oleh : abu nada
I. PENGANTAR
Air adalah salah satu sumberdaya alam yang
Allah Ta’ala ciptakan untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup. Keberadaan air
menjadi sangat penting karena makhluk hidup yang ada dimuka bumi tidak akan
mampu bertahan hidup selama tidak ada air. Maka Allah Ta’ala telah mensyiratkan
bahwa makhluk hidup yang ada dimuka bumi sangat tergantung kepada air. Firman
Allah dalam surat Al
An'aam: 99. “Dan Dialah yang menurunkan air hujan
dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami
keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari
tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai
tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan
pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah
buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang beriman”.
Selain sebagai kebutuhan pokok yang mendukung
kehidupan makhluk hidup, air juga sebagai asal muasal makhluk hidup. Firman
Allah dalam surat Al Anbiyaa' : 30 ” Dan apakah orang-orang yang kafir tidak
mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang
padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari aair Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?”
Dari Ayat diatas dijelaskan bahwa makhluk
hidup yang hidup di muka bumi berasal
dari air. Mengenai pembahahasan tafsir ayat diatas insya Allah akan
dibahas pada penjelasan sub bab
berikutnya.
Sebelum membahas permasalahan ayat-ayat
kauniyah Allah yang begitu luas dialam raya ini-termasuk masalah air-maka
pemahaman terhadap ayat-ayat kauniyah ini harus disandarkan kepada dalil
sahih yaitu dalil al qur’an dan sunnah yang sahih ala fahmi sahabah.
Penyandaran kepada al qur’an dan sunnah yang sahih sangat penting, mengingat pada saat ini banyak sekali
pemahaman ayat-ayat kauniyah dipahami menurut kemampuan akal dan logika yang
dimiliki oleh manusia dengan tidak menaruh perhatian pada firman Allah dan
sabda rasulullah. Padahal pikiran dan akal manusia sangat terbatas di banding
ilmu Allah Ta’ala, yang pada akhirnya pemahaman tersebut menjadi menyimpang
dengan firman Allah dan sabda rasulullah. Demikian juga pamahaman ayat-ayat kauniyah
harus berdasar pemahaman sahabat rasulullah. Hal ini karena merekalah yang
paling tahu karena langsung mendapat
pendidikan dari rasul, yang paling cinta rasul dan paling paham dengan apa yang
dimaksudkan oleh rasul karena hidup kesehariannya dan beribadahnya bersama
rasulullah. Berbeda dengan orang jaman sekarang yang hidupnya jauh dari rasul,
tentu sudah tidak sama pemahamannya dengan sahabat rasul, sehingga sangat wajar
jika kepahaman dan pengamalannya jauh dari contoh rasul. Dan kita wajib
hati-hati dan berusaha menghindari mengambil pendapat orang yang demikian sebagai
hujjah atau alasan dalam memahami ayat-ayat kauniyah Allah.
Tulisan ini diharapkan mampu memberikan sedikit pemahaman tentang bagaimana
rasulullah dan sahabat memaknai dan mengelola sumberdaya air untuk kebutuhan
hidupnya. Tulisan ini juga diharapkan memberi sedikit pencerahan dari mainstream
pemikiran, penerapan dan kebijakan pengeloaan sumberdaya air yang ada
selama ini justru jauh menyimpang dari praktek rasulullah dan sahabat,
sekaligus mengambil cara-cara yang berasal dari luar islam.
II. AIR MERUPAKAN SUMBER KEHIDUPAN
Menurut pemahaman ahlul sunnah
wal jamaah bahwa air adalah sumber dari kehidupan makhluk hidup. Hal ini
sebagaimana tercantum dalam al qur’an sebagai berikut :
a. Surat Al Baqarah 164 : ”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa
apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu
dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di
bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
Menurut Ibnu Katsir dalam Kitab
Tafsir Ibnu Katsir juz 2 hal 76 : menjelaskan bahwa ayat ini berkaitan dengan
QS. Yassin : 33- 36 :
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah
bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya
biji-bijian, maka daripadanya mereka makan. Dan Kami jadikan padanya
kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air,
supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh
tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? Maha Suci Tuhan yang
telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan
oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” Lalu Allah sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dengan berbagai warna, bentuk,
ukuran, kemanfaatan. Allah maha mengetahui dan memberikan rezki, tiada yang
samar mengenai hal ini sebagai firman Allah dalam Surat Hud ayat 6 : ” Dan tidak
ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya,
dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya.
Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”
b.
Surat Ibrahim: 32.: “Allah-lah
yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit,
kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi
rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu,
berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu
sungai-sungai.”
Menurut Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir Jus 13 halaman
362 menegaskan bahwa : yata ini berkaitan erat dengan Surat Thaahaa : 53 yang
artinya : ” Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai
hamparan dan Yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan
menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu
berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.” Yaitu
buah-buahan yang bermacam-macam dan hasil tanaman yang beranekaragam warna,
bentuk, rasa, bau dan kemanfaatannya. Juga dalam surat Azzumar 21 dijelaskan
rentetan peristiwa air yang menghidupkan tanaman, lalu memberikan warna daun
yang berwarna-warni dan sangat indah, lalu mengalami masa kering yang menguning
dan mati jatuh ke tanah.Dalam
Surat Azzumar : 21 :”Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya
Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di
bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam
warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian
dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.”
c.
Surat
Al An'aam 99: “Dan
Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air
itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu
tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir
yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan
kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan
yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan
(perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.”
Berdasar ayat diatas sangat jelas bahwa
tumbuhan-sebagai salah satu contoh makhluk hidup- telah Allah takdirkan
kehidupannya dengan bantuan air. Dari air yang sama, dengan tanah yang sama,
Allah berikan air kepada pohon kurma, pohon zaitun, pohon delima, tetapi bentuk
daunnya, bentuk pohonnya, warna bunganya, harum bunganya, bentuk buahnya, warna
buahnya, rasa buahnya, masa matang buahnya, masa hidup pohonnya, jumlah buahnya
masing-masing pohon tidaklah sama. Ini adalah tanda-tanda kebesaran Allah bagi
orang-orang yang beriman.
Pengambilan contoh tanaman sebagai salah satu
mahluk hidup yang sangat membutuhkan air,bukan beararti pembatas bahwa hanya
tanaman yang membutuhkan air, melainkan binatang, manusia, mikroba, bakteri dan
lainnya juga membutuhkan air. Karena semua makhluk hidup kehidupannya sangat
didukung oleh ketersediaan dan keberadaan air. Dan contoh tanaman diatas sangat
menakjubkan terhadap kuasa Allah. Coba jika bandingkan kalau manusia atau hewan
yang secara fisiografis dan secara geografis dapat melakukan perpindahan dari
suatu wilayah dengan wilayah lain, sehingga diketemukan unsur-unsur lain yang
membedakan dirinya terhadap yang lain, maka sungguh luar biasa suatu tanaman
yang hanya menempati lokasi geografis dan fisografis yang sama tapi banyak
perbedaan-perbedaan yang muncul. Subhanallah.
III.
AIR MERUPAKAN ASAL SESUATU
Disamping
sebagai sumber kehidupan, air merupakan asal sesuatu makhluk hidup yang ada di
muka bumi. Hal ini di asarka kepada dalil sebagai berikut :
a)
Surat Al Anbiyaa' 30: “ Dan apakah
orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari
aairKami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman? “
Dalam menafsiri ayat ini dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir
Surat An Anbiyaa’ hal. 13-14, beliau menjelaskan bahwa
: bumi dan langit pada awalnya saling sambung menyambung dan bersatu saling
numpuk menumpuk diatas bagian lainnya, langit menjadi tujuh dan bumi menjadi tujuh.,
diantara keduanya dipisahkan oleh udara hingga hujan turun dari langit dan bumi
pun menumbuhkan tanaman. Dan dari air maka, Kami jadikan segala sesuatu hidup.
b) Surat An Nur 45 : “ Dan Allah
telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada
yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang
sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.*
Dari ayat
ini menjelaskan bahwa hewan-hewan diciptakan air, baik itu hewan yang berjalan
dengan perut seperti ular, cacing, belut, dsb, maupun hewan-hewan yang berjalan
dengan menggunakan keempat kakinya seperti kucing, kambing, unta dsb.
IV.
AIR DITURUNKAN KE BUMI SESUAI KADARNYA
Beberapa
dalil yang mendasari pendapat ini adalah sebagai berikut :
1) Surat Al Mu'minuun 18 : ” Dan Kami
turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu
menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.”
Menurut Imam Ibnu Katsir dalam
Kitab Tafsir Surat Al Mu’minum menjelaskan bahwa air yang diturunkan dari langit sudah sesuai
kadarnya. Artinya Bahwa nikmat Allah yang diturunkan kepada makhluknya dalam
jumlah yang tidak terhingga sampai-sampai tetesan air yang di berikan kepada
makhluknya sesuai ebutuhannya, tidak berlebihan, dan tidak selalu sedikit
sehingga tidak cukup untuk mengairi tanaman dan buah-buahan, tetapi sesuai apa
yang dibutuhkan. Penjelasan ini sejalan dengan Surat Az Zukhruf : 11.
2) Surat
Az Zukhruf 11: “Dan Yang
menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan
dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari
dalam kubur).”
3) Surat Al Qomar : 12 : “Dan Kami jadikan bumi
memancarkan mata air-mata air, maka bertemu- lah air-air itu untuk suatu urusan
yang sungguh telah ditetapkan.”
Dalam menjelaskan hadist ini Imam Ibnu Katsir
dalam Kitab Tafsirnya bab tafsir Surat
al Qomar halaman 7; ayat ini berkaitan dengan Doa Nabi Nuh ‘alaihi salam
yang memanjatkan do’a kepada Allah Ta’ala. Kemudian Allah mengabulkan doa
tersebut dengan Allah membuka pintu-pintu langit dengan menurunkan air yang
tercurah –melimpah banyak menurut As-Sudi.
Selanjutnya, Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka
bertemu- lah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Maksudnya Seluruh penjuru bumi memancarkan
air, bahkan samapai tempat yang panas sekalipun memancarkan air, mata air,
maka bertemu- lah air-air, maksudnya dari langit dan bumi. itu untuk
suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan maksudnya Allah angkat nabi Nuh
ke atas batera yang terbuat dari papan dan paku.
V.
AIR UNTUK PELAJARAN BAGI ORANG MUSLIM
Dalam
proses peredaran air dan kemanfaatan bagi makhluk hidup, Allah Ta’ala
memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi orang yang beriman. Karena
setiap apa-apa yang Allah ciptakan mengandung hikmah dan bukan perkara yang
sia-sia. Dalil-dalil mengenai hal ini antara lain :
a.
Surat
An-Ankabut 63: “Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka:
"Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan itu
bumi sesudah matinya?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah",
Katakanlah: "Segala puji bagi Allah", tetapi kebanyakan mereka tidak
memahami(nya).” Dari ayat ini secara gambling
menjelaskan bahwa hanya karena kehendak dan kuasa Allah ta’ala air yang dari
langit bisa turun kebumi. Selanjutnya, dari air yang turun tersebut tanaman
dibumi yang tandus bisa tumbuh sehingga bumi tidak mati lagi. Kemampuan ini
hanya dapat terjadi karena qodarullah dan maha besar Allah dan Maha Tinggi ilmu Allah, sehingga
sebagai makhluk yang lemah pantas memujinya dengan kalimat Segala pujian hanya untuk Allah Ta’ala. Suatu
doa yang biasa keluar dari seorang muslim tatkala kagum dan ta’jub terhadap
kebesaran Allah Ta’ala.
b.
Surat An-Nahl
65: “Dan Allah menurunkan dari langit air (hujan) dan
dengan air itu dihidupkan-Nya bumi sesudah matinya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi
orang-orang yang mendengarkan (pelajaran).”
Sejalan ayat 63 Surat An- Ankabut, dalam
surat An Nahl 65 menerangkan bahwa turunnya air hujan dan dihidupkan bumi
sesudah matinya adalah bukti kebesaran Allah atas segala sesuatu. Dan Kebesaran
ini hanya dipahami oleh orang-orang yang oleh Allah beri hidayah untuk memahami
ayat-ayat kauniyah. Dan kebesaran ini tidak akan ada dalam diri orang-orang
yang Allah Ta’ala telah tutup, hati, telinga dan matanya sehingga pelajaran
dari ayat-ayat Allah yang tersirat atau tersurat menambah keimanan dan
keyakinan terhadap kekuasaan Allah. Hal ini sebagaimana, terjadi pada
orang-orang yahudi yang oleh Allah diberi kelebihan dalam ilmu tapi tidak
menyebabkan mereka semakin bertaqarrub kepada perintah Allah. Melainkan mereka
mendustakan perintah Allah dengan mengatakan “Saya mendengar tapi saya tidak
mau menjalankan”
c.
Surat Yunus 24 :”Sesungguhnya perumpamaan
kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu
tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada
yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah
sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya[683],
dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya[684],
tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami
jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit,
seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan
tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir.”
Imam Ibnu Katsir Dalam kitab Tafsir Ibnu
Katsir bab Tafsir Surat Yunus hal 24 – 26 menjelaskan : Surat ini memberikan
perumpamaan kehidupan manusia didunia dan perhiasannya yang cepat habis dan
sirna, yang Allah ibaratkan tumbuhan yang Allah keluarkan dari muka bumi dengan
adanya hujan dari langit, berupa tanaman da buah-buahan yang beraneka ragam dan
tanaman yang dimakan ternak yang berupa rumput, tumbuh-tumbuhan dsb. Namun dari
jerih payah saat menanam dan telah tumbuh baik dan indah dan tinggal menunggu
panen tiba-tiba angin kencang yangdingin dan petir datang menyambar dan
membasahi daun-daunya dan merusak buahnya. Selanjutnya Qotadah menjelaskan
bahwa: seakan-akan belum pernah tumbuh, yakni belum pernah dinikmati. Demikianlah
sesuatu setelah hilangnya, seolah-olah tidak ada.
VI.
PROSES
PEREDARAN AIR DI ALAM RAYA
Teori
mengenai peredaran air di alam raya jumlahnya puluhan teori. Dari teori yang
berasal dari penganut filsafat hingga yang mengandung unsure syirik. Ada pula
yang berasal dari ilmuwan yang bermazhab barat. Namun demikian, semua teori
tersebut bukan berasal dari dalil yang sahih yang berasal dari firman Allah
ta’ala dan sabda rasulullah. Akan tetapi teori mereka berdasarkan anggapan
mistik, hingga permainan logika (ra’yu). Dan inilah yang paling banyak beredar
dan dipahami oleh kebanyakan kaum muslimin. Jadi tidak mengherankan bahwa
mereka terjebak pada anggapan dan hipotesis aqal dan menganggap aneh terhadap
informasi yang diberikan Allah Ta’ala melalui Al Quran dan Sunnah rasulullah.
Uraian berikut ini sedikit
memberikan pencerahan pemahaman mengenai proses peredaran air dialam raya yang
bersumber dari Al qur’an dan Sunnah ala fahmi sahabat. Informasi yang tidak ada
dalam teori peredaran air dialam di luar pemahaman sunnah antara lain : konsep
Allah menghidupkan bumi setelah mati, angin mengawinkan awan, Allah
menghidupkan jasad dialam akhirat dalam kaitannya pemahaman terhadap hujan,
angin dikirim dari syurga, jenis angin yang membuahi awan dan jenis angin yang membantu pembuahan
tumbuhan, mengapa air hujan berasa tawar dan tidak asin sehingga langsung dapat
dikonsumsi, serta makna air hujan setiap tahun
Dalam
Surat Al A’raaf 57: “Dan Dialah
yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan
rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami
halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka
Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti
itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu
mengambil pelajaran”.
Dalam menafsiri ayat ini, Imam
Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsir-nya 8/364
, Ibnu Katsir berkata : Allah mengingatkan hambaNya bahwa Dialah yang
memberikan rizki, dan kelak Dialah yang akan membangkitkan orang-orang yang
telah mati pada hari kiamat, lalu Alah berfirman : ” Dialah yang meniupkan
angin sebagai pembawa berita gembira” Yakni angin yang bertiup menyebar membawa
awan yang mengandung hujan. “sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan)” yakni,
angin tersebut membawa awan yang mengandung hujan yang ciri khasnya gelap
karena berat, penuh air, dan tidak jauh dari permukaan bumi. Lalu dihalau
kedaerah yang tandus yang tidak ada tanaman. Kemudian Allah hidupkan bumi yang telah mati
itu, demikian pula Allah hidupkan jasad-jasad setelah tulang belulangnya hancur
kelak di hari kiamat. Di hari kiamat nanti Allah akan menurunkan hujan dari
langit selama 40 hari. Maka tumbuhlah
jasad dari bumi laksana tumbuhnya bebijian dari dalam tanah.”
Dalam Surat Hijr 22: “ Dan Kami telah meniupkan
angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit,
lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang
menyimpannya.”
Dalam menafsiri ayat ini, Imam
Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsir-nya Juz
14 Surat Al Hijr hal. 26
Ibnu Katsir berkata : angin mengawinkan awan sehingga terjadi
pembuahan sehingga awan mengucurkan air dan mengawinkan tumbuh-tumbuhan, maka
terbukalah daun-daunnya dan kuntum-kuntumnya.
Al - Ma’sy mengatakan : Angin
dikirim, maka angin membawa air dari langit, lalu berlalu seirama geraknya awan
dan awan menjatuhkan hujan sebagaimana air susu keluar dari tetekan sapi perahan.
Qotadah
mengatakan : Allah mengirimkan angin kepada awan, maka angin membuahinya
sehingga awan penuh air. Ubaid Ibnu Umair Al Laisi mengatakan : Allah mengirim
ngin suatu kesuburan dalam suatu daerah, maka bumi di daerah itu menjadi
subur.Lalu Allah mengirim angin mengarak awan, kemudian mengirim angin yang
membawa air sehingga awan mengandung banyak air. Selanjutnya Allah mengirim
angin untuk mengawinkan tumbuh-tumbuhan, maka tumbuhan itu menjadi berbuah
dengan suburnya. Sebagai firman Allah Surat Al Hijr 22 : ”Dan Kami
telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan
hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali
bukanlah kamu yang menyimpannya.”
Ibnu Jarir menukil hadist riwayat
Abuhurairah, bahwa rasul bersabda :”Angin selatan berasal dari surga, angin
inilah yang disebutkan Allah dalam KitabNya, dan angin ini banyak mengandung
manfaat bagi manusia.”
Al Humaidi Dalam Kitab Sunan-nya
menukil hadist dari Abu Dzar, rasulullah bersabda :”Sesungguhnya Allah
menciptakan angin didalam syurga, yang jaraknya sama dengan perjalanan tujuh
tahun, dan sesungguhnya sebelumnya terdapat sebuah pintu tertutup. Sesungguhnya
angin yang dating pada kalian berasal dari pintu itu seandainya pintu angin itu
dibuka (semuanya),tentulah akan menerbangkan segala sesuatu yang ada diantara
langit dan bumi.Angin itu yang ada di sisi Allah dinamakan azib, sedang yang
ada diantara kalian adalah angin selatan”.
Selanjutnya Allah berfirman :”
lalu Kami beri minum kamu dengan air itu”. Maknanya : Allah menurunkan air
hujan dengan keadaan tawar sehingga dapat manusia meminumnya. Selaterusnya :” sekali-kali
bukanlah kamu yang menyimpannya.” Maksudnya,
bukanlah manusia yang memelihara, melainkan Allah yang memelihara untuk kalian,
lalu Allah menjadikan mata air dan sumber air di bumi. Seandainya Allah
menghendaki, maka keringlah mata air dan sumber air itu atau bahkan air itu lenyap.
Namun Allah dengan rahmanNya, hujan diturunkan dan airnya dijadikan tawar, dan
disimpan dalam mata air, sumur, sungai-sungai serta tempat penyimpanan air
lainnya, agar mencukupi mereka selama satu tahun, untuk minum mereka dan hewan
ternak mereka, serta untuk pengairan lahan pertanian mereka.
Dalam
Surat An Nahl 10:” Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari
langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya
(menyuburkan) tumbuh-tumbuhan ”
Artinya air
hujan diturunkan dalam keadaan tawar sehingga bisa diminum. Selanjutnya dari
pengaruh hujan ini menjadikan tanaman tumbuh dan berkembang sehingga dapat
dijadikan tempat penggembalaan ternak. Ibnu Majah menjelaskan bahwa rasulullah
melarang manusia menggembalakan ternak sebelum matahari terbit.
Dalam Surat t Thariq 11 : “Demi langit
yang mengandung hujan”
Artinya langit memuat hujan dan
menurunkannya. Qotadah lebih lanjut menjelaskan bahwa Rizki hamba-hamba Allah
ini turun setiap tahun. Seandainya tidak demikian maka mereka dan ternak mereka
akan punah.
VII.
PRINSIP
PENGELOAAN AIR
1)
Dalam
Memanfaatkan air tidak boleh boros tetapi harus hemat
Hal
ini sebagaimana dijelaskan Syaikh Muhammad Nashiruddin Albani rahimallah saat
ditanya mengenai seberapa banyak air yang dipergunakan untuk wudhu? Beliau
menjawab : ”Sudah sepantasnya menjauhi sifat boros dalam menggunakan air
untuk kerperluan wudhu dan mandi, sebab hal ini terlarang berdasar hadist
rasulullah : Wudhu cukup dengan satu mud dan mandi dengan satu sha’. ”
(lihat Kitab Ensiklopedi Fatwa Syaikh Albani pada bagian wudhu)
Demikian
juga hadist riwayat Aisyah tentang mandi junub.
Dari 'Aisyah ra, dia berkata: 'Saya pernah mandi
bersama Rasulullah saw dalam satu wadah. Kami bergantian menciduknya,Beliau
sering mendahuluiku dalam menciduk sehingga aku mengatakan: 'Sisakan untukku,
sisakan untukku'. Sedang keduanya dalam keadan junub". (Kitab Aadabu
az-Zifaf hal.63 dalam
Kitab Ensiklopedi Fatwa Syaikh Albani pada bagian mandi junub)
2)
Air
adalah salah satu dari 3 hal yang kepemilikannya bersama, sehingga sangat
dilarang untuk dijual dalam rangka kepentingan pribadi.
Dalam
hadist Riwayat Abu Dawud dan Imam Ahmad, rasulullah bersabda :”kaum muslim
berserikat (sama-sama memiliki) dalam tiga hal yakni rumput, air dan api.”. Berdasar hadist ini maka sesorang yang
menguasai dan menjualnya untuk kepentingan sendiri diharamkan. Namun jika
mengelolanya dan memanfaatkan untuk kepetingan kaum muslimin di perbolehkan.
Hal ini sejalan hadis riwayat Imam bukhari,t Rasulullah bersabda :”Janganlah
kalian menjual belikan air (yang lebih).” (Lihat Kitab Syarah Hadist Arbain
Penjelasan 42 Hadist Terpenting Dalam
Islam, Karya Syaikh Muhammad Bin Shaleh ‘Al -Utsaimin, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Hal 454-455)
3)
Dilarang
menghalangi air yang berlebihan untuk dimanfatkan bagi yang lain.
Rasulullah
bersabda :”Janganlah kalian menghalangi air yang lebih untuk dimanfaatkan,
karena itu berarti kalian menghalangi rerumputan dan air.”(Mutafaqun alaih)
(Lihat Kitab
Syarah Hadist Arbain Penjelasan 42
Hadist Terpenting Dalam Islam, Karya Syaikh Muhammad Bin Shaleh ‘Al
-Utsaimin, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir,
Hal 453)
4)
Allah tidak akan memberikan karuniaNya di hari akhirat nanti
kepada orang yang melarang orang lain memanfaatkan air yang berlebih
yangdimilikinya.
Rasulullah
bersabda :“ Barangsiapa yang melarang(orang lain untuk memanfaatkan) air
atau rerumputan yang lebih (yang dimilikinya), maka Allah akan melarangnya dari
KaruniaNya di hari kiamat. ”(HR. Ahmad dalam Kitab Syarah Hadist Arbain
Penjelasan 42 Hadist Terpenting Dalam
Islam, Karya Syaikh Muhammad Bin Shaleh ‘Al -Utsaimin, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Hal 454-455)
5)
Allah tidak akan mengajak bicara, tidak akan memperhatikan, tidak
akan disucikan dosa-dosanya serta akan mengazab pada hari kiamat kepada orang
yang menguasai sumur dan tidak membolehkan orang lain memanfaatkan air yang
berlebih.
Rasulullah
bersabda :”Ada tiga golongan manusia yang tidak akan diajak bicara oleh
Allah, tidak akan diperhatikan dihari kiamat dan tidak disucikan(dosa-dosa
mereka) dan mereka akan menerima azab yang pedih, Yaitu seorang laki-laki yang
menguasai simpanan air(seperti sumur) di padang pasir dan ia melarang musafir
untuk memanfaatkannya, seorang laki-laki yang mengikat janji dengan imam hanya
untuk dunia. Jika sang imam meberikan keuntungan duni, maka iapun menaatinya,
dan jika sang imam tidak memberinya, maka ia tidak menaatinya dan seorang
laki-laki yang menjual barang dagangan kepada orang lain setelah waktu ashar
dan ia bersumpah atas nama Allah bahwa ia benar-benar telah membeli barang
tersebut seharga sekian dan sekian. Kemudian orang tersebut(calon pembeli)
mempercayainya padahal sebenarnya ia berbohong(tidak seperti yang telah
dikatakannya).”(Mutafaqun Alaih dalam Kitab Syarah Hadist Arbain Penjelasan
42 Hadist Terpenting Dalam Islam, Karya Syaikh Muhammad Bin Shaleh ‘Al
-Utsaimin, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir,
Hal 454-455)
VIII.
SISTEM
PENGELOAAN AIR
Islam
sebagai agama yang telah lengkap dan sempurna mengatur semua perkara-perkara
yang menyangkut kehidupan makhluk hidup di muka bumi. Baik itu perkara-perkara
yang membawa pelakunya masuk surge atau sebaliknya, pelakunya masuk neraka.
Sebagaimana telah ditegaskan diawal tulisan ini bahwa air adalah kebutuhan
makhluk hidup, maka sangat jelas perkara ini menjadi perhatian dalam islam agar
manusia yang diberi tugas sebagai khalifah fil ardh mampu melaksanakan
tugasnya-termasuk mengelola sumberdaya air- yang dapat memberikan kemanfaatan
bagi kehidupan didunia, dan terlebih lagi keselamatan di akhirat nanti. Uraian
mengenai system pengelolaan sumberdaya air yang telah dilakukan oleh rasulullah
dan sahabat akan penulis paparkan berdasar kitab karya Imam Al Mawardi yang
berjudul : Al Ahkam As-Sulthaniyyah,hal 302-314.
Menurut Imam Al Mawardi bahwa
air yang diambil dari tanah itu terbagi ke dalam tiga bagian yaitu : air
sungai, air sumur dan air yang berasal dari mata air.
1. Air Sungai
Bahwa air sungai terbagai
menjadi tiga bagian :
Pertama : sungai-sungai besar yang
diciptakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang tidak digali oleh manusia, seperti Sungai Tigris dan
Sungai Efrat. Pengaturan terhadap sungai besar ini yaitu : siapapun boleh
mengambil air sungai besar ini, untuk air minum dan kebutuhan hidupnya, untuk
irigasi sawah ladangnya termasuk membuat penampungan air di sawah ladangnya.
Kedua : Sungai-sungai kecil yang
diciptakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang terbagai menjadi dua bagian yaitu :
1) Air sungainya banyak.
Sistem penggunaan airnya semua penduduk boleh mangambilnya
termasuk untuk mengairi sawah ladangnya. Sementara itu, kalau digunakan untuk
membuat penampungan air untuk sawah ladang perlu dimusyawarahkan diantara
mereka, sehingga tidak merugikan satu sama lain.
2) Air sungainya sedikit sehingga tidak cukup untuk irigasi
kecuali ditahan dahulu. Menyikapi permasalahan ini salah satu warga menahannya lebih
dahulu untuk mengairi sawahnya, kemudian dilanjutkan ke pemilik sawah
dibawahnya dan seterusnya sampai pemilik tanah yang berada di tempat yang
paling rendah mendapat bagiannya. Ubadah bin Ash-Shamit meriwayatkan : “Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memutuskan irigasi kebun kurma dari aliran air,
bahwa tempat yang tinggi diberi irigasi sebelum tempat yang rendah, kemudian ia
mengirimkan air kepada tempat yang rendah sesudahnya. Begitulah, hingga air sampai
kepada semua tanah (tempat).” (Diriwayatkan Ibnu
Majah).
Sedangkan kadar penahanan
air di sawah, Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari Abu Malik bin Tsa’labah dari
ayahnya : Bahwa Rasulullah Shalallahu
„Alaihi Wassalam memutuskan tentang
lembah Mahzur, hendaknya air ditahan di sawah hingga ketinggian mata kaki. Jika
air telah mencapai ketinggian mata kaki, maka air harus dialirkan kepada sawah yang lain”. (Diriwayatkan
Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Imam Malik mengatakan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memutuskan Sungai Bathan juga seperti diatas yaitu dengan
ketinggian dua mata kaki. Namun keputusan beliau tersebut tidak bersifat umum
untuk seluruh jaman dan tempat, karena segala sesuatunya harus diukur dengan
kebutuhannya. Kadar penahanan air di sawah ditentukan lima hal yaitu :
perbedaan kondisi tanah, perbedaan tanaman, karena setiap tanaman mempunyai
kebutuhan air yang berbeda, perbedaan musim panas dan musim penghujan,
perbedaan waktu tanam dan perbedaan kondisi air.
Ketiga : Air sungai yang digali
manusia yang menjadi milik bersama. Terhadap sungai yang demikian untuk
mengairi sawahnya mereka mempunyai tiga alternatif yaitu : mengairi sawah
dengan berdasarkan hitungan jumlah hari, menutup mulut sungai dengan kayu yang
dilubangi sehingga air keluar dari lubang sesuai dengan kadarnya dan setiap
pemilik sungai menggali didepan sawahnya tempat penampungan air sesuai dengan
kesepakatan dan luas sawahnya dan setiap pemilik sungai mempunyai hak yang sama
dalam penggunaan air.
2. Sumur
Pembagian
air sumur dilihat dari tujuan penggaliannya yaitu :
Pertama, jika digali untuk kepentingan umum dan airnya melimpah, maka
semua mempunyai hak yang sama termasuk hewan dan tanaman. Jika airnya tidak
cukup untuk ketiganya maka kebutuhan hewan didahulukan daripada kebutuhan
tanaman. Jika air sumur tidak cukup memenuhi kebutuhan manusia dan hewan, maka
kebutuhan manusia harus didahulukan.
Kedua, jika digali untuk dimanfaatkan tujuan tertentu, maka mereka
lebih berhak atas sumur tersebut selama mereka berdomisili dilokasi itu, dan
kelebihan airnya harus diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Jika
mereka (para penggali) meninggalkan lokasi tersebut maka sumur tersebut menjadi
milik umum. Jika mereka kembali lagi ke lokasi tersebut, maka kedudukannya sama
dengan yang lain atas sumur itu, dan yang lebih dahulu tiba dilokasi, dialah
yang lebih berhak.
Ketiga, jika digali untuk kepentingan pribadi dan keluar airnya,
maka sumur tersebut menjadi miliknya dan sebaliknya, sehingga mempunyai
wewenang penuh untuk memanfaatkan air sumur tersebut. Namun menurut riwayat
dari Al-Hasan bahwa ada seseorang yang membutuhkan air datang kepada pemilik
air untuk meminta air, tetapi pemilik air tersebut tidak memberinya air hingga
peminta air tersebut meninggal dunia, maka Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu mewajibkan
pemilik air tersebut membayar diyat (ganti rugi). Abu Az-Zanad
meriwayatkan dari Al-‘Araj dari Abu Hurairah Radhiyallahu ’anhu berkata bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “ Barangsiapa manahan kelebihan airnya, Allah
menahan kelebihan rahmat-Nya pada hari kiamat”. Berdasarkan pendapat para fuqaha, maka memberikan kelebihan
air sumur menjadi wajib hukumnya, apabila memenuhi empat syarat sebagai berikut
:
1)
Kelebihan air berada di
dasar sumur, jika ia telah mengambilnya, maka tidak harus memberikan kepada
orang lain.
2)
Lokasi sumur berdekatan dengan padang gembalaan, jika lokasi sumur jauh dari
padang gembalaan, tidak wajib memberikan kelebihan air.
3) Hewan ternak
tidak mendapatkan sumur lain selain sumur tersebut.
4) Kedatangan hewan ternak
tersebut tidak menimbulkan kerusakan tanaman dan hewan ternak itu sendiri.
Apabila keempat syarat tersebut
dipenuhi, maka seseorang wajib memberikan kelebihan airnya dan haram memungut
uang dari air yang diberikannya tersebut.
Hal yang sangat penting untuk diketahui bahwa untuk menjaga
keamanan sumur dari berbagai kotoran yang masuk kedalamnya dan mencegah
datangnya bahaya bagi makhluk hidup ciptaan Allah, maka perlu dibuatlah pagar.
Namun demikian, pembuatan pagar tidak boleh sembarangan melainkan ada aturan
yang oleh rasulullah contohkan. Rasulullah bersabda: ‘pagar sumur itu
sebesar empat puluh hasta dari sekitarnya semuanya adalah untuk berendam unta
dan kambing (HR Imam Ahmad 2/494 dalam Kitab Silsilah Hadist Sahih Albani Buku II/251)
3. Mata Air
Mata
air dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
Pertama, mata air yang dimunculkan
oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang tidak digali manusia. Menyikapi tentang pemanfaatan
mata air jenis ini, maka hukum pemanfaatan mata air tersebut sama dengan hukum
terhadap sungai-sungai yang diciptakan Allah Subhanahu
Wa Ta’ala;
Kedua, mata air yang digali
manusia, maka mata air tersebut menjadi milik penggalinya termasuk lahan di
sekitar mata air. Menurut Abu Hanifah mengatakan bahwa batas mata air ialah
lima ratus hasta, sehingga penggali berhak mengaliri tanah dalam batasan
tersebut. Sedangkan Imam Syafi’i mengatakan bahwa hak atas mata air tersebut
ditentukan menurut tradisi yang berlaku dan kebutuhan masing-masing orang;
Ketiga,
mata air digali seseorang diarea miliknya, maka ia berhak
atas air tersebut. Jika airnya hanya cukup untuk memenuhi dirinya, maka tidak
wajib memberikan kepada orang lain. Namun jika airnya lebih dan ingin digunakan
untuk menghidupkan tanah yang mati, maka ia berhak atas kelebihan air tersebut.
Dan jika kelebihan air tersebut tidak digunakan untuk menghidupkan tanah yang
mati, maka wajib diberikan kepada orang lain yang membutuhkan termasuk untuk
hewan ternak dan tanaman serta diperbolehkan mendapatkan imbalan.
Lokasi
pertambangan yang terlihat, seperti garam, minyak, air dan lain-lain tidak
boleh diberikan secara perorangan. Semua manusia mempunyai hak yang sama
terhadapnya dengan mengambilnya ketika berada di lokasi pertambangan tersebut.
Dalam suatu riwayat Tsabit bin Sa’id meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya
bahwa,” Al-Abyadz bin Hammal meminta Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memberinya lokasi garam
di Ma’rab, kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memberikannya. Al’Aqra bin Habis As-Sulami berkata,”
Wahai Rasulullah sesungguhnya aku ke lokasi
garam tersebut pada masa jahiliyah. Garam tidak ditemukan selain di lokasi
tersebut. Barangsiapa datang ke lokasi garam tersebut maka dia berhak mengambil
garamnya. Garam tersebut seperti air yang mengalir terus menerus (al-ma’u al iddi), disuatu
daerah Al-Aqra meminta Al-Abyadz meminta mengundurkan diri dari kepemilikan
lokasi garam tersebut. Al-Abyadz berkata,”Sungguh
aku akan melepaskan kepemilikan atas garam tersebut, namun engkau jadikan sebagai sedekah atas namaku”. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda
“Garam tersebut adalah sedekah darimu. Lokasi garam tersebut seperti air yang mengalir terus menerus, siapa datang
kepadanya, ia berhak mengambilnya”. (Diriwayatkan Abu Dawud dan
Ibnu Majah). Berdasarkan hadits diatas menurut Abu Ubaid, istilah Al-ma’u al iddi diartikan
sebagai air yang terus menerus mengalir sehingga melimpah ruah, maka penerima
pemberian lokasi pertambangan mempunyai hak yang sama dengan orang lain yang
membutuhkan.
Muraja’ah :
1.
Al qur’an digital
2. Ibnu Katsir, Tafsir ibnu Katsir versi pdf
3. Muhammad
Nashiruddin Albani, Ensiklopedi Fatwa Syaikh Albani
4. Muhammad
Nashiruddin Albani Kitab Silsilah Hadist Sahih Albani Buku II/251
5. Kitab Syarah
Hadist Arbain Penjelasan 42 Hadist
Terpenting Dalam Islam, Karya Syaikh Muhammad Bin Shaleh ‘Al -Utsaimin, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Hal 454-455
6.
Al Ahkam As-Sulthaniyyah, Imam Al Mawardi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar