Menurut syari’at Islam yang mulia,
anak-anak tidak dikenai beban syari’at selagi dia belum baligh. Namun mereka
harus dididik dan dilatih sejak masa anak-anak agar menjadi terbiasa
melakukan syari’at ketika telah dewasa.Apabila syari’at memerintahkan para
orang tua dan wali agar memerintah anak-anak mereka untuk menunaikan sholat,
maka wajib bagi orang tua dan para murobbi untuk mengajarkan kepada mereka
perihal thoharoh sesuai dengan thoharohnya Rasulullah shalallahu alaihi
wassalam, menjelaskan kepada mereka sifat wudhu Nabi shalallahu alaihi
wassalam, syarat sah, rukun-rukunnya dan hal-hal yang membatalkannya.
|
Demikian pula harus mengajarkan tata
cara sholat sesuai degan sholat Rasulullah shalallahu alaihi wassalam karena
sabda beliau:
|
“ Tunaikanlah sholat seperti kalian melihat
aku sholat “.1
|
Hendaknya anak diajari teori sekaligus
praktiknya dengan diajak memperhatikan tata cara berwudhu dan sholat bapak
ibunya atau mengajaknya melakukan sholat dan berdiri di samping orang tuanya
untuk mengambil secara langsung tata cara sholat yang benar.
|
Ini mengingatkan orang tua, para murobbi dan
para guru TK dan SD agar mengajarkan do’a dan dzikir-dzikir dalam wudhu dan
sholat sebelum yang lainnya. Hal ini perlu kita perhatikan sebab sebagian
guru ada yang lebih mendahulukan do’a dan dzikir yang lain, seperti do’a
berpakaian atau yang lainnya, daripada do’a dan dzikir dalam wudhu dan
sholat.
|
Sistem pengajaran seperti itu tentu salah
bila ditinjau dari sisi ini, sebab syari’at belum memerintahkannya. Dan
jikalau anak mengamalkannya pun tidak terlalu berarti bila dibandingkan
dengan do’a dalam wudhu dan sholat yang dituntut untuk dihafal dan diamalkan
setelah mencapai usia 7 tahun, sebagaimana anjuran Rasulullah shallahu alaihi
wassalam. Bila bisa didapat kedua-duanya tentu lebih baik.
|
POKOK – POKOK PENGAJARAN SHOLAT
|
Pokok-pokok pengajaran yang harus
diberikan kepada anak berkaitan dengan masalah sholat adalah sebagai berikut:
|
-
Ilmu tentang syarat sahnya sholat, rukun, wajib dan sunnah-sunnahnya.
|
- Tata cara pelaksanaanya dari takbirotul
ihrom hingga salam, meliputi gerakan-gerakannya, bacaan dan dzikir-dzikirnya,
jumlah gerakan atau jumlah bacaan dan dzikir.
|
-
Sifat-sifat gerakan, seperti sifat tangan atau jari-jari tangan ketika
takbirotul ihrom atau ketika posisi yang lainnya, apakah dengan menggenggam
jari-jari atau dengan membuka dan rapat, ataukah membuka dengan merenggangkan
jari-jari lurus ke atas atau melengkung ke bawah.
|
-
Sifat bacaannya, antara yang sir dan yang jahr, juga panjang pendeknya
suatu gerakan dan bacaan, seperti gerakan tangan ketika takbirotul ihrom
apakah perlahan-lahan hingga beberapa menit baru sampai ke bahu dan daun
telinga ataukah bagaimana. Demikian juga dengan bacaan-bacaannya, misalnya
apakah melafazhkan takbir dengan bacaan panjang seperti “ Allooooohuuuuu
Akbaaaaar “ ataukah tidak.
|
-
Mengajarkan yang shohih dari Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan
meninggalkan yang tidak shohih.
|
-
Mengajarkan nama-nama sholat dan waktu-waktunya serta bilangan
roka’atnya.
|
-
Mengajarkan tata cara berpakaian yang wajar di dalam sholat.
|
-
Menanamkan akidah ( keyakinan ) bahwa orang yang sholat itu sedang
menghadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka, apabila kita menghadap kepala desa
atau orang kaya saja tidak boleh bermain-main, tentunya menghadap Alloh, Sang
Penguasa langit dan bumi dan seluruh alam semesta, lebih sangat tidak layak
untuk bermain-main.
|
-
Mengajarkan syarat syahnya sholat yang paling utama, yaitu thoharoh
dan berwudhu, hal ini meliputi:
|
a. Tata cara membersihkan najis tinja dan
kencing sehingga benar-benar suci dan tidak membawa najis dalam sholat.
Mengenalkan kepada mereka benda-benda yang najis agar mereka jauhi, terutama
ketika sholat.
|
b. Mengajarkan tata cara berwudhu,
dzikir sebelum dan sesudahnya, tata cara penggunaan air yang sesuai dengan
sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, tidak boleh boros sekalipun
banyak air, urut-urutannya dan bilangan-bilangannya.
|
c. Tata cara membasuh, apakah membasuh
dengan menyiramkan air ataukah cukup dengan mengusap tanpa menyiramkan air.
Juga menjelaskan tentang sifat membasuh dan mengusap.
|
d. Mengajarkan kepada mereka
anggota-anggota wudhu dan hal-hal yang berkaitan dengannya, apakah yang
penting anggota wudhu tersebut terkena air sehingga cukup dicelupkan ke dalam
air ataukah harus diusap da diratakan dengan tangan.
|
e.
Mengajarkan kepada mereka batas-baras anggota wudhu, dari mana hingga
ke mana.
|
f.
Mengajarkan kepada mereka tata cara adzan dan iqomat, lafazh-lafazhnya
dan bagaimana menjawab jika mendengar adzan dan do’a sesudah adzan bagi yang
mendengar. Juga tentang tata cara melafazhkannya, yaitu tidak boleh
berlebihan dengan memanjangkan lafazh yang seharusnya pendek atau sebaliknya,
atau lafazh yang panjang dilebihkan dari kadarnya sehingga terlalu panjang,
atau dengan merusak lafazah, seperti “ Allohu Akbar “ menjadi “ Aulohuu
Akbaruu “.
|
g. Mengajarkan kepada mereka tentang
batas-batas aurat dalam sholat, sebab aurat itu ada 2: aurat yang
berkaitan dengan pandangan mata dan aurat yang berkaitan dengan
hak Alloh. Atau dengan istilah lain, berbeda antara aurat di luar
sholat dengan aurat di dalam sholat. Contoh, anak kecil yang belum baligh tidak
ada auratnya sehubungan dengan pandangan mata, meski begitu ia tidak boleh
menunaikan sholat dalam keadaan telanjang. Nabi shalallahu alaihi wassalam
bersabda:
|
“ Janganlah salah seorang diantara
kalian melakukan sholat dengan mengenakan satu pakaian saja, yang ( dengan
begitu ) kedua pundaknya tidak tertutup “.2
|
Sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam
lainnya:
|
PENTINGNYA KETELADANAN
|
Semua orang sepakat bahwa mengajar
dengan praktik dan memberi contoh secara langsung jauh lebih berpengaruh
positif pada pemahaman anak daripada hanya teori semata. Karena itulah
hendaknya para murobbi tidak lalai dari manhaj ta’lim ( metode pengajaran ) ini
sebab inilah yang dicontohkan Nabi shalallahu alaihi wassalam dan para
sahabatnya.
|
Suatu ketika, Ustman bin Affan radiyallahu
anhu meminta air wudhu dan mengajak para sahabat untuk memperhatikan cara
wudhu beliau dari awal hingga akhir lalu berkata, “ Seperti inilah aku
melihat Nabi shalallahu alaihi wassalam berwudhu “.
|
Dalam kisah yang lain, salah seorang sahabat
pernah mempraktikkan sholat dari awal hingga akhir dihadapan para sahabat
yang lain, seraya mengatakan, “ Kemarilah kalian! Akan aku perlihatkan
kepada kalian sifat sholat Nabi shalallahu alaihi wassalam “.
|
Rosulullah shalallahu alaihi wassalam
terkadang juga melakukan sholat ( sebagai imam ) dengan berdiri dan ruku’
diatas mimbar untuk memperlihatkan sholatnya kepada para sahabat, beliau
mengatakan, “ Aku melakukan ini agar kalian mengikutiku dan mengetahui
sholatku”.
|
Contoh metode pengajaran seperti ini sangat
sering diterapkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan para
sahabatnya. Demikian itu karena teori semata sulit untuk dipahami dan
membutuhkan waktu yang lama bahkan mudah terlupakan, berbeda dengan apa yang
dialami dan dilihat secara langsung. Ini berarti orang tua dan para pendidik
tidak cukup hanya menyediakan buku-buku bacaan seputar wudhu dan sholat atau
hanya memerintahkan anak untuk melakukan sholat, namun mereka juga dituntut
untuk memberikan keteladanan berupa praktik amali di hadapan anak-anak mereka
seperti yang dicontohkan Rosululloh shalallahu alaihi wassalam, sebaik-baik
pendidik, dan para sahabat beliau.
|
MENGAJARKAN
SHOLAT YANG BENAR
|
Para pendidik dan orang tua harus mengajarkan sholat yang benar kepada
anak-anak mereka. Sholat yang benar artinya sholat yang sesuai dengan sholat
Rosululloh shalallahu alaihi wassalam, sebagaimana sabda beliau diatas. Oleh
karena itu, sebelum melakukan pengajaran, para pendidik harus memiliki ilmu
tentang sifat sholat Nabi shalallahu alaihi wassalam dan tidak cukup dengan
mengikuti sholat kebanyakan orang zaman sekarang, sebab diantara mereka masih
banyak yang melakukan bid’ah dalam sholat, baik dengan mengurangi atau
menambahi sebagaian dari sholat mereka yang tidak ada contohnya dari
Rosululloh shalallahu alaihi wassalam. Padahal sholat merupakan amal yang
paling utama yang pelakunya sangat berharap agar sholatnya bisa diterima oleh
Alloh, sementara Alloh tidak akan menerima sebuah amal kecuali yang ikhlas
karena Alloh semata dan sesuai dengan sunnah ( petunjuk / contoh ) dari
Rosululloh shalallahu alaihi wassalam.
|
TIDAK MENDIAMKAN KESALAHAN
|
Sebagian orang beranggapan bahwa tidak
mengapa membiarkan anak sholat dalam keadaan tidak benar, toh juga masih
anak-anak, misalnya membiarkan anak sholat tanpa berwudhu atau berwudhu hanya
dengan membasuh telapak tangan, wajah dan kaki saja dengan alasan bahwa anak
masih kecil dan belum baligh. Anggapan ini jelas salah. Perlu diketahui bahwa
meskipun hukum-hukum syari’at belum berlaku bagi anak, namun Allah Subhanahu
Wata’ala memerintahkan dan memberi beban kepada para wali untuk memberlakukan
hukum-hukum syari’at kepada anak-anak mereka. Anggapan yang salah ini jelas
bertentangan dengan perintah Rosululloh shalallahu alaihi wassalam:
|
“ Perintahkan anak-anak kalian untuk
menunaikan sholat ketika mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka jika
meninggalkannya ketika mereka telah berusia 10 tahun “.4
|
Maksud dari perintah Rosululloh tersebut
adalah agar para orang tua menyuruh anak-anaknya untuk thoharoh dan berwudhu
dengan sempurna, berpakaian menutup aurat dan pundak, berdiri menghadap
kiblat, di tempat yang tidak haram untuk sholat di dalamnya, melakukan tata
cara sholat dari takbirotul ihrom hingga salam lengkap dengan rukun-rukunnya,
fardhu dan sunnah-sunnahnya.
|
Rosululloh pernah melakukan sholat malam,
lalu Abdulloh bin Abbas datang mengikuti dan berdiri di sebelah kiri beliau.
Maka beliau shalallahu alaihi wassalam memutarnya dari arah kiri lewat
belakang kea rah kanan beliau5
|
Pernah salah seorang Arab Badui datang ke
masjid lalu melakukan sholat. Setelah selesai dari sholatnya, Rosululloh
shalallahu alaihi wassalam mengatakan,
|
“ Ulangi sholatmu, karena sesungguhnya
engkau belum sholat “. Maka orang tersebut mengulangi sholatnya seperti
sholatnya yang semula hingga 3 kali, sampai akhirnya orang itu berkata, “
Wahai Rosululloh, ajarilah aku sholat, sebab aku tidak bisa sholat kecuali
dengan cara yang seperti ini ( yakni sholat dengan gerakan yang sangat cepat,
tanpa thuma’ninah ). Maka Rosululloh shalallahu alaihi wassalam mengajarinya
sholat seraya menyampaikan bahwa wajib baginya untuk thuma’ninah pada setiap
gerakan sholat.
|
Rosululloh shalallahu alaihi wassalam
menganggap sholat orang ini batal karena meninggalkan salah satu rukun
sholat, yaitu thuma’ninah. Sholat yang dianggap batal oleh Nabi shalallahu
alaihi wassalam yang dilakukan oleh orang ini banyak sekali dilakukan oleh
anak-anak.6Sehingga kewajiban para orang
tua dan para pendidik adalah membenarkan sholat mereka yang masih salah ini.
|
Catatan kaki:
|
*diketik ulang oleh Humaira Ummu Abdillah dari Majalah al-Mawaddah, Edisi ke-12 Tahun Ke-2,Rajab 1430 H/ Juli 2009, Rubrik: Yaa Bunayya, Oleh : Ustadz Abdur Rohman al-Buthoni, halaman : 34-36*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar