·
NIAT
Niat terdiri dari 2 jenis :
1.
Niatul
‘amal : yaitu niat beramal ditujukan untuk siapa dan alasan beramal harus
benar. Artinya seseorang yang salah dalam niat seperti beramal untuk tujuan
kepada manusia disamakan tujuan kepada Allah atau lebih parahnya lagi bermal
kepada Allah berada dibawah tujuan untuk makhluknya. Hal ini berarti telah
membuat persekutuan terhadap Allah Ta’ala sehingga pelakunya terkana penyakit
syirik. Ada ungkapan yang sangat indah : tidaklah ada manusia dalam beramal
dengan niat riya’ kecuali pada dirinya juga ada harapan mendapat ridha Allah.
Hal ini menegaskan bahwa kita boleh senang melakukan amal-amal saleh,
tapi asal tujuan utamanya bukan untuk mendapat pujian manusia. Kalau tujuan untuk
mendapat pujian manusia adalah riya’ dan ini merupakan bentuk keyirikan. Dengan
demikian, manusia dilarang beribadah dengan niatan mencari keikhlasan kepada
manusia lain. Sementara itu apabila seseorang yang beramal karena pengaruh
ajakan oleh orang lain, maka serta-merta tidak dapat dikatakan mereka beramal
tidak ikhlash.
Qaidah : membatalkan amal saleh
karena alasan takut riya adalah tidak boleh.
2.
Niatul
Ma’mum : yaitu niat yang membedakan amalan satu dengan amalan lain. Hal ini
sebagaimana tertera dalam hadist yang cukup mashur yakni tentang niat. Disana
ada dua hal : inna a’malu bin niat (sesungguhnya amalan tergantung niatnya)/
ini yang membedakan adat kebiasaan masyarakat dengan ibadah dan li
‘ulli amrin mannawa (sesuatu akan diperoleh sesuai yang di niatkan)/ ini yang
membedakan amal satu dengan amal yang lain. Jadi sangat jelas, bahwa niatul
ma’mum adalah pembeda antara niat shalat satu dengan niat shalat lain (
tahiyal masjid vs qabliyah) puasa satu dengan puasa lain ( senin kamis vs
membayar hutang), memotong hewan ( qurban vs aqiqah), membayar (nadzar vs
hutang).
Qaidah : Ada sesuatu yang dianggap
sah meski tanpa disertai niat, atau tanpa niat boleh tapi tidak ada pahala
baginya.
Sebagai contohnya adalah : menghilangkan
najis dan membayar hutang. Orang yang pakaiannya kena najis lalu
orang yang bersangkutan menaruhnya di jemuran dan hujan deras turun sehingga
mengenai pakaian tersebut dan akhirnya pakaian itu kering kembali maka pakaian
itu dipakai untuk shalat, maka shalatnya sah. Hal ini selaras dengan hadist
rasul tentang orang arab badui yang kencing di masjid, maka rasulullah menyuruh
membasahi dan mengeringkannya tanpa harus pakai pembesih atau pewangi.
Demikian, seseorang yang berhutang
kepada orang lain. Ini berbeda dengan menghilangkan hadats. Menghilangkan
hadats besar harus niat mandi junub, sedang menghilangkan hadats kecil dengan
wudhu. Saat sebelum ketemu belum ada niat membayar hutang, tapi setelah
ketemu langsung memberikan uang sebagai pelunasan hutangnya, maka hal ini sah,
bahwa utangnya lunas.
·
AGAMA
DIBANGUN DIATAS KEMASHLATAHAN, TIDAK ADA YANG MENGANDUNG MUDHARAT
Hal ini yang wajib di yakini oleh setiap muslim baik itu
masuk akal atau malah bertentangan dengan aqal, menyenangkan hati atau tidak
menyenangkan hati. Para sahabat adalah orang-orang yang lebih mendahulukan
keimanan terhadap sabda rasulullah daripada percaya kepada mu’yiyat rasulullah.
Sebaliknya, kaum bani israil-yang dikutuk Allah- adalah manusia-manusia yang
lebih percaya pada mu’jiyat daripada beriman kepada nabi Musa ‘alaihi salam.
Lihat, bagaimana bani israel dahulu mempercayai dan mau menjadi pengikut nabi
musa setelah mereka melihat tongkat nabi Musa ‘alaihi salam menjadi ular yang
memakan ular-ular tukang sihir.
Qaidah : menjalankan ketaan pasti
akan mendatangkan kemaslahatan. Mustahil Allah menyuruh manusia
melakukan perkara-perkara yang sia-sia.
Jika
manusia tidak mengetahui artinya Allah tidak menunjukkan kemashlatan terhadap
yang tidak diketahui manusia itu.
·
SODAQOH
Berbeda dengan ilmu ekonomi duniwaiyah yang mengatakan bahwa
setiap sesuatu yang dikeluarkan atau dibayarkan kepada pihak/orang lain, maka
harta itu secara fisik dan riil berkurang. Namun, secara hakiki, maka harat
yang disedekahkan kepada orang lain yang membutuhkan, maka Allah Ta’ala akan
lipatkan hingga 700 kali lipat, bahkan sampai jumlah yang tidak terhingga
jumlahnya.
Qaidah : Barangsiapa mensedekahkan
harta, maka harta itu tidak berkurang sedikitpun. Barangsiapa membuka
celah-celah pintu meminta-minta, maka dia telah membuka pintu ke fakiran.
·
SESUATU
YANG MENDATANGKAN KEMASLAHATAN LEBIH DIUTAMAKAN DAN YANG MENGANDUNG
KEMUDHARATAN HARUS DI HINDARI.
Qaidah :
Menghindari sesuatu yang mengandung dosa lebih diutamakan daripada mencari
pahala.
Seseorang yang melakukan suatu
amalan pasti mempunyai tujuan maka :
1.
Menggugurkan
kewajiban. Seperti seseorang yang bangun tidur jam 8 pagi, maka kewajiban dia
adalah melaksanakan shalat subuh 2 rakaat untuk menggugurkan kewajiban,
meski sudah termasuk shalat diluar waktu;
2.
Mencari pahala dari Allah Ta’ala. Ini bisa didapat atau
tidak, karena ini murni hak prerogratif Allah untuk menerima atau menolak
amalan hambaya. Bahkan dalam suatu saat nabi Ibrahim merengek kepada Allah agar
doanya dikabulkan.
·
DALAM
BERAMAL ADA DOSA DAN ADA PAHALA.
Ada seseorang muslim yang melakukan da’wah kepada seorang
muslimah mengenai pentingnya jilbab, lebih baik ditinggalkan da’wah tersebut
apabila harus dilakukan secara berdua-duaan, mengotori hati terkena zina, dll.
Padahal semua orang tahu bahwa berdakwah mengenai jilbab akan mendatangkan
kemuliaan yang luar biasa baik bagi yang didakwahi maupun yang mendakwahi bila
diamalkan oleh yang didakwahi. Namun karena mudharat yang mungkin datang lebih
berbahaya, maka meninggalkan jauh lebih mulia dan meyelamatkan.
Qaidah : Meninggalkan dosa lebih
utama daripada mencari pahala.
Qaidah ini adalah qaidah yang luar
biasa agung dan mulia. Masuk kedalam qaidah ini seluruh ajaran islam. Manfaat
ajaran islam adalah demi urusan dunia dan akhirat, sehingga islam dikenal
sebagai agama dunia dan akhirat. Ajaran islam menolak segala perkara yang
mengandung kemudharatan bagi dunia dan akhirat. Ibnu Abbas berkata : Islam
mengajarkan ilmu waris, ekonomi siyasah dll. Hal ini telah mencengkan para
pendeta-pendeta kala itu karena di kitab-kitab mereka tidak ada yang mengatur
masalah ini. Tidak ada agama di dunia yang paling peduli urusan dunia dan
akhirat kecuali agama Islam. Beliau mencontohkan dalam perkara jual beli
terhadap hasil pertanian : hajaru : dilarang menjual buah dalam kondisi belum
matang.
Apapun yang diperintahkan Allah
pasti mendatangkan kemashlatan yang tidak mampu disifati. Sementara apapun yang
dilarang Allah Ta’ala pasti mengandung bahaya yang manusia tidak mengetahui.
Perintah Allah terbesar yangmengandung manfaat terbesar adalah ketauhidan.
Sedang yang mengandung kerusakan terbesar adalah kesyirikan. Selanjutnya
masalah, shalat, wudhu, zakat, akhlak mulia dll, Oleh karena itu, ekonomi,
siyasah tidak terlepas diri dengan tauhid yaitu mengiklashkan diri kepada Allah
dalam beribadah.
·
SETIAP
MENJAGA PERGAULAN, MAKA AKAN ALLAH BESARKAN SYAHWATNYA.
Qaidah : semakin manusia menjaga pergaulan dan dekat dengan
Allah ta’ala maka Allah akan memberikan syahwat yang besar. Sedangkan orang
yang semakin ahlli melakukan kemaksiyatan maka kasih sayang dan cintanya kepada
keluarga makin berkurang.
Fakta
menjelaskan kehidupan manusia yang jauh dari ajaran dan nilai islam, keluarnga
yang dibinanya berantakan. Mereka lebih suka melakukan perselingkuhan,
perzinahan, lesbian dan lain-lain sehingga kemesraan yang ada di rumah hanyalah
sisa-sisa yang ditebarkan di luar rumah tanggamya.
Setiap
syahwat adalah mewariskan kekotoran hati yang menyebabkan berat untuk melakukan
perbuatan-perbuatan ketaatan kepada Allah ta’ala. Padahal untuk melakukan
kegiatan yang melanggar perintah Allah dia merasa enteng tapi untuk shalat,
puasa, sodaqoh terasa amat berat. Sebaliknya jika syubhat dan syahwat
hilang maka ia akan tumbuh keyakinan akan pentingnya menjalani ketaatan.
Keyakinan ini hanya muncul karena ilmu dan iman yang sempurna yang akhirnya
menumbuhkan amal shalih yakni amal-amalan yang Allah perintahkan. Setiap kali
ilmu seseorang bertambah maka keyakinan akan bertambah. Suat hal yang harus
dihindari seorang muslim adalah mencari ilmu tapi justru mengurangi atau bahkan
menghilangkan keyakinan, yakni mempelajari ilmu filsafat. Imam Syafii berkata :
seseorang yang pagi hari belajar filsafat, maka di siang harinya dia akan
menjadi bodoh.”
Tidaklah
sempurna keimanan seorang hamba kecuali dalam dirinya ada 2 perkara yakni
keyakinan dan kesabaran. Dan pemimpin yang adil adalah yang tercamtum dalam al
Qur’an surat as Sajjadah : “aku jadikan pemimpin-pemimpin yang jujur, ketika
mereka sabar dan yakin dengan ayat-ayat kami (maksudnya rakyat)”. Keadaan
pemimpin adalah bagaimana keadaan rakyatnya. Jika rakyatnya yakin dan sabar
terhadap janji Allah, maka Allah akan munculkan pemimpin yang adil.
Pemimpin-pemimpin Bani Israel yang sempurna yang diturunkan kepada manusia
adalah: Musa, Isa dan Yahya.
Keyakinan manusia adalah
bertingkat-tingkat.
Ahlul
sunnah wal jamaah mengakaui bahwa tingkat iman itu berbeda-beda. Ini
sangat bertentangan dengan kaum jahmiyah yang mengatakan seseorang adalah sama.
Baik Rasulullah, Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib, Malaikat Jibril,
dan manusia awam yang melakukan kemaksiyatan dan lainnya keimanannya adalah
sama.
Keyakinan
teridiri dari 3 tingkatan yakni :
1. Ilmu yakin : yakin secara ilmu,
2. ‘Ainul yakin : yakin karena mata/melihat
3. Haqul yakin : yakin karena dia mengalaminya.
Ilmu ibarat pohon yang menghasilkan
bunga berupa ucapan yang bagus dan buah berupa amalan yang shalih.
·
MAHTUN
(BIASA) DIKALAHKAN DENGAN MAUTU’(SESUATU YANG JELAS).
Dalam perkara ini sangat masyhur
dalam kaidah fikih muamalah. Misalnya tentang hadist rasulullah yang mengatakan
: jangan memakan riba yang berlipat-lipat( hadist 1). Rasulullah bersabda :
Allah menghalalkan perdagangan, dan melarang makan riba. (hadist 2). Hadist 1
adalah mahtun, sedang hadist 2 adalah mautu’.. Dari sini dapat diambil
kesimpulan bahwa; makan riba seberapa kecilnya dan sifatnya tidak
berlipat-lipat tetap saja hukumnya haram.
·
ILMU
TIDAK MENGENAL KEJUMUDAN.
Ilmu dari waktu ke waktu akan terus
tumbuh dan bertambah. Sangat terkenal uvcapan Iman Ahmad : “mungkin suatu
waktu aku akan meralat ucapanku “, “Dan engkau akan mengikuti
orang-orang yang diberi petunjuk”. Namun demikian, dalam agama tidak
ada penemuan baru melain adnya temuan baru. Ulama-ulama dahulunya tidak
menemukan tentang doa kutbatul hajjah yang pernah dilakukan rasulullah, namun
Syaikh Nashiruddin al Bani menemukan hal itu.
·
ADA BANYAK KEMASLAHATAN DAN WAKTU TERBATAS.
Qaidah : Apabila ada 2 perkara yang
mengandung kemaslahatan yang banyak, namun waktu untuk melakukannya sangat
sempit maka yang harus dilakukan adalah mengambil yang tertinggi kebaikannya.
Atau jika yang satu amalan wajib dan yang satu sunnah maka ambil yang wajib.
- Seorang ibu datang dari kampung, terus ada kajian. Maka yang didahulukan adalah melayani orang tua, bukan mendatangi kajian. Melayani orang tua lebih banyak kebaikannya daripada menunutut ilmu, karena menuntut ilmu bisa lain waktu dan bisa menanyakan kepada teman yang hadir. Sedang melayani orang tua adalah keajiban yang sangat utama setelah ketauhidan sekaligus buah dari menuntut ilmu alias amal shalih yakni birrul walidain. Sampai-sampai ibnu al Bagdadhi berkata :” aku tidak mau meninggalkan kota ini karena masih ad orang tua”. Uwais al Qorni adalah sebaik-baik tabiin –karena amalanya melebihi separuh manusia yang hidup di muka bumi- karena berbakti kepada orang tua.
- Seorang yang haji ingin mencium hajar aswad hukumnya adalah sunnah. Sementara, menghindari berdesakan sehingga menyakiti muslim lain dan menghindari bersentuhan dengan lain jenis adalah wajib hukumnya, maka yang harus dilakukan tidak mencium hajar aswad dan cukuplah memberi syarat dengan tangannya.
- Iqomah telah dikumandangkan, posisi shalat sunnah baru satu rakaat, maka yang harus dilakukan menghentikan shalat sunnah dan mengikuti takbiratul ihram bersama imam.
- Antara Puasa 6 hari syawal dengan Membayar hutang puasa bulan ramadhan. Didahulukan membayar hutang, karena membayar hutang hukumnya wajib.
Qaidah : Apabila ada 2 perkara yang
sama-sama wajib, waktu yang ada sangat sempit, maka didahulukan yang nilainya
lebih tinggi.
Untuk mengetahui hal ini diperlukan ilmu dan tidak dapat
diketahui oleh orang yang tidak berilmu.
Misal : amalan-amalan antara malam
jum’at dengan amalan bukan malam jum’at, shlat wajib di dahulukan
daripada shalat nadzr, anatar puasa dzulhijjah dengan jihad., memberikan
nafkah untuk istri lebih didahulukan daripada menafkahi anak yatim, dan
kerabat.
Qaidah : Apabila ada 2 perkara yang
sama-sama sunnah, waktu yang ada sangat sempit, maka didahulukan yang nilainya
lebih atau manfaatnya tinggi.
Misal : Menjenguk orang sakit
, maka Allah janjikan masuk ke taman syurga dengan buah yang telah matang dan
tinggal memetik; Takziyah : mengingat kematian, mencegah maksiyat, dan
mendapat pahala sebesar 2 qirrat; memerdekan budak : dipilih yang paling mahal
harganya.
Qaidah : Amalan yang kecil tapi
nilainya sangat besar.
Mengobrol dengan orang alim dengan
shalat sunnah. Padahal imam-iman besar banyak meninggalkan shalat ba’diyah
karena kedatangan orang alim. Tentu kedatangan orang alim ini akan banyak
manfaatnya dan memberikan banyak ilmu.
Sumber : Kitab Qaidah ‘Ilmu Karya :
Imam Sa’ady, Disampaikan Oleh Ustadz Muhtarom Dalam Kajian Menjelang buka
di Masjid Assunnah Bintaro
1 komentar:
hmmm mantap banget artikelnya . . .
Posting Komentar