional, anggota wakil rakyat, pengamat politik, mahasiswa, hingga tokoh
agama (kyai, ustadz). Dari orang yang yang berpaham secular hingga kelompok
yang menisbatkan diri paham islam. Dari universtitas sekuler hingga universitas
yang berlabel islam.Semuanya berbicara dan bertindak tidak setuju dengan
kebijakan tersebut. Hal ini tentu saja para penganut demokrasi yang mengatasnamakan
mewakili seluruh masyarakat berhak untuk melakukan hal yang demikian.
Kota besar, kota menengah dan
kota kecil yang selama ini terdengar damai aman dan santun berubah menjadi menyeramkan.
Jalan-jalan utama macet. Bentrok antara aparat keamanan dengan para orang yang
demo terjadi dimana-mana. Di media masa tidak mau ketinggalan. Para tokoh
saling berdebat bahkan sampai dengan urat lehernya keluar saling menjatuhkan
dan merasa paling benar dan tidak mau mengalah. Umpatan kata-kata keras, menghina,
menganggu hak-hak orang lain, pingin dilihat orang banyak dan merasa puas jika
bisa melakukan sikap yang kurang terpuji, bercampur laki-laki perempuan,
meninggalkan kewajiban shalat berjamaah hingga harus meninggalkan kewajiban
thalabul ini demi membela urusan keduniawian dan demokrasi. Sampai-sampai
seorang pemimpin negara merasa terancam dari kepemimpinannya dan menjadi obyek
cemoohan dan penghinaan dari pendemo.
Peran media tidak kalah
heroiknya, sepanjang hari menayangkan siaran langsung demontrasi yang terjadi dimana-mana.
Disela-sela acara tersebut dihadirkan tokoh yang mempunyai pemikiran
berseberangan untuk live dialog, sehingga semakin panaslah suasana tersebut.
Seakan menjadi komplitlah dan semakin semarak warna negeri yang dulu terkenal
kelembutan dan kesantunannya berubah menjadi bangsa yang suka amuk , beringas,
kalap, dan emosional yang sangat menyeramkan. Bahkan beberapa mahasiswa
universitas yang menisbatkan diri dengan label islam membawa batu dan melemparkan kearah polisi yang mengamankan
demontrasi dan dibalas oleh pihak keamana dengan water canon kearah mahasiswa
yang demontrasi.
Indonesia diakui oleh dunia sebagai negara islam
terbesar di dunia. Dari praktek demontrasi yang dilakukan dengan cara kekerasan
dan merusak yang dilakukan oleh orang-orang yang mayoritas beragama islam telah
memunculkan banyak pertanyaan tentang islam dan pelakunya. Apakah islam telah
mengajarkan kepada pemeluknya apabila melakukan ketidaksetujuan dengan
kebijakan pemimpin harus dengan turun di jalan hingga harus melakukan
pengerusakan dan berantem sesama muslimin? Apakah ada doktrin ajaran islam yang
memperbolehkan saling mencemooh,
menghina, memberikan julukan pemimpin yang masih menjalankan shalat, puasa,
haji dan memberikan kebebasan rakyatnya untuk menjalankan syariat agama bersama
rakyatnya? Apakah kewajiban orang awan untuk menasehati pemimpin, padahal orang
awan tentu saja masih jauh dari ilmu apa lagi amal yang shalih? Atau kewajiban
menasehati pemimpin adalah peran orang alim yang paham ilmu? Apakah boleh
seorang yang berilmu tersebut menasehati pemimpin secara terbuka di depan
mimbar masjid, di tempat demontrasi, hingga di media masa dan terlebih mengajak
tokoh-tokoh agama lain yang disorot media masa? Benarkah solusi untuk menghadapi
kebijakan pemimpin tersebut harus dengan
cara-cara yang justru mengorbankan kewajiban syari’ah seorang muslim seperti meninggalkan
kata-kata kotor, tidak bercampur laki-laki perempuan, selalu menuntut ilmu
menegakkan shalat jamaah, memanfaatkan waktunya untuk sesuatu yang membawa
kemaslahatan akhirat, menggibah, mewjudkan akhlakul karimah, berendah hati dan
sebagainya? Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang menumpuk di hati
kita yang jika kita ungkapkan beratus-ratus lembar kertas tidak akan
menampungnya.
Kewajiban
Patuh Kepada Pemimpin Selama Tidak Dalam Kemaksiyatan
Permasalahan kewajiban patuh
kepada pemimpin merupakan perkara yang sangat penting dalam islam. Hingga
begitu pentingnya masalah ini , ulama besar Syaikh Abdusalam Bin Barjas Ali
Abdul Karim menulis kitab tentang hubungan rakyat dengan pemimpin menurut
syariat islam. Kitab ini di beri judul Mu’amalah al hukam fi dhau’I al
kitab wa assunnah.
Menurutnya
patuh dan taat kepada penguasa kaum muslim-diluar
kemaksiyatan disepakati kewajibannya oleh ahlus Sunnah wal Jamaah. Ini prinsip dasar yang membedakan
dengan ahlul bid’ah dan ahlul hawa (pengikut hawa nafsu).
Selanjutnya Syaikh
Abdusalam Bin Barjas Ali Abdul Karim mengutip pernyataan ulama salafushalih
sebagai berikut :
Imam Harb al Karmani-murid Imam Ahmad- dalam kitab al_Aqidah menjelaskan :”Tunduk dan patuh kepada orang
yang diberikan kekuasaan oleh Allah atas perkara kalian. Jangan menarik diri
dari ketaatan padanya, dan jangan memberontaknya dengan pedang hingga Allah memberikan
kelapangan dan jalan keluar bagi kalian. Jangan membangkang pada penguasa, tapi
taat dan patuhlah, serta jangan membatalkan baiat kepadanya. Siapa yang
melakukan demikian, maka ia adalah pelaku bid’ah dan menyalahi as Sunnah. ”
Ibnu Al jauzi menukil kitab Adab
al Hasan al Bashri,mengatakan : Hasan Al Bashri berkata : “Meski para
penguasa diombang ambingkan oleh binatang tunggangan dan orang menginjak tumit
mereka, kehinaan dan kemaksiyatan itu berada dalam hati mereka. Hanya saja
syariat tetap mewajibkan kita menaatinya dan melarang menentangnya. Kita
diperintahkan untuk menolak mudharat mereka dengan taubat dan berdoa.
Barangsiapa dikehendaki Allah kebaikan, maka ia menetapi hal itu dan
melakukannya serta tidak menselisihinya.”
Al- “Allamah Shadruddin as_Sulami dalam Kitab Tha’ah as-Shultan :
dari Hadist-hadist mutawatir, perintah Nabi agar patuh dan taat kepada ulil
amri, memberinya nasehat, mencintai dan mendoakannya. Ketahuilah, bahwa satu
kaidah syariah yang suci dan agama yang hanif adalah : ketaatan kepada pemimpin
adalah wajib atas seluruh rakyat, dan ketaatan pada penguasa dikaitkan dengan
ketaatan kepada Allah, serta ketaatan pada penguasa dapat mempersatukan urusan
agama dan menata urusan kaum muslimin.Sebaliknya durhaka kepada penguasa dapat
merobohkan sendi-sendi agama. Karena taat kepada pemimpin menjaga fitnah
syahwat dan syubhat, dapat melindungi orang yang berlindung. Dengan ketaatan
maka hokum dapat dilaksanakan, kewajiban dapat ditunaikkan, darah tidak
tertumpah dan jalan menjadi aman. Ulama berkata : Ketaatan pada penguasa
adalah petunjuk bagi siapa yang menggunakan penerangan cahaya, dan perlindungan
bagi siapa yang menjaganya.
Sebaliknya menentang penguasa berarti keluar dari kelembutan ketaatan
menuju keganasan kemaksiyatan.Siapa yang menipu penguasa secara
sembunyi-sembunyi maka ia akan hina dina dan binasa. Barangsiapa taat dan patuh
kepada penguasa, mencintai dan member nasehat secara tulus kepadanya, maka ia
menempati kedudukan paling mulia di dunia dan akhirat.
Dalam
Kitab al ‘Imarah dari hadist mutafaqun ‘alaih Ibnu Umar, dari rasulullah
bersabda :”Orang muslim wajib mendengar dan taat, baik dalam perkara yang ia
sukai maupun yang ia benci, kecuali diperintahkan kepada kemaksiyatan. Jika ia
diperintah bermaksiat tidak ada alas an sama sekali untuk mendengar atau taat.”
Al
Mubarkafuri dalam kitab Syarah at Tirmidzi mengatakan :”jika seorang imam
menyuruh kepada sesuatu yang bersifat anjuran atau mubah, maka wajib ditaati.”
Al
Muthahhar dalam kitab Tuhfah al ahwadzi berkata :”mendengarkan kata-kata
penguasa dan mematuhinya adalah wajib bagi setiap muslim, baik perintahnya
sesuai keinginannya maupun tidak, dengan syarat tidak menyuruh kepada
kemaksiyatan. Jika menyuruhnya dalam kemaksiyatan, maka tidak boleh sama sekali
menaatinya, tetapi ia tetap tidak boleh memerangi imam.”
Dari beberarapa hadist dan pendapat ulama salafush shalih jelaslah bagi kita bahwa umat muslim mempunyai
kewajiban untuk mentaati pemimpin atau penguasa selama bukan dalam kemaksiyatan
kepada Allah dan rasulnya. Oleh karena itu, Allah dan rasulnya melarang dan
akan memberikan azab dihari akhir nanti kepada manusia yang melawan atau
memberontak pada penguasa yang sah. Terlabih lagi penguasa yang ditentang masih
membolehkan rakyatnya menegakkan syariah yang diajarkan Allah dan rasulNya
seperti shalat, haji, shalat ied dan sebagainya. Terlebih lagi pemimpin tersebut
bersama-sama rakyatnya bercampur baur menegakkan dakwah dan syi’ar dinullah.
Inilah prinsip dasar yang dicontohkan oleh rasulullah dan sahabat serta
ulama-ulama yang sejalan dengan rasulullah dan sahabatnya.
Cara Amar Ma’ruf Nahi
Munkar Kepada Pemimpin Menurut Syariat Islam
Nah,
lalu bagaimana jika penguasa melakukan kemungkaran dan kemaksiyatan kepada
Allah dan rasulNya? Apakah setiap orang boleh menasehati dengan segala cara
atau hanya orang tertentu dengan metode yang santun dan lembut?
Lebih
lanjut , Syaikh Abdusalam Bin Barjas Ali Abdul Karim menjelaskan , hadist
riwayat Said Al Khudri, rasulullah bersabda “Barang siapa diantara kalian
melihat kemungkaran, hendaknya ia merubahnya dengan tangannya. Jika tidak
mampu, maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu
selemah-lemah iman”
Ibnu
al Azraq dalam Kitab
Badai’as Suluk fi Thaba’i’ al Mulu’ menjelaskan “termasuk pembangkangan adalah
memprovokasi untuk melawan penguasa. Diantara yang menimbulkan kerusakan
terbesar ialah merubah kemungkaran dengan cara tidak patut dilakukan kecuali
oleh penguasa.”
An
Nahhas dalam kitab Tanbih al Ghaffilin menjelaskan :”Jika yang melakukan
kemungkaran adalah penguasa, maka siapapun tidak boleh menghentikannya dengan
menggunakan kekerasan, menghunus pedang dihadapannya atau berdemo, karena hal
itu justru mendatangkan banyak fitnah, meniciptakan kerusuhan, dan
menghilangkan wibawa penguasa di mata rakyat. Bahkan hal itu terkadang
menimbulkan pembrontakan terhadapnya yang pada gilirannya akan menghancurkan
negeri, da resiko-resiko besar lainnya yang tidak Tersebunyi”
Imam
Ahmad berkata :”Penguasa tidak boleh ditentang karena senjatanya selalu
terhunus.”
Ibnu
Muflih dalam Kitab as Adab asy Syar’iyah :”seseorang tidak boleh memprotes
penguasa kecuali dengan tujuan untuk mensasehati atau menakut-nakutinya, atau
memperingatkan dari akibat buruk yang bakal diterimanya di dunia dan akhirat.
Karena ini hukumnya wajib. Selain itu hukumnya haram.”
Maksudnya,
ia tidak takut terhadapnya saat memberi peringatan, jika takut maka gugurlah
kewajiban dan hukumnya sama seperti lainnya.
Ibnu
al-Jauzi dalam Kitab al Adab asy Syari’yah : “Amar ma’ruf terhadap penguasa
yang diperbolehkan adalah member tahu dan menasehati. Adapun mengucapkan
katakata pedas sehingga menimbulkan fitnah yang membahayakan orang lain, maka
hal itu tidak boleh. Namun jika ia tidak
khawatir kecuali resikonya akan menimpa dirinya, maka boleh menurut
pendapat sebagian ulama. Tapi menurut saya itu tetap dilarang”
An
Nahhas dalam kitab Tanbih al Ghaffilin menjelaskan: ”Berbicara pada penguasa
sebaiknya dilakukan dengan empat mata saja, bukan dihadapan orang banyak. Beri
nasehat secara diam-diam tanpa kehadiran orang ketiga.”
Solusi Cerdas
Menghadapi Situasi Krisis
Dalam
kaca mata pemikiran manusia, rezeki manusia seolah-olah hanya ditentukan oleh
jerih payahnya tanpa campur tangan kehendak Allah Ta’ala. Coba anda lihat
keseharian di masyarakat sekitar kita. Mereka begitu yakin, sehingga begitu
yakinnya mereka mencari dan mengejar masalah harta hingga melupakan kewajiban
dan hak-hak dirinya kepada yang menciptakan. Mereka rela melakukan segala energy, waktu, pikiran
dan tenaganya untuk mengejar masalah harta hingga melupakan rambu-rambu syar’I
halal dan haram. Mereka rela berangkat pada saat subuh pulang pada saat
menjelang shalat lail. Time is money, demikian slogan mereka. Sehingga mereka
mempunyai prinsip harta hanya dapat diraih selama kita sungguh-sungguh
mengejarnya dan memperjuangkannya. Begitu besarnya fitnah harta pada manusia,
rasulullah menggambarkan orang yang telah memiliki harta sebanyak satu bukit,
maka mereka masih kurang dan akan memperjuangkan untuk mendapatkan 2 bukit,
setelah mendapat 2 bukit masih mengejarnya hingga tiga bukit dan seterusnya dan
petualangan mereka akan berakhir tatkala mulut mereka telah di sumpal dengan
tanah alias meninggal.
Akibat
sifat yang demikian maka manusia akan terusik hati, pikiran dan jiwanya tatkala
masalah harta ini terusik. Orang akan putus asa dan stress tatkala tidak mampu
memenuhi tuntutan keinginan terhadap harta. Atau kemampuan untuk memperoleh
harta terhambat secara logika manusia. Mereka rela melakukan bunuh diri tatkala
harta benda yang dimiliki diuji oleh Allah dengan cara mendatangkan musibah
seperti kebakaran, kecurian, tenggelam oleh air, bangkrut dalam usaha, hingga
kalah dalam sekejap saat main saham. Atau seperti contoh kenaikan bahan bahan bakar. Bagi orang yang
tingkat keimanan dan keyakinan akan
takdir Allah maka mereka akan mengalami stress yang luar biasa. Menurut kaca
mata mereka kenaikan harga BBM laksana meruntuhkan dan membawa kehancuran bagi
kehidupannya. Dunia serasa qiamat. Barang semakin mahal, ongkos transport naik,
operasional usaha bertambah dll. Sehingga kepanikan mereka di tuangkan dengan
sikap sumpah serapah, turun dijalanan, melawan pemimpin, demo, ricuh dengan
aparat keamanan, merusak fasilitas umum, menyandera mobil aparat dan mobil
tangki minyak, dsb. Mereka telah lupa: bahwa waktu mereka lahir dulu tidak
membawa sedikit hartapun termasuk selembar benang yang menempel di badannya.
Tapi mereka tidak pernah memprotes atau mendemo dan melawan orang tuanya. Tidak
memprotres kepada Allah ta’ala mengapa dilahirkan tidak membawa apa-apa. Mereka
juga telah puluhan kali mengalami kenaikan BBM selama hidupnya, tetapi Allah
tetap berikan rizkiNya sehingga masih mampu menikmati hidup bahkan lebih baik
taraf hidupnya disbanding beberapa waktu lalu.
Coba
sedikit kita merenung. Rasulullah bersabda bahwa setiap manusia akan selalu
disertai 2 malaikat untuk mencata amal-amal yang dilakukan manusia, baik itu
amal baik dan amal jelek. Dan nanti di hari pembalasan amal-amat tersebut akan
dipertanggungjawabkan dihadapan Allah, sehingga bagi manusia yang amalan
baiknya lebih banyak maka akan dimasukkan ke syurga. Sebaliknya yang amalan
jeleknya lebih banyak maka Allah akan memasukkan hamba tersebut kedalam neraka.
Coba kita resapi. Tatkala manusia melakukan demo banyak sekali aturan syariat yang dilanggar seperti :
menjelek-jelekkan sesame muslim, melawan pemimpin, mengganngu hak orang lain,
mengeluarkan kata-kata kotor, campur laki-laki perempuan, meninggalkan
kewajiban shalat berjamaah, melupakan menuntut ilmu, melupakan amalan shalih
dsb. Jika kebijakan BBM ditetapkan pemerintah naik, maka pelaku demo akan
mendapatkan banyak kemudharatan. Dalam hati mereka tetap kecewa dan kedua telah
melakukan perbuatan dosa yakni bermaksiyat kepada Allah karena melanggar
syariatnya. Apalagi pelaku demo tersebut meninggal satu detik sebelum
pengumuman BBM naik diberlakukan, maka dia telah rugi yang cukup besar. Sudah
melakukan demo dengan tujuan agar BBM tidak naik tapi tidak menikmati apa yang
mereka tuju dari perjuangannya dan telah melakukan kemaksiyatan kepada syariat
Allah Ta’ala. Nah bagaimana mereka akan mempertanggungjawabkan hal itu
dihadapan Allah kelak di hari pembalasan. Sadarkah mereka akan hal ini?
Nah,
lalu bagaimana cara rasulullah mengajarkan umatnya untuk menghadapi fitnah dan
tekanan atau stress dalam menghadapi kehidupan di dunia namun selalu membawa
kebaikan di akhirat nanti? Islam sebagai agama yang komplit dan sempurna telah
memberikan pedoman yang wajib diikuti
agar tidak terjebak kepada manisnya dunia dengan melupakan nikmat akhirat.
Segala seuatu yang membawa manusia manusia masuk syurga telah rasul jelaskan.
Demikian juga apa-apa yang membawa manusia kea rah neraka telah rasul jelaskan.
Maka wajib bagi kita untuk memilih apa-apa yang menyebabkan masuk surge dan
menghindari apa-apa yang menyebabkan masuk neraka. Apakah jalan tersebut ?
1.
Merubah
nindset dan keyakinan kita bahwa rezeki seorang muslim tidaklah semata
ditentukan oleh jerih payah usaha manusia, melainkan juga telah Allah catat dan
tentukan sejak 50.000 tahun sebelum bumi diciptakan. Semakin kita bertaqwa maka
Allah akan memberikan rezeki dari arah manapun yang tidak pernah disangka oleh
manusia. Hal ini sebagaimana dalam firman Allah surat at Thalaq :3
:”Barangsiapa bertaqwq kepada Allah, Dia akan menunjukkan jalan keluar
kepadanya dan akan memberikan rezeki kepadaya dari arah yang tidak terduga”.
Demikian juga Hadist dari Ali
r.a : telah berkumpul Abubakar, Umar dan
Ali berembuk membicarakan sesuatu. Ali berkata: “Mari kita tanyakan hal ini
kepada rasulullah. Ketika sampai dihadapan rasulullah Ali berkata : Ya
Rasulullah aku dating kepadamu untuk menanyakan sesuatu. Rasulullah bersabda
:Jika kalian menginginkan akan aku terangkan kepada kalian tentang maksud kalian dating kesini. Bukankah kalian
dating untuk menanyakan rizki, darimana dan bagaimana datangnya? Mereka semua
menjawab : ya Rasulullah. Lalu rasulullah menjawab : Allah enggan member rezeki
seorang hamba yang beriman kecuali dari arah yang tidak terduga-duga.”
Dari ayat dan hadist diatas
sangat jelas bahwa rezeki akan dating sejalan dengan tingkat keimanan dan
ketaqwaan seorang hamba kepada Allah Ta’ala. Jika seorang ingin selalu
diberikan solusi terhadap persoalan hidup dan dicukupkan rezekinya yang
bermanfaat bagi hdupnya di dunia dan akhirat maka tidak lain harus semakin meningkatkan
upaya-upaya yang menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah. Bukan
sebaliknya, mengejar harta dengan melanggar apa-apa yang Allah perintahkan
dan Allah larang.
2.
Menghayati
dan mengamalkan hadist yang mulia rasulullah yang diriwayatkan Umar bin Khattab
: Kami pernah berduduk-duduk bersama rasulullah. Ketika beliau membicarakan
fitnah, belia bersabda :”Jika engkau telah melihat keadaan manusia : goyah janjinya, ringan amanahnya
dan keadaan mereka kacau (krisis), maka tetaplah dirumahmu, kuasai lidahmu,
lakukan yang baik-baik dan tinggalkan yang jahat, perhatikan urusan dirimu dan
tinggalkan urusan umum”. (Al hakim dalam “Kitab Mustadrak” dan Ad Dzahabi)
Lebih lanjut Az zamakhsyari
menjelaskan bahwa jika sendi-sendi kehidupan telah goyang dimana urusan agama
sudah berbaur antara bid’ah dan khurafat, antara yang khianat dan jujur, maka
tinggallah di rumah masing-masing. Dalam situasi demikian ada rukshah atau
keringanan untuk tidak melakukan amr ma’ruf nahi munkar. (jilid 1/112, Kitab
asbabul wurud hadist karya syaikh Ibnul Hamzah al Damsyiqi)
Dengan demikian, ditengah
masyarakat yang banyak fitnah syahwat (harta) dan syubhat
(pemikiran,pemahaman), bagi orang awan yang masih sedikit ilmu dan amal sudah
selayaknya semakin intens untuk tinggal dirumah dan mengurangi berkumpul dengan
orang-orang yang yang tidak berilmu. Karena dengan tinggal dirumah kita bisa
menjaga diri pribadi, istri atau suami serta anak-anak dari pengaruh negative
yang menyebar di lingkungan. Dalam kondisi demikian amar ma’ruf nahi mungkarpun
ada keringan untuk tidak dilakukan apalagi sekedar keluar rumah dan berkumpul
bukan dalam menegakkan kebenaran. Kemungkinan besar justru kita yang akan
terbawa pada pusaran fitnah syahwat dan subhat tersebut.
Disamping lebih intensif di
rumah, yang perlu dilakukan adalah menjaga lidah. Dalam masa-masa yang tidak
banyak fitnah saja rasulullah menjelaskan betapa pentingnya menjaga mulut,
karena kebanyak manusia mendapat azab kubur karena salah satunya tidak bisa
menjaga mulutnya alias suka mengghibah. Nah, terlebih lagi masa-masa krisis.
Peluang untuk mengghibah, mencela, memperolok-olok, mencaci maki, mengeluarkan
kata-kata kotor kepada orang lain atau pemimpin sangat besar. Dan ini sangat
terbukti akhir-akhir ini. Tiadalah orang melakukan demo dengan kata-kata yang
baik dan halus, melainkan cemoohan, ancaman, dan kata-kata kotor. Jika kita
ingin selamat dunia akhirat, jauhilah hal ini.
Hal lain yang perlu dilakukan agar bisa selamat
dalam menghadapi krisis adalah melakukan perbuatan yang baik-baik dan
meninggalkan perkara-perkara yang
maksiyat dan jahat. Dalam masa yang demikian kita diperintahkan
melakukan amalan-amalan yang membawa kemaslahatan dan menghindari kemudharatan.
Jika sebagian orang menghujat orang lain, meninggalkan shalat, menganggu orang
lain, menyimpang aturan-aturan syariat, melupakan thalabul ilmi, berkata tanpa
ilmu, berdemo di jalan raya, maka jika kita ingin selamat lakukan hal yang
sebaliknya. Kita do’akan pemimpin kita agar dilindungi oleh Allah dan
memberikan bimbinganNya agar dapat mengambil kebijakan yang bermanfaat bagi
masyarakat, kita datangi taman-taman syurga dan majelis ilmu bersama orang
shalih, manfaatkan waktu untuk membaca al qur’an, berdoa dan berdzikir,
tegakkan shalat berjamaah dan shalat-shalat sunnah, kita tegakkan sunnah rasul
dan tauhid kepada Allah, kita didik anak dan istri kita dengan pemahaman islam
yang benar sehingga terhindar dari syubhat dan syahwat yang ada di sekitar, dan
malan –smalan salih lainnya.
Dan Langkah yang terakhir
adalah memperhatikan urusan dirimu dan tinggalkan urusan umum. Jika sebagian
orang yang terkena syubhat dan syahwat mereka lebih menyibukkan diri pada
urusan orang umum, maka kita berlaku sebaliknya, yaitu memperhatikan urusan
diri dan meninggalkan urusan umum. Silahkan antum perhatikan, kebanyakan dari
masyarakat kita saat ini lebih asyik berkumpul bersama-sama turun di jalanan
untuk berdomo dengam dalih atau excucuse memperhatikan kepentingan bangsa,
kepentingan rakyat banyak, kepentingan sebagian besar rakyat miskin,
kepentingan nasional dan sejenisnya. Namun, dalam urusan diri mereka terabaikan
dan terlupakan. Kemaksiyatan-kemaksiyatan terhadap syariah Allah mereka
lakukan.(menggibah, mencemooh, kata-kata kasar, melupakan amal salih, melupakan
thalabul ilmi, membuang waktu untuk dzikir kepada Allah, melupakan shalat
berjamaah, campur laki-laki perempuan , dll). Sebaliknya, jika kita pingin
selamat dari keadaan yang demikian dan
menghadap Allah dengan penuh ridha Allah, maka yang harus kita lakukan adalah
urusan-urusan pribadi kepada Allah semakin kita tingkatkan baik dari menuntut
ilmu maupun pengamalannya. Pemahaman terhadap tauhid, akhlak, muamalah harus
semakin kita perkaya. Demikian juga amalan-amalan shalih yang ikhlash dan
sesuai contoh rasul harus semakin ditingkatkan. Hal ini jauh lebih penting dan
lebih mulia dari pada berjidal ( berdebat) atau berdakwah dengan orang-orang
membiarkan hawa nafsunya menguasai diri. Kondisi chaos atau krisis bukanlah
kondisi normal yang kita bisa berdakwah kedalam yang benar dengan dalil yang
sahih, melainkan kondisi yang menharuskan kita”berjuang” untuk membenahi diri
sebelum”terseret” kepada pemahaman yang salah yang dilakukan oleh sebagian
besar manusia. Akhirnya, kita hanya berdoa dan minta tolong hanya kepada Allah
agar kita diselamatkan dari fitnah-fitnah yang bertebaran di sekitar kita, dan
bisa kembali kehadapan Allah dengan qalbun salim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar