G
KEDUDUKAN KEPEMEMILIKAN
TANAH SESEORANG DENGAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM.
Pada saat Rasulullah berkuasa, tidak semua lahan yang ada
diberikan kepada masyarakat, melainkan ada sebagian lahan yang dikuasai negara
yang peruntukkannya untuk dicadangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan umum
masyarakat dan ada yang dikhususkan untuk fasilitas umum. Dua jenis tanah ini
mempunyai karakteristik yang berbeda, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al Mawardi dalam Kitab Al Ahkam As
Sulthaniyyah.
1)
Lahan Protektorat.
Pada jaman Rasulullah,
terdapat lahan yang dilindungi (protektorat), karena dicadangkan untuk
kepentingan umum. Terhadap lahan tersebut dilarang dihidupkan untuk dimiliki
siapapun agar tetap menjadi milik umum yang diperuntukkan tumbuhnya rumput dan
penggembalaan hewan ternak. Rasulullah melindungi Madinah dan naik gunung di
An-Naqi’, kemudian bersabda : “Ini adalah lahan yang
aku lindungi”, sambil memberi isyarat di lembah. Didalam hadits lain Rasulullah
ShalAllah Subhanawata ‘alau „Alaihi Wassalam bersabda :” Tidak ada
lahan yang dilindungi kecuali milikAllah Ta’ala dan Rasul-Nya” (Diriwayatkan
Al Bukhari dan Ahmad). Imam (Khalifah) tidak boleh memungut tarip
kepada para pemilik hewan ternak yang menggembalakan hewan ternaknya di padang
gembalaan lahan mati atau di lahan protektorat, berdasarkan sabda Rasulullah: Al
Muslimuun Syurakaa’u fii tsalatsin : fil maa’i wannaari wal kalaa’i”, Kaum muslimin itu bersekutu terhadap tiga
hal; air, api dan rumput” (Diriwayatkan oleh Abu
Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad). Lahan serupa dikenal sebagai Hima yaitu
tanah atau wilayah yang ditetapkan secara khusus oleh negara untuk kepentingan tertentu,
tidak boleh dimanfaatkan oleh kepentingan individu. Misalnya menetapkan Hima
untuk tambang, untuk padang gembalaan, sebagaimana Abu Bakar Ashidiq
rhadiyallah anhu, menetapkan Rubdzah khusus untuk menggembala unta-unta
zakat.
2)
Fasilitas Umum
Kemudian terdapat
lahan-lahan yang dicadangkan untuk sarana yang digunakan bersama sebagai
fasilitas umum. Fasilitas umum ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
a)
Fasilitas umum yang
disiapkan di padang pasir
Fasilitas umum ini berupa
antara lain rumah peristirahatan para musafir, air gratis. Orang yang paling
cepat tiba dirumah peristirahatan lebih berhak atasnya, sampai dia
meninggalkannya. Rasulullah ShalAllah Subhanawata ‘alau „Alaihi Wassalam
bersabda :”Mina adalah tempat tinggal orang yang lebih cepat datang padanya” (Diriwayatkan
Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan Ad-Darimi)
b)
Fasilitas umum yang
disiapkan di halaman rumah
Fasilitas umum yang
disediakan dirumah-rumah tersebut dengan syarat tidak membawa madharat bagi
pemiliknya. Sebaliknya harus tetap meminta ijin kepada pemiliknya jika akan
dimanfaatkan.
c)
Fasilitas umum yang
disiapkan di jalan raya atau gang.
Penggunaan fasilitas umum
ini sepenuhnya kewenangan Sultan (Khalifah), dimana sultan mempunyai dua opsi
dalam mengelola fasilitas umum tersebut.
Pertama, kewenangannya hanya sebatas melarang berbuat
madharat dalam memanfaatkan fasilitas umum tersebut.
Kedua, kewenangan mengatur pemanfaatannya atas
orang-orang yang membutuhkan fasilitas umum tersebut.
Imam Malik berkata :”jika
salah seorang dari mereka mengetahui lokasi tersebut dan ia dikenal paling
sering menggunakannya, ia lebih berhak atas lokasi tersebut daripada orang lain
untuk menghilangkan konflik. Jika mendatangkan kemaslahatan, status umum tanah
tersebut diubah menjadi hak milik orang tersebut”.
Demikian pula terhadap
kedudukan „ulama dan fuqaha di forum-forum ilmiah dan di masjid-masjid, Imam
Malik berkata : “jika salah seorang ulama mengincar salah satu tempat disalah
satu masjid, maka lebih berhak terhadap tempat tersebut. Namun sebagian fuqaha’ menyatakan hal tersebut diserahkan
sepenuhnya kepada tradisi yang berlaku dan bukan merupakan hak syar’i.
H. FATWA ULAMA MENGENAI PERTANAHAN
1)
Fatwa Syaikh
Muhammad Nashiruddin Albani rahimallah
·
Masalah :
Hukum sholat di atas tanah ghashab (dicuri).
Pendapat
Syaikh al-Albani:
Sholat di
atas tanah ghashab adalah haram berdasarkan Ijma/ sebagaimana yang dinukil
oleh an-Nawawiy (III/164). Tetapi yang menjadi
perselisihan adalah sah tidaknya sholat di atas tanah ghashab. Jumhur ulama
berpendapat, bahwa sholatnya sah. Adapun
Ahmad dan Ibnu Hazm (IV/33-36) dalam kitab 'al-Muhalla berpendapat, bahwa sholatnya batal. Dan
yang lebih dekat dengan kebenaran adalah pendapat Jumhur, sebab penghalangnya
tidak termasuk sholat, maka hal tersebut tidaklah menghalangi kesahan sholat
tersebut. Wallah Subhanawata ‘alau a'lam. (ats-Tsamaru al-Mustathab (1/396))
·
Masalah: Zakat
pertanian sesuai dengan biaya dan usaha.
Pendapat
Syaikh al-Albani:
Dari
Ibnu Umar ra, ia berkata :'Nabi saw menulis surat untuk penduduk Yaman
kepada al-Harits bin Abdu Kalal dan yang bersamanya dari kaum ma'afir dan
Hamdan : "Orang-orang mukmin wajib mengeluarkan shadaqah buah-buahan atau
hasil perkebunan yaitu sepersepuluh jika diairi oleh sumber air dan air hujan,
dan setengah sepersepuluh jika diairi dengan timba.' Dalam hadits ini ada
kaidah fiqh yang terkenal yakni perbedaan zakat pertanian sesuai dengan usaha
dan biaya. Bila pertanian diairi dengan air hujan, mata air, atau sungai, maka
zakatnya sepersepuluh. Bila pertanian diairi dengan timba, alat penyemprot air,
sumur bor, dan lainya, maka zakatnya bisa setengahnya dari sepersepuluh. Dan
zakat ini tidak mencakup semua hasil bumi. Juga tidak wajib bila jumlahnya
sedikit, tetapi zakat ini terkait dengan nishab yang sudah ditentukan oleh
sunnah. Dalam hal ini sudah banyak hadits yang menerangkannya.(ash-Shahihah
(1/225))
· Masalah : Dibolehkannya mukhabarah
yang tidak ada gharar (tipuan) didalamnya.
Pendapat Syaikh al-Albani:
Mukhabarah adalah muzara'ah (paruhan sawah atau ladang) Dalam kamus,
muzara'ah adalah muamalah dalam mengelola tanah dengan system bagi hasil.
Adapun bibit dari pihak pemilik tanah, juga dikatakan mukhabarah adalah menanam
dengan system bagi hasil separuh atau lainnya. Ada riwayat yang menyatakan
larangan mukhabarah dari jalur yang lain....dari Jabir ra yang
diriwayatkan oleh Muslim (V/18-19) dan lainnya. Tertapi larangan ini apabila dimungkinkan
ada sisi yang mengarah pada gharar dan ketidakjelasan. Bukan dari segi
penyewaan tanahnya secara mutlak walaupun dengan emas atau perak. Hal ini
berdasarkan sejumlah riwayatyang membolehkan hal-hal yang tidak ada gharar
didalamnya Lebih jelasnya silahkan lihat seperti dalam kitab 'Nail
al-Authar' dan 'Fath al-Bari' dan lainnya. Zhahir hadits ini
menunjukkan, bahwa tidak ada hak baginya atas tanah tanpa seizin pemiliknya
tersebut. Hal ini mengandung makna secara mutlak, baik tanah maupun hasil
tanamannya. Hal ini dikuatkan dengan hadits berikut "Barangsiapa
menanam di tanah suatu kaum tanpa seizinnya, maka hasilnya bukan miliknya,
tetapi dikembalikan kepadanya upahnya."(ash-Shahihah (1/203))
· Tanah Sebagai Indikasi
Tempat Untuk Kebangkitan Umat Muslim
Allah SubhanawaTa’ala
telah menghimpun (mengumpulkan dan menyatukan) bumi ini untukku, Oleh karena
itu. Aku dapat menyaksikan belahan bumi barat dan timur.Sungguh kekuasaan
umatku akan sampai ke daerah yang dikumpulkan kepadaku itu (HR. Turmudzi 2/27,
Muslim 8/171,abu dawud 4252)
Sungguh agama
islam ini akan sampai ke bumi yang dilalui oleh malam dan siang.Allah Ta’ala
tidak akan melewatkan seluruh kota dan pelosok desa, kecuali memasukkan agama
ini ke daerah itu, dengan memuliakan orang yang mulia dan merendahkan orang
yang hina. Yakni memuliakannya dengan islam dan merendahkannya dengan
kekufuran. (Albani,kitab at Tahdzir 121,Ibnu Hibban, Sahih:1631,1632,dll)
Dari Abu hurairah
berkta, rasulullah bersabda : Hari kiamat tidak akan terjadi sebelum tanah arab
menjadi tanah lapang yang banyak menghasilkan komoditas penting dan memiliki
pengairan yang memadai (Muslim3/84,Ahmad 2/703, Hakim 4/477)
Catatan syakhi
albani : berita gembira ini mulai
terealisasi dibeberapa kawasan Arab yang telah diberikan karunia Allah Ta’ala
berupa alat-alat untuk menggali sumber air dari dalam guyrun pasir. Banyak
inisiatif untuk mengalirkan air dari sungai Eufrat ke Jazirah arab. Selang
beberapa waktu kelak akan benar-benar terwujud dan bisa kita buktikan.
· PERTANYAAN :
Ada beberapa petani yang menggarap sawah lading mereka hanya
bergantung kepada curahan hujan. Apakah hasil panen tersebut ada zakatnya?
Apakah petani tersebut berbeda hukumnya dengan orang yang menggarap sawah ladangnya
dengan mesin atau alat-alat lainnya?
Jawab:
Tanaman apa pun yang disirami dengan air hujan, air
sungai, atau mata air, apakah ia berupa biji-bijian dan buah, seperti kurma,
anggur, gandum, jewawut, maka zakatnya adalah sepersepuluh. Sedangkan yang
disirami dengan mesin dan alat, maka zakatnya adalah seperlima. Sesuai dengan
hadits yang disabdakan rasulullah: Yang disirami oleh air hujan, zakatnya
adalah sepersepuluh, sedangkan yang disiram dengan hewan penarik atau alat penyemprot, zakatnya adalah seperlima.”
(Diriwayatkan Imam Al-Bukhari dalam shahihnya dari Abdullah bin Umar)
· PERTANYAAN :
Ada beberapa ladang yang menghasilkan berbagai macam
buah dan sayur -mayur. Apakah ada zakat dari hasil tersebut? Dan apa saja
tanam-tanaman yang harus dizakati?
Jawab:
Mengenai buah-buahan dan sayur-mayuran yang tidak ditimbang
dan tidak disimpan, seperti semangka, delima dan semacamnya, maka tidak ada
zakat. Kecuali jika benda-benda itu diperdagangkan, maka wajib dizakati ketika
sudah mencapai haul (satu tahun) dari ukurannya yang mencapai nisab, Sama seperti
barang-barang dagangan. Sedangkan yang wajib dizakati hanyalah biji-bijian dan
buah buahan yang ditimbang dan disimpan, seperti: kurma, zabib (anggur yang
dikeringkan), jewawut, gandum dan semisalnya. Dalilnya adalah keumuman firman
Allah yang berbunyi, Maksudnya, harta yang sudah sampai nisab itu berada
dalam genggamannya sudah satu tahun. Jadi, jika sudah sampai nisab, tapi belum
satu tahun di tangannya maka tidak wajib zakat. Allahu a`lam (pent.)
“Dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya).”
(QS. Al-An`am: 141) Juga firman-Nya, “Dirikanlah
shalat dan tunaikanlah zakat.” (QS. Al-Baqarah: 43) Juga sabda nabi shallallahu
`alaihi wasallam yang berbunyi, “Bagi
kurma dan bijian yang orang dari lima wasaq, maka tidak ada shadaqah (zakat)
nya.” (Muttafaq `alaih) Hadits di atas menunjukkan wajibnya mengeluarkan zakat
dari biji-bijian yang ditimbang dan disimpan jika sudah mencapai lima
wasaq.Juga yang menunjukkan kewajibannya, karena nabi shallallahu `alaihi
wasallam telah mengambil zakat dari biji gandum dan jewawut, sehingga hal itu
menunjukkan wajibnya zakat atas gandum dan biji-bijian yang semisalnya. Semoga
Allah memberi taufiq kepada kita semua.
(Kitab20 Fatwa
Pilihan KaryaSyaikh Muhammad Nashiruddin Albani)
2) Syaikh Ibnu Baz
Pertanyaan:
Tiga tahun yang lalu
pemerintah menghadiahkan sebidang tanah kepada saya. Sejak awal saya telah
berniat menjual tanah terse-but dengan harga yang pantas. Sebab letak tanah tersebut
kurang cocok buat saya. Pertanyaannya adalah: Apakah tanah tersebut wajib dikeluarkan
zakatnya? Jika wajib, apakah saya harus membayarkan zakatnya selama tiga tahun
sebelumnya, atau cukup satu tahun? Berilah saya fatwa semoga Allah membalas kebaikan
anda.
Jawaban:
Jika sejak awal anda
bermaksud menjualnya, maka hendaklah anda membayarkan zakatnya
dari harga tanah tersebut
jika telah genap satu tahun, terhitung sejak anda berniat menjualnya.
Berda-sarkan hadits riwayat
Abu Dawud dari Samurah bin Jundub bahwa ia berkata:
"Rasulullah
–shollallaahu’alaihi wasallam- memerintahkan kami supaya mengeluarkan zakat atas
barang-barang yang kami persiapkan untuk perniagaan." (HR. Abu Dawud, kitab az-Zakah (1562)).
Ada beberapa dalil lain
yang mendukung makna hadits di atas. Hanya Allahlah pemberi petunjuk.
Sumber:
Syaikh Ibnu Baz, Fatawa az-Zakah, disusun oleh Muhammad
al-Musnad, hal. 38. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit
Darul Haq.
3)
Fatwa MUI
A. DISKRIPSI MASALAH
Tidak bisa
dipungkiri bahwa kekayaan alam Indonesia sangat melimpah ruah. Potensi kekayaan alam
Indonesia antara lain, kekayaan hutan, lautan, BBM, emas dan barang-barang
tambang lainnya. Kawasan hutan Indonesia termasuk yang paling luas di dunia,
tanahnya subur, dan alamnya indah. Menurut laporan Walhi yang diterbitkan tahun
1993, rata-rata hasil hutan di Indonesia setiap tahunnya ketika itu adalah 2,5
miliar dolar. Kini diperkirakan mencapai sekitar 7-8 miliar dolar AS. Kekayaan
minyak Indonesia juga sangat banyak. Menurut catatan Waspada (12-11-2005),
Indonesia memiliki 60 ladang minyak (basins), 38 di antaranya telah
dieksplorasi, dengan cadangan sekitar 77 miliar barel minyak dan 332 triliun
kaki kubik (TCF) gas. Kapasitas produksinya hingga tahun 2000 baru sekitar 0,48
miliar barrel minyak dan 2,26 triliun TCF. Ini menunjukkan bahwa volume dan
kapasitas BBM sebenarnya cukup besar dan jelas sangat mampu mencukupi kebutuhan
rakyat di dalam negeri.
B. KETENTUAN HUKUM
1.
Dalam pandangan Islam, sumber daya alam (SDA) pada hakikatnya milik absolut
Allah SWT yang diamanatkan pengelolaan, pemanfaatannya dan pelestariannya
kepada manusia.
2.
SDA yang termasuk milik umum seperti air, api, padang rumput, hutan dan
barang tambang harus dikelola hanya oleh negara yang hasilnya harus
dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan dalam memenuhi kebutuhan
dasar seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan fasilitas
umum.
3.
Dalam pengelolaan, eksplorasi dan eksploitasi SDA harus memperhatikan
kelestarian alam dan linkungan serta keberlanjutan pembangunan.
4.
Pengelolaan SDA, baik yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat
diperbarui, harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
dan sosial budaya masyarakat, untuk mencapai efisiensi secara ekonomis dan
ekologis (ekoefisiensi) dengan menerapkan teknologi dan cara yang ramah
lingkungan;
5.
Penegakan hukum merupakan suatu keniscayaan dalam pengelolaan SDA untuk
menghindari perusakan SDA dan pencemaran lingkungan;
6.
Perlu senantiasa dilakukan rehabilitasi kawasan rusak dan pemeliharaan
kawasan konservasi yang sudah ada, penetapan kawasan konservasi baru di wilayah
tertentu serta peningkatan pengamanan terhadap perusakan SDA secara
partisipatif melalui kemitraan masyarakat
C. DASAR
HUKUM MENGENAI PENGELOLLAN TANAH DAN SUMBERDAYA ALAM
1) Firman Allah SWT. :
(i)
Lukman: 20
(ii) Al-Haj :65
(iii)Al-Baqarah:29
(iv)Thaha:6
(v) walaa tufsidu fil ardhi …..
(vi)walaa tabghil fasada fil
ardh…
2) Kaum Muslim berserikat
dalam tiga hal: air, padang rumput gembalaan, dan api. Harga (menjual-belikannya) adalah haram. (HR.
Ibn Majah)
3)
Hadits tentang pengelolaan lahan tidur (ihya mawat). “Barang siapa yang
mengelola lahan tidur, maka tanah tersebut menjadi miliknya” (HR Ahmad dan
Tirmizi).
4)
Menurut Ibnu Chaldun, manusia harus memanfaatkan kekayaan alam untuk
kemaslahan manusia dengan tetap menjaga kelestariannya.
5)
Abu Yusuf, Mawardi dan Abu Ya’la menegaskan agar tidak membiarkan kekayaan
alam tidak termanfaatkan (idle). Abu Yusuf mengatakan, Kepala Negara tidak
boleh membiarkan tanah yang tidak bertuan tanpa pengelolaan dan Kepala Negara
dapat menyerahkan hak pengelolaan tanah tersebut kepada rakyat (masyarakat).
6)
Ketetapan Umar bin Khattab sebagai pemerintah tentang pengelolaan lahan
yang mempercayakan kepada masyarakat dalam mengelola kekayaan alam berdasarkan
hadits tentang ihyaal mawat (pengelolaan lahan tidur)
Murojaah :
1.
Al Qur’an dan terjemahannya.
2. Kitab Taqi ad-Din karya Syaikul Islam Ibnu Taimiyah
3.
Kitab
Kasyifus Syubhat, Muhammad Bin Abdul
Wahhab-berupa copy-an yang dibahas dalam kajian di Perumahan Departemen, Keuangan Karang Tengah,
dengan pemateri ustadz Abu Qotadah hafidzullah
4.
kitab
Silsilah Hadist Sahih 1/18, Karya Syaikh
Muhammad Nashiruddin Albani
5.
Kitab
Al Ahkam As Sulthaniyyah karya Al Mawardi
6.
Kehidupan Sosial Menurut Islam, karya Mustafa Husni Assiba’i
7. Kitab 20 Fatwa
Pilihan Karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Albani
8.
Fatawa az-Zakah,karya Syaikh
Ibnu Baz
9.
Kitab Fatwa-Fatwa Terkini
Jilid 1, penerbit Darul Haq.
10.Fatwa MUI
mengenai Pengelolaan Tanah dan sumberdaya alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar