Abu Al-Jauzaa' :, 01 September 2009
Tanya : Mohon untuk dijelaskan tentang hukum-hukum memohon pertolongan (isti’anah) dan memohon perlindungan (isti’adzah) dalam syari’at Islam. Terima kasih.
Jawab : Isti’anah adalah memohon pertolongan. Bentuk isti’anah ada beberapa macam :
Pertama : Memohon pertolongan kepada Allah, yaitu permohonan yang mengandung kerendahan diri yang sempurna dari seorang hamba kepada Rabb-nya, menyerahkan semua urusan kepada-Nya dan meyakini hanya Dia-lah yang bisa mencukupinya. Isti’anah semacam ini tidak boleh diperuntukkan kecuali hanya kepada Allah.
Dalilnya adalah firman Allah :
إِيّاكَ نَعْبُدُ وإِيّاكَ نَسْتَعِينُ
”Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami minta pertolongan (isti’anah)” [QS. Al-Fatihah : 5].
Hal yang menunjukkan pengkhususan (isti’anah kepada Allah) dalam ayat ini adalah didahulukannya objek penderita yang berupa kata [إِيّاكَ]. Dalam tata bahasa Arab mendahulukan sesuatu yang semestinya diakhirkan menunjukkan pembatasan dan pengkhususan. Oleh karena itu, barangsiapa yang memalingkan hal tersebut kepada selain Allah maka ia telah berbuat kemusyrikan yang dapat menjadikannya keluar dari agama.
Kedua : Memohon pertolongan kepada makhluk yang ia mampu untuk melakukan. Ini tergantung macam pertolongan yang ia minta. Jika dalam kebaikan maka hal tersebut diperbolehkan bagi yang minta tolong dan dianjurkan bagi yang menolong, berdasarkan firman Allah :
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرّ وَالتّقْوَىَ
”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa” [QS. Al-Maaidah : 2].
Jika pertolongan tersebut dalam kemaksiatan maka keduanya mendapat dosa berdasarkan firman Allah :
وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan jangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan” [QS. Al-Maidah : 2].
Apabila pertolongan tersebut terhadap sesuatu yang mubah, maka dibolehkan bagi kedua belah pihak dan mungkin si penolong mendapatkan pahala atas kebaikan yang ia lakukan untuk orang lain. Bagi yang dimintai pertolongan dianjurkan syara’ untuk menolong berdasarkan firman Allah ta’ala :
َأَحْسِنُوَاْ إِنّ اللّهَ يُحِبّ الْمُحْسِنِينَ
”Berbuat baiklah, sesungguhnya Allah senang terhadap orang-orang yang berbuat baik” [QS. Al-Baqarah : 195].
Ketiga : Memohon pertolongan kepada makhluk hidup yang ada di hadapannya, tapi tidak mampu memberikan pertolongan. Ini jelas suatu kesia-siaan karena dia tidak memiliki kuasa. Hal ini seperti halnya orang yang meminta tolong kepada orang yang lemah untuk mengangkat beban yang berat.
Keempat : Memohon pertolongan kepada orang mati secara mutlak atau kepada orang hidup dalam masalah ghaib, dimana ia tidak mampu melakukannya. Ini jelas syirik, karena hal tersebut terjadi dari keyakinan bahwa orang yang dimintai pertolongan tersebut memiliki kemampuan yang luar biasa di alam ini.
Kelima : Menjadikan amal shalih dan hal-hal yang dicintai Allah sebagai penolong. Hal seperti ini dianjurkan berdasarkan perintah Allah dalam firman-Nya :
اسْتَعِينُواْ بِالصّبْرِ وَالصّلاَةِ
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu” [QS. Al-Baqarah : 153].
Adapun Isti’adzah artinya memohon perlindungan dan penjagaan dari hal yang dihindari. Isti’adzah ada beberapa macam :
Pertama : Isti’adzah (mohon perlindungan) kepada Allah yang mengandung sikap membutuhkan benar-benar, hanya kepadanya tempat bergantung, hanya Dia yang mencukupi segala sesuatu serta hanya Dia tempat berlindung yang sempurna dari segala sesuatu yang sedang atau akan terjadi, kecil atau besar. Baik datang dari manusia atau yang lainnya. Berdasarkan firman Allah :
قُلْ أَعُوذُ بِرَبّ الْفَلَقِ * مِن شَرّ مَا خَلَقَ
”Katakanlah : Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai shubuh, dari kejahatan makhluk-Nya” [QS. Al-Falaq : 1-2].
Dan juga firman-Nya :
قُلْ أَعُوذُ بِرَبّ النّاسِ * مَلِكِ النّاسِ * إِلَـَهِ النّاسِ * مِن شَرّ الْوَسْوَاسِ الْخَنّاسِ * الّذِى يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النّاسِ * مِنَ الْجِنّةِ وَالنّاسِ
”Katakanlah : Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia, Raja manusia, Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia” [QS. A-Naas : 1-6].
Kedua : Mohon perlindungan kepada Allah dengan sifat-Nya, seperti kalam-Nya, kemuliaan-Nya, keagungan-Nya, atau semisalnya; berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam :
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَق
“Aku berlindung kepada kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk-Nya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2708].
Dan juga sabda beliau :
أَعُوذُ بِعِظْمَتِكَ أَنْ أَغتَال مِنْ تَحْتِي
“Aku berlindung dengan keagungan-Mu dari terbinasakan dari arah bawahku” [Diriwayatkan oleh Ahmad 2/25 dan An-Nasa’i 8/677).
Dan dalam doa ketika sakit :
أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللهِ وقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِد
“Aku berlindung dengan keagungan dan kekuasaan Allah dari keburukan yang aku temui” [Diriwayatkan oleh Ahmad 4/217, Abu Dawud no. 3891, dan Ibnu Majah no. 2522].
Dan sabda beliau yang lain :
أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ
“Aku berlindung dengan ridla-Mu dari kemurkaan-Mu” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 486].
Sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika turun ayat :
قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَىَ أَن يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَاباً مّن فَوْقِكُمْ أَوْ مِن تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعاً وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ
“Katakanlah : Dialah yang bekuasa untuk menimpakan adzab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu ke dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain” (QS. Al-An’am : 65);
maka beliau bersabda :
أَعُوذُ بِوَجْهِكَ
“Aku berlindung dengan Wajah-Mu” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Kitaabul-I’tisham, bab firman Allah : Atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan yang saling bertentangan – no. : 6883].
Ketiga : Mohon perlindungan kepada orang mati atau hidup yang tidak hadir di hadapannya dan tidak mampu memberikan perlindungan. Ini termasuk syirik, berdasarkan firman Allah :
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقاً
“Dan bahwasannya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin-jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” [QS. Al-Jin : 6].
Keempat : Memohon perlindungan kepada sesuatu yang mungkin dapat dijadikan tempat berlindung, baik manusia, tempat, atau yang lainnya. Hal ini diperbolehkan berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika menyebut fitnah :
من تشرف لها تستشرفه فمن وجد فيها ملجأ أو معاذا فليعذ به
“Barangsiapa yang mencari-carinya ia akan terjerat olehnya dan barangsiapa yang mendapat tempat berlindung atau berteduh maka hendaklah ia berlindung dengannya” [Muttafaqun ‘alaihi].
Dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bentuk perlindungan ini dengan sabdanya :
فمن كان له إبل فليلحق بإبله
“Siapa yang yang memiliki onta, maka hendaklah menggunakan ontanya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2887].
Dalam Shahih Muslim disebutkan dari Jabir, bahwa seorang wanita dari Bani Makhzum melakukan pencurian lalu dihadapkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, dan kemudian ia minta perlindungan kepada Ummu Salamah [Diriwayatkan oleh Muslim, Kitaabul-Hudud, bab “Pemotongan Tangan Pencuri Terhormat”].
Dalam Shahih Muslim juga dari Ummu Salamah, Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
يَعُوذُ عَائِذ بِاْلبَيْتِ فَيَبْعَثُ إِلَيْهِ بَعْث
“Ada orang yang berlindung dengan Ka’bah, lalu dikirimlah suatu utusan kepadanya” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2882].
Jika seseorang minta perlindungan dari kejahatan orang dhalim maka kita wajib melindunginya sebatas kemampuan yang kita miliki. Akan tetapi jika dia minta perlindungan untuk tujuan melakukan kemunkaran atau melarikan diri dari menunaikan kewajibannya, maka haram bagi kita melindunginya.
Wallaahu a’lam.
Sumber : Al manhaj.or.id
Reposted : rausanulqalbu.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar