26 November 2012

QOWAID ILMU (1)

 

·         NIAT
Niat terdiri dari 2 jenis :
1.      Niatul  ‘amal : yaitu niat beramal ditujukan untuk siapa dan alasan beramal harus benar. Artinya seseorang yang salah dalam niat seperti beramal untuk tujuan kepada manusia disamakan tujuan kepada Allah atau lebih parahnya lagi bermal kepada Allah berada dibawah tujuan untuk makhluknya. Hal ini berarti telah membuat persekutuan terhadap Allah Ta’ala sehingga pelakunya terkana penyakit syirik. Ada ungkapan yang sangat indah : tidaklah ada manusia dalam beramal dengan niat riya’ kecuali pada dirinya juga ada harapan mendapat ridha Allah. Hal ini menegaskan bahwa kita boleh senang  melakukan amal-amal saleh, tapi asal tujuan utamanya bukan untuk mendapat pujian manusia. Kalau tujuan untuk mendapat pujian manusia adalah riya’ dan ini merupakan bentuk keyirikan. Dengan demikian, manusia dilarang beribadah dengan niatan mencari keikhlasan kepada manusia lain. Sementara itu apabila seseorang yang beramal karena pengaruh ajakan oleh orang lain, maka serta-merta tidak dapat dikatakan mereka beramal tidak ikhlash.
Qaidah : membatalkan amal saleh karena alasan takut riya adalah tidak boleh.
2.       Niatul Ma’mum : yaitu niat yang membedakan amalan satu dengan amalan lain. Hal ini sebagaimana tertera dalam hadist yang cukup mashur yakni tentang niat. Disana ada dua hal : inna a’malu bin niat (sesungguhnya amalan tergantung niatnya)/ ini yang membedakan adat kebiasaan masyarakat dengan ibadah  dan li ‘ulli amrin mannawa (sesuatu akan diperoleh sesuai yang di niatkan)/ ini yang membedakan amal satu dengan amal yang lain. Jadi sangat jelas, bahwa niatul ma’mum  adalah pembeda antara niat shalat satu dengan niat shalat lain ( tahiyal masjid vs qabliyah) puasa satu dengan puasa lain ( senin kamis vs membayar hutang),  memotong hewan ( qurban vs aqiqah), membayar (nadzar vs hutang).
Qaidah : Ada sesuatu yang dianggap sah meski tanpa disertai niat, atau tanpa niat boleh tapi tidak ada pahala baginya. 
Sebagai contohnya adalah : menghilangkan najis dan membayar hutang. Orang yang pakaiannya  kena najis lalu orang yang bersangkutan menaruhnya di jemuran dan hujan deras turun sehingga mengenai pakaian tersebut dan akhirnya pakaian itu kering kembali maka pakaian itu dipakai untuk shalat, maka shalatnya sah. Hal ini selaras dengan hadist rasul tentang orang arab badui yang kencing di masjid, maka rasulullah menyuruh membasahi dan mengeringkannya tanpa harus pakai pembesih atau pewangi.
Demikian, seseorang yang berhutang kepada orang lain.  Ini berbeda dengan menghilangkan hadats. Menghilangkan hadats besar harus niat mandi junub, sedang menghilangkan hadats kecil dengan wudhu. Saat sebelum ketemu belum ada niat membayar hutang, tapi setelah ketemu langsung memberikan uang sebagai pelunasan hutangnya, maka hal ini sah, bahwa utangnya lunas.
·         AGAMA DIBANGUN DIATAS KEMASHLATAHAN, TIDAK ADA YANG MENGANDUNG MUDHARAT
Hal ini yang wajib di yakini oleh setiap muslim baik itu masuk akal atau malah bertentangan dengan aqal, menyenangkan hati atau tidak menyenangkan hati. Para sahabat adalah orang-orang yang lebih mendahulukan keimanan terhadap sabda rasulullah daripada percaya kepada mu’yiyat rasulullah. Sebaliknya, kaum bani israil-yang dikutuk Allah- adalah manusia-manusia yang lebih percaya pada mu’jiyat daripada beriman kepada nabi Musa ‘alaihi salam. Lihat, bagaimana bani israel dahulu mempercayai dan mau menjadi pengikut nabi musa setelah mereka melihat tongkat nabi Musa ‘alaihi salam menjadi ular yang memakan ular-ular tukang sihir.
Qaidah : menjalankan ketaan pasti akan mendatangkan kemaslahatan. Mustahil Allah menyuruh   manusia melakukan perkara-perkara yang sia-sia. 
Jika manusia tidak mengetahui artinya Allah tidak menunjukkan kemashlatan terhadap yang tidak diketahui manusia itu.
·         SODAQOH
Berbeda dengan ilmu ekonomi duniwaiyah yang mengatakan bahwa setiap sesuatu yang dikeluarkan atau dibayarkan kepada pihak/orang lain, maka harta itu secara fisik dan riil berkurang. Namun, secara hakiki, maka harat yang disedekahkan kepada orang lain yang membutuhkan, maka Allah Ta’ala akan lipatkan hingga 700 kali lipat, bahkan sampai jumlah yang tidak terhingga jumlahnya.
Qaidah : Barangsiapa mensedekahkan harta, maka harta itu tidak berkurang sedikitpun. Barangsiapa membuka celah-celah pintu meminta-minta, maka dia telah membuka pintu ke fakiran.

·         SESUATU YANG MENDATANGKAN KEMASLAHATAN LEBIH DIUTAMAKAN DAN YANG MENGANDUNG KEMUDHARATAN HARUS DI HINDARI.
Qaidah : Menghindari sesuatu yang mengandung dosa lebih diutamakan daripada mencari pahala.
Seseorang yang melakukan suatu amalan pasti mempunyai tujuan maka :
1.       Menggugurkan kewajiban. Seperti seseorang yang bangun tidur jam 8 pagi, maka kewajiban dia adalah melaksanakan shalat subuh  2 rakaat untuk menggugurkan kewajiban, meski sudah termasuk shalat diluar waktu;
2.        Mencari pahala dari Allah Ta’ala. Ini bisa didapat atau tidak, karena ini murni hak prerogratif Allah untuk menerima atau menolak amalan hambaya. Bahkan dalam suatu saat nabi Ibrahim merengek kepada Allah agar doanya dikabulkan.

·         DALAM BERAMAL ADA DOSA DAN ADA PAHALA.
Ada seseorang muslim yang melakukan da’wah kepada seorang muslimah mengenai pentingnya jilbab, lebih baik ditinggalkan da’wah tersebut apabila harus dilakukan secara berdua-duaan, mengotori hati terkena zina, dll. Padahal semua orang tahu bahwa berdakwah mengenai jilbab akan mendatangkan kemuliaan yang luar biasa baik bagi yang didakwahi maupun yang mendakwahi bila diamalkan oleh yang didakwahi. Namun karena mudharat yang mungkin datang lebih berbahaya, maka meninggalkan jauh lebih mulia dan meyelamatkan.
Qaidah : Meninggalkan dosa lebih utama daripada mencari pahala.
Qaidah ini adalah qaidah yang luar biasa agung dan mulia. Masuk kedalam qaidah ini seluruh ajaran islam. Manfaat ajaran islam adalah demi urusan dunia dan akhirat, sehingga islam dikenal sebagai agama dunia dan akhirat. Ajaran islam menolak segala perkara yang mengandung kemudharatan bagi dunia dan akhirat. Ibnu Abbas berkata : Islam mengajarkan ilmu waris, ekonomi siyasah dll. Hal ini telah mencengkan para pendeta-pendeta kala itu karena di kitab-kitab mereka tidak ada yang mengatur masalah ini. Tidak ada agama di dunia yang paling peduli urusan dunia dan akhirat kecuali agama Islam. Beliau mencontohkan dalam perkara jual beli terhadap hasil pertanian : hajaru : dilarang menjual buah dalam kondisi belum matang.
Apapun yang diperintahkan Allah pasti mendatangkan kemashlatan yang tidak mampu disifati. Sementara apapun yang dilarang Allah Ta’ala pasti mengandung bahaya yang manusia tidak mengetahui. Perintah Allah terbesar yangmengandung manfaat terbesar adalah ketauhidan. Sedang yang mengandung kerusakan terbesar adalah kesyirikan. Selanjutnya masalah, shalat, wudhu, zakat, akhlak mulia dll, Oleh karena itu, ekonomi, siyasah tidak terlepas diri dengan tauhid yaitu mengiklashkan diri kepada Allah dalam beribadah.
·         SETIAP MENJAGA PERGAULAN, MAKA AKAN ALLAH BESARKAN SYAHWATNYA.
Qaidah : semakin manusia menjaga pergaulan dan dekat dengan Allah ta’ala maka Allah akan memberikan syahwat yang besar. Sedangkan orang yang semakin ahlli melakukan kemaksiyatan maka kasih sayang dan cintanya kepada keluarga makin berkurang.
Fakta menjelaskan kehidupan manusia yang jauh dari ajaran dan nilai islam, keluarnga yang dibinanya berantakan. Mereka lebih suka melakukan perselingkuhan, perzinahan, lesbian dan lain-lain sehingga kemesraan yang ada di rumah hanyalah sisa-sisa yang ditebarkan di luar rumah tanggamya.
Setiap syahwat adalah mewariskan kekotoran hati yang menyebabkan berat untuk melakukan perbuatan-perbuatan ketaatan kepada Allah ta’ala. Padahal untuk melakukan kegiatan yang melanggar perintah Allah dia merasa enteng tapi untuk shalat, puasa, sodaqoh terasa amat berat. Sebaliknya jika syubhat dan syahwat  hilang maka ia akan tumbuh keyakinan akan pentingnya menjalani ketaatan. Keyakinan ini hanya muncul karena ilmu dan iman yang sempurna yang akhirnya menumbuhkan amal shalih yakni amal-amalan yang Allah perintahkan. Setiap kali ilmu seseorang bertambah maka keyakinan akan bertambah. Suat hal yang harus dihindari seorang muslim adalah mencari ilmu tapi justru mengurangi atau bahkan menghilangkan keyakinan, yakni mempelajari ilmu filsafat. Imam Syafii berkata : seseorang yang pagi hari belajar filsafat, maka di siang harinya dia akan menjadi bodoh.”
Tidaklah sempurna keimanan seorang hamba kecuali dalam dirinya ada 2 perkara yakni keyakinan dan kesabaran. Dan pemimpin yang adil adalah yang tercamtum dalam al Qur’an surat as Sajjadah : “aku jadikan pemimpin-pemimpin yang jujur, ketika mereka sabar dan yakin dengan ayat-ayat  kami (maksudnya rakyat)”. Keadaan pemimpin adalah bagaimana keadaan rakyatnya. Jika rakyatnya yakin dan sabar terhadap janji Allah, maka Allah akan munculkan pemimpin yang adil. Pemimpin-pemimpin Bani Israel yang sempurna yang diturunkan kepada manusia adalah: Musa, Isa dan Yahya.
Keyakinan manusia adalah bertingkat-tingkat.
Ahlul sunnah wal jamaah mengakaui bahwa  tingkat iman itu berbeda-beda. Ini sangat bertentangan dengan kaum jahmiyah yang mengatakan seseorang adalah sama. Baik Rasulullah, Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib, Malaikat Jibril, dan manusia awam yang melakukan kemaksiyatan dan lainnya keimanannya adalah sama.
Keyakinan teridiri dari 3 tingkatan yakni :
1.   Ilmu yakin : yakin secara ilmu,
2.   ‘Ainul yakin : yakin karena mata/melihat
3.   Haqul yakin : yakin karena dia mengalaminya.
Ilmu ibarat pohon yang menghasilkan bunga berupa ucapan yang bagus dan buah berupa amalan yang shalih.
·         MAHTUN (BIASA) DIKALAHKAN DENGAN MAUTU’(SESUATU YANG JELAS).
Dalam perkara ini sangat masyhur dalam kaidah fikih muamalah. Misalnya tentang hadist rasulullah yang mengatakan : jangan memakan riba yang berlipat-lipat( hadist 1). Rasulullah bersabda : Allah menghalalkan perdagangan, dan melarang makan riba. (hadist 2). Hadist 1 adalah mahtun, sedang hadist 2 adalah mautu’.. Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa; makan riba seberapa kecilnya dan sifatnya tidak berlipat-lipat tetap saja hukumnya haram.
·          ILMU TIDAK MENGENAL KEJUMUDAN.
Ilmu dari waktu ke waktu akan terus tumbuh dan bertambah. Sangat terkenal uvcapan Iman Ahmad : “mungkin suatu waktu aku akan meralat ucapanku “, “Dan engkau akan mengikuti orang-orang yang diberi petunjuk”.  Namun demikian, dalam agama tidak ada penemuan baru melain adnya temuan baru. Ulama-ulama dahulunya tidak menemukan tentang doa kutbatul hajjah yang pernah dilakukan rasulullah, namun  Syaikh Nashiruddin al Bani menemukan hal itu.
·          ADA BANYAK KEMASLAHATAN DAN WAKTU TERBATAS.
Qaidah : Apabila ada 2 perkara yang mengandung kemaslahatan yang banyak, namun waktu untuk melakukannya sangat sempit maka yang harus dilakukan adalah mengambil yang tertinggi kebaikannya. Atau jika yang satu amalan wajib dan yang satu sunnah maka ambil yang wajib.
  1. Seorang ibu datang dari kampung, terus ada kajian. Maka yang didahulukan adalah melayani orang tua, bukan mendatangi kajian. Melayani orang tua lebih banyak kebaikannya daripada menunutut ilmu, karena menuntut ilmu bisa lain waktu dan bisa menanyakan kepada teman yang hadir. Sedang melayani orang tua adalah keajiban yang sangat utama setelah ketauhidan sekaligus buah dari menuntut ilmu alias amal shalih yakni birrul walidain. Sampai-sampai ibnu al Bagdadhi berkata :” aku tidak mau meninggalkan kota ini karena masih ad orang tua”. Uwais al Qorni  adalah sebaik-baik tabiin –karena amalanya melebihi separuh manusia yang hidup di muka bumi- karena berbakti kepada orang tua.
  2. Seorang yang haji ingin mencium hajar aswad hukumnya adalah sunnah. Sementara, menghindari berdesakan sehingga  menyakiti muslim lain dan menghindari bersentuhan dengan lain jenis adalah wajib hukumnya, maka yang harus dilakukan tidak mencium hajar aswad dan cukuplah memberi syarat dengan tangannya.
  3. Iqomah telah dikumandangkan, posisi shalat sunnah baru satu rakaat, maka yang harus dilakukan menghentikan shalat sunnah dan mengikuti takbiratul ihram bersama imam.
  4. Antara Puasa 6 hari syawal dengan Membayar hutang puasa bulan ramadhan. Didahulukan membayar hutang, karena membayar hutang hukumnya wajib.
Qaidah : Apabila ada 2 perkara yang sama-sama wajib, waktu yang ada sangat sempit, maka didahulukan yang nilainya lebih tinggi. 
Untuk mengetahui hal ini diperlukan ilmu dan tidak dapat diketahui oleh orang yang tidak berilmu.
Misal : amalan-amalan antara malam jum’at dengan amalan bukan malam jum’at,  shlat wajib di dahulukan daripada shalat nadzr, anatar puasa  dzulhijjah dengan jihad., memberikan nafkah untuk istri lebih didahulukan daripada menafkahi anak yatim, dan kerabat.
Qaidah : Apabila ada 2 perkara yang sama-sama sunnah, waktu yang ada sangat sempit, maka didahulukan yang nilainya lebih atau manfaatnya tinggi.
Misal :  Menjenguk orang sakit , maka Allah janjikan masuk ke taman syurga dengan buah yang telah matang dan tinggal memetik; Takziyah : mengingat kematian, mencegah maksiyat, dan mendapat pahala sebesar 2 qirrat; memerdekan budak : dipilih yang paling mahal harganya.
Qaidah : Amalan yang kecil tapi nilainya sangat besar. 
Mengobrol dengan orang alim dengan shalat sunnah. Padahal imam-iman besar banyak meninggalkan shalat ba’diyah karena kedatangan orang alim. Tentu kedatangan orang alim ini akan banyak manfaatnya dan memberikan banyak ilmu.
Sumber : Kitab Qaidah ‘Ilmu Karya : Imam Sa’ady, Disampaikan Oleh Ustadz Muhtarom Dalam Kajian  Menjelang buka di Masjid Assunnah Bintaro

1 komentar:

weather station mengatakan...

hmmm mantap banget artikelnya . . .