Hukum Wali Melarang Putrinya Menikah
Ulama: Syaikh Ibnu Baz
Kategori: Pernikahan
Pertanyaan:
Apabila ada seorang lelaki yang datang untuk meminang seorang gadis, akan tetapi walinya
(ayahnya) menolak dengan maksud agar puterinya tidak menikah, maka bagaimana
hukumnya?
Jawaban:
Seharusnya para wali segera mengawinkan puteri-puterinya apabila dipinang oleh laki-laki yang
setara, apalagi jika mereka juga ridha. Rasulullah –shollallaahu’alaihi wasallam- telah bersabda,
.عَرِيْضٌ وَفَسَادٌ اْلأَرْضِ فِي فِتْنَةٌ تَكُنْ تَفْعَلُوْا إِلاَّ فَزَوِّجُوْهُ وَخُلُقَهُ دِيْنَهُ تَرْضَوْنَ مَنْ إِلَيْكُمْ خَطَبَ إِذَا
"Apabila datang kepada kamu orang yang kamu ridhai agama dan akhlaknya untuk meminang
(puterimu) maka kawinkanlah ia, sebab jika tidak, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi ini
dan malapetaka yang sangat besar." (Riwayat at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Hadits ini
adalah hadits mursal, namun ada hadits lain sebagai syahidnya diriwayatkan oleh at-
Tirmidzi).
Dan tidak boleh menghalangi mereka menikah karena supaya menikah dengan lelaki lain dari
anak pamannya atau lainnya yang tidak mereka suka, ataupun karena ingin mendapat harta
kekayaan yang lebih banyak, ataupun karena untuk tujuan-tujuan murahan lainnya yang tidak
dibenarkan oleh syariat Allah dan RasulNya. Kewajiban waliul amr (ulama dan umara) adalah
menindak tegas orang yang dikenal sebagai penghalang perempuan untuk menikah dan
memperbolehkan para wali lainnya yang lebih dekat kepada sang puteri untuk menikahkannya
sebagai penegakan keadilan dan demi melindungi pemuda dan pemudi agar tidak terjerumus ke
dalam apa yang dilarang oleh Allah (zina) yang timbul karena kazhaliman dan tindakan para wali
menghalang-halangi mereka untuk menikah.
Kita memohon kepada Allah, semoga memberikan petunjukNya kepada semua dan lebih
mendahulukan kebenaran atas kepentingan nafsu.
Sumber:
Kitabud Da’wah, hal. 165, dan Fatawa Syaikh Ibnu Baz.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit Darul Haq.
Sumber: http://www.fatwa-ulama.com
Menunda Nikah Karena Masih Belajar [Kuliah]
Ulama: Syaikh Ibnu Utsaimin
Kategori: Pernikahan
Pertanyaan:
Ada suatu tradisi yang membudaya, yaitu perempuan atau orang tuanya menolak lamaran
orang yang melamarnya karena alasan ingin menyelesaikan sekolahnya di SMU atau Perguruan
Tinggi, atau bahkan karena anak (perempuan) ingin belajar beberapa tahun lagi. Bagaimana
hukum masalah ini, apa nasehat Syaikh kepada orang yang melakukan hal seperti itu, yang
kadang-kadang anak perempuan itu sampai berusia 30 tahun belum menikah?
Jawaban:
Hukumnya adalah bahwa hal seperti itu bertentangan dengan perintah Rasulullah -
shollallaahu’alaihi wasallam-, sebab beliau bersabda:
.فَزَوِّجُوْهُ وَدِيْنَهُ خُلُقَهُ تَرْضَوْنَ مَنْ أَتَاآُمْ إِذَا
"Apabila datang (melamar) kepada kamu lelaki yang kamu ridhai akhlak dan (komitmennya
kepada) agamanya, maka kawinkanlah ia (dengan puterimu)."
.لِلْفَرْجِ وَأَحْصَنُ لِلْبَصَرِ أَغَضُّ فَإِنَّهُ فَلْيَتَزَوَّجْ الْبَاءةَ مِنْكُمُ اسْتَطَاعَ مَنِ الشَّبَابِ مَعْشَرَ يَا
"Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kamu mempunyai kemampuan, maka
menikahlah, karena menikah itu lebih dapat menahan pandangan mata dan lebih menjaga
kehormatan diri."
Tidak mau menikah itu berarti menyia-nyiakan maslahat pernikahan. Maka nasehat saya
kepada saudara-saudaraku kaum Muslimin, terutama mereka yang menjadi wali bagi puteriputerinya
dan saudari-saudariku kaum Muslimat, hendaklah tidak menolak nikah (perkawinan)
dengan alasan ingin menyelesaikan studi atau ingin mengajar. Perempuan bisa saja minta syarat
kepada calon suami, seperti mau dinikahi tetapi dengan syarat tetap diperbolehkan belajar
(meneruskan studi) hingga selesai, demikian pula (kalau sebagai guru) mau dinikahi dengan
syarat tetap menjadi guru sampai satu atau dua tahun, selagi belum sibuk dengan anak-anaknya.
Yang demikian itu boleh-boleh saja, akan tetapi adanya perempuan yang mempelajari ilmu
pengetahuan di Perguruan Tinggi yang tidak kita butuhkan adalah merupakan masalah yang
masih perlu dikaji ulang. Menurut pendapat saya bahwa apabila perempuan telah tamat sekolah
Tingkat Dasar (SD) dan mampu membaca dan menulis, dengannya ia dapat membaca al-Qur'an
dan tafsirnya, dapat membaca hadits dan penjelasannya (syarahnya), maka hal itu sudah cukup,
kecuali kalau untuk mendalami suatu disiplin ilmu yang memang dibutuhkan oleh ummat,
seperti kedokteran (kebidanan, pent) dan lainnya, apabila di dalam studinya tidak terdapat
sesuatu yang terlarang, seperti ikhtilat (campur baur dengan laki-laki) atau hal lainnya.
Sumber:
As’ilah Muhimmah ajaba ‘anha Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 26-27.
Sumber: http://www.fatwa-ulama.com
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit Darul Haq.
Sumber: http://www.fatwa-ulama.com
Melihat Perempuan Yang Dilamar
Ulama: Syaikh Ibnu Baz
Kategori: Pernikahan
Pertanyaan:
Di antara faktor penyebab perceraian (thalak), wahai Syaikh yang terhormat, adalah suami
tidak melihat isterinya sebelum menikah dengannya, padahal agama kita, Dienul Islam
membolehkan hal itu kepada kita. Apa komentar Syaikh terhadap topik ini?
Jawaban:
Tidak diragukan lagi bahwa tidak melihat calon isteri sebelum menikahinya kadang-kadang
menjadi salah satu sebab pemicu per-ceraian apabila ternyata suami menemukannya tidak
seperti yang diberitakan kepadanya. Maka dari itu Allah -subhanahu wata’ala- mensyariatkan
bagi calon suami melihat perempuan (yang akan dinikahinya) sebelum pernikahan terjadi,
selama hal itu bisa dilakukan. Rasulullah -shollallaahu’alaihi wasallam- ber-sabda,
.بَيْنَهُمَا يُؤْدَمَ أَنْ أَحْرَى فَإِنَّهُ فَلْيَفْعَلْ نِكَاحِهَا إِلَى يَدْعُوْهُ مَا إِلَى يَنْظُرَ أَنْ اسْتَطَاعَ فَإِنِ الْمَرْأَةَ أَحَدُآُمُ خَطَبَ إِذَا
"Apabila seorang dari kalian meminang perempuan, maka jika memungkinkan melihat
kepada apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah, sebab yang
demikian itu lebih bisa menjamin kelanggengan hubungan di antara mereka berdua."
Hadits tersebut dinilai shahih oleh al-Hakim yang bersumber dari hadits Jabir y. Imam Ahmad,
at-Tirmidzi, an-Nasa'i dan Ibnu Majah telah meriwayatkan dari sumber al-Mughirah bin
Syu'bah y., bahwasanya (ketika) ia meminang seorang perempuan, Rasulullah -
shollallaahu’alaihi wasallam- bersabda,
بَيْنَكُمَا يُؤْدَمَ أَنْ أَحْرَى فَإِنَّهُ إِلَيْهَا اُنْظُرْ
"Lihatlah dia, karena yang demikian itu lebih bisa menjamin kelang-gengan hubungan di
antara kalian berdua."
Imam Muslim meriwayatkan juga di dalam Shahihnya hadits yang bersumber dari Abu
Hurairah y., bahwasanya ada seorang le-laki menceritakan kepada Rasulullah -shollallaahu’alaihi
wasallam- bahwasanya ia telah meminang seorang perempuan, maka Rasulullah -
shollallaahu’alaihi wasallam- bersabda kepadanya, "Apakah engkau telah melihatnya."
Hadits-hadits di atas dan hadits lain yang semakna dengannya, semua menunjukkan dibolehkan
(bagi laki-laki) melihat perempuan yang dipinangnya sebelum akad nikah terlanjur dilaksanakan,
karena yang demikian itu lebih menguatkan hubungan dan akan lebih baik akibatnya di
kemudian hari. Itu merupakan bagian dari keindahan Syariat Islam yang datang dengan
membawa segala apa yang menjadi maslahat dan kebaikan bagi seluruh manusia dan
kebahagiaan bagi masyarakat baik di dunia maupun di akhirat kelak. Mahasuci Allah yang
telah mensyariatkan dan menjelaskannya serta menjadikannya bagaikan bahtera Nabi Nuh
Sumber: http://www.fatwa-ulama.com
yang siapa saja yang ikut mengendarai-nya pasti selamat dan siapa yang keluar darinya pasti
binasa.
Sumber:
Fatwa Syaikh Ibnu Baz dimuat di dalam Majalah al-Da’wah, tanggal 4/4/1410.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit Darul Haq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar