13 Januari 2012

Hukum Makan Daging Yang Tidak Diketahui Apakah Disembelih Dengan Menyebut Nama Allah Ataukah Tidak? Dan Hukum Bergaul dengan Orang-orang Kafir

Ulama : Syaikh Ibnu Utsaimin
Kategori : Sembelihan

Pertanyaan:
Apa yang kita lakukan apabila dihidangkan kepada kita daging untuk dimakan
sedangkan kita tidak tahu apakah disembelih atas nama Allah atau tidak? Bagaimana
pendapat Syaikh tentang bergaul dengan kaum kafir?
Jawaban:
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari yang bersumber dari Aisyah -rodliallaahu'anha-:
"Bahwasanya ada suatu kaum yang berkata kepada Nabi -shollallaahu'alaihi
wasallam-, Sesungguhnyaada satu kelompok manusia yang datang kepada kami dengan
membawa daging, kami tidak tahu apakah disembelih atas nama Allah ataukah tidak?
Maka beliau menjawab: "Sebutlah nama Allah oleh kamu atasnya dan makanlah."
Aisyah menjawab, "Mereka pada saat itu masih baru meninggalkan kekufuran."
(Riwayat Imam al-Bukhari, Hadits no. 2057)
Maksudnya, mereka baru masuk Islam. Dan orang seperti mereka kadang-kadang tidak
banyak mengetahui hukum-hukum secara rinci yang hanya diketahui oleh orang-orang
yang sudah lama tinggal bersama kaum Muslimin. Namun begitu, Rasulullah -
sholallaahu'alaihi wasallam- mengajarkan kepada mereka (para penanya) agar pekerjaan
mereka diselesaikan oleh mereka sendiri, seraya bersabda: "Sebutlah nama Allah oleh
kamu atasnya", yang maksudnya adalah: Bacalah Bismillah atas makanan itu lalu
makanlah.
Adapun apa yang dilakukan oleh orang selain anda, dari orang-orang yang perbuatannya
dianggap sah, maka harus diyakini sah, tidak boleh dipertanyakan. Sebab
mempertanyakannya termasuk sikap berlebihan. Kalau sekiranya kita mengharuskan
diri kita untuk mempertanyakan tentang hal seperti itu, maka kita telah mempersulit diri
kita sendiri, karena adanya kemungkinan setiap makanan yang diberikan kepada kita itu
tidak mubah (tidak boleh), padahal siapa saja yang mengajak anda untuk makan, maka
boleh jadi makanan itu adahal hasil ghashab (mengambil tanpa diketahui pemiliknya)
atau hasil curian, dan boleh jadi berasal dari uang yang haram, dan boleh jadi daging
yang ada di makanan tidak disebutkan nama Allah (waktu disembelih). Maka termasuk
dari rahmat Allah kepada hamba-hambaNya adalah bahwasanya suatu perbuatan,
apabila datangnya dari ahlinya, maka jelas ia mengerjakannya secara sempurna hingga
bersih dari dzimmah (beban) dan tidak perlu menimbulkan kesulitan bagi orang lain.
Adapun pertanyaan mengenai pergaulan dengan orang-orang kafir, kalau dari pergaulan
itu bisa diharapkan masuk Islam setelah ditawarkan kepadanya, dijelaskan keunggulankeunggulannya
dan keutamaannya, maka boleh-boleh saja bergaul dengan mereka untuk
mengajak mereka masuk Islam. Jika seseorang sudah melihat tidak ada harapan dari
orang-orang kafir itu untuk masuk Islam, maka hendaknya jangan bergaul dengan
mereka, karena bergaul dengan mereka akan menimbulkan dosa, karena pergaulan itu
sendiri menghilangkan ghirah (kecemburuan) dan sensifitas (terhadap agama), bahkan
barangkali bisa menimbulkan rasa cinta dan kasih sayang kepada mereka, kaum kuffar.
Allah -subhanahu wata'ala- telah berfirman,
Sumber: http://www.fatwa-ulama.com
"Kamu tidak akan mendapat sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan
RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak atau saudarasaudara
ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah
menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan
pertolongan dariNya." (Al-Mujadilah: 22).
Berkasih sayang kepada musuh-musuh Allah, mencintai dan loyal kepada mereka
adalah sangat bertentangan dengan apa yang menjadi kewajiban bagi seorang Muslim.
Sebab Allah -subhanahu wata'ala- telah melarang akan hal itu, seraya berfirman,
"Wahai orang-orang yang berfirman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi
dan nashrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebab sebagian mereka adalah
pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka
menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim." (Al-
Ma'idah: 51).
Dan firmanNya,
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-musuhKu, dan
musuh-musuh kamu menjadi teman-teman setia(mu) yang kamu sampaikan kepada
mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya
mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu." (Al-Mumtahanah: 1).
Dan sudah tidak diragukan lagi bahwa setiap orang kafir adalah musuh Allah dan
musuh kaum beriman. Allah telah berfirman,
"Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikatNya, rasul-rasulNya, Jibril
dan Mika'il, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir." (Al-Baqarah:
98).
Maka tidak sepantasnya bagi seorang yang beriman bergaul dengan musuh-musuh
Allah, berbelaskasih dan mencintai mereka, karena mengandung banyak bahaya besar
atas agama dan manhajnya.
Rujukan:
Ibnu Utsaimin: Fatawa nur 'alad darbi.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, hal. 397-399, penerbit Darul Haq.

Tidak Sepantasnya Menanyakan Teknis Penyembelihan Hewan Ternak dan Ayam

Ulama : Syaikh Ibnu Utsaimin
Kategori : Sembelihan
Pertanyaan:
Pada suatu hari saya mengundang beberapa sahabat dan rekan kerja saya makan
siang. Tatkala mereka datang, saya sajikan hidangan makan siang untuk mereka yang
di dalamnya ada ayam panggang yang kami masak sendiri di rumah. Saya ditanya oleh
salah seorang dari mereka yang dikenal dengan komitmennya kepada agama, apakah
ayam panggang ini produk dalam negeri atau impor? Maka saya jelaskan bahwasanya
ayam tersebut import dan kalau tidak keliru berasal dari Prancis. Maka orang itu tidak
mau memakannya. Saya bertanya kepadanya, kenapa? Ia jawab dengan mengatakan,
ini haram! Maka saya katakan: Dari mana anda mengambil kesimpulan ini? Ia
menjawab dengan mengatakan: Saya dengar dari sebagian masyayikh (ulama) yang
berpendapat demikian. Maka saya berharap penjelasan hukum syar'i yang sebenarnya
di dalam masalah ini dari Syaikh yang terhormat.
Jawaban:
Ayam impor dari negara asing, yakni non muslim, jika yang menyembelihnya adalah
ahlu kitab, yaitu Yahudi atau Nasrani maka boleh dimakan dan tidak sepantasnya
dipertanyakan bagaimana cara penyembelihannya atau apakah disembelih atas nama
Allah atau tidak? Yang demikian itu karena Nabi -sholallaahu'alaihi wasallam- pernah
makan daging domba yang dihadiahkan oleh seorang perempuan Yahudi kepadanya di
Khaibar (Muttafaq 'Alaih), dan beliau juga memakan makanan ketika beliau diundang
oleh seorang Yahudi, yang di dalam makan itu ada sepotong gajih (Imam Al-Bukhari.
Lihat pula Fathul Bari tentang masalah ini, apakah orang Yahudi yang mengundang
beliau ataukah Anas yang menghidangkannya, ataukah orang Yahudi itu yang
menyuruh Anas untuk mengundangnya, sebagaimana di dalam riwayat yang lain.) dan
beliau tidak menanyakan bagaimana mereka menyembelihnya atau apakah disembelih
dengan menyebut nama Allah atau tidak?!
Di dalam Shahih Bukhari diriwayatkan: "Bahwasanya ada sekelompok orang berkata
kepada Nabi -sholallaahu'alaihi wasallam-. Sesungguhnya ada suatu kaum yang datang
kepada kami dengan membawa daging, kami tidak tahu apakah disembelih atas nama
Allah atau tidak. Maka beliau menjawab, "Bacalah bismillah atasnya oleh kamu dan
makanlah." Aisyah -rodhiallaahu'anhu- berkata: Mereka pada saat itu masih baru
meninggalkan kekafiran.
Di dalam hadits-hadits di atas terdapat dalil yang menunjukkan bahwa tidak selayaknya
(bagi kita) mempertanyakan tentang bagaimana sebenarnya penyembelihannya jika
yang melakukannya orang yang diakui kewenangannya. Ini adalah merupakan hikmah
dari Allah dan kemudahan dariNya; sebab jika manusia dituntut untuk menggali syaratsyarat
mengenai wewenang yang sah yang mereka terima, niscaya hal itu akan
menimbulkan kesulitan dan membebani diri sehingga menyebabkan syariat ini menjadi
syariat yang sulit dan memberatkan.
Adapun kalau hewan potong itu datang dari negara asing dan orang yang melakukan
penyembelihannya adalah orang yang tidak halal sembelihannya, seperti orang-orang
majusi dan penyembah berhala serta orang-orang yang tidak menganut ajaran suatu
agama (atheis), maka ia tidak boleh dimakan, sebab Allah -subhanahu wata'ala- tidak
Sumber: http://www.fatwa-ulama.com
membolehkan sembelihan selain kaum Muslimin, kecuali orang-orang ahlu kitab yaitu
Yahudi dan Nasrani. Apabila kita meragukan orang yang menyembelihnya, apakah
berasal dari orang yang halal sembelihannya ataukah tidak, maka yang demikian itu
tidak apa-apa.
Para Fuqaha (ahli fiqih) berkata: "Apabila anda menemukan sembelihan dibuang di
suatu tempat yang sembelihan mayoritas penduduknya halal, maka sembelihan itu
halal", hanya saja dalam kondisi seperti ini kita harus menghindari dan mencari
makanan yang tidak ada keraguannya. Sebagai contoh: Kalau ada daging yang berasal
dari orang-orang yang halal sembelihannya, lalu sebagian mereka ada yang
menyembelih secara syar'i dan pemotongan benar-benar dilakukan dengan benda tajam,
bukan dengan kuku atau gigi; dan sebagian lagi ada yang menyembelih secara tidak
syar'i, sedangkan mayoritas yang berlaku adalah penyembelihan secara sysar'i, maka
tidak apa memakan sembelihan yang berasal dari tempat itu bersandarkan kepada yang
mayoritas, akan tetapi sebaiknya menghindarinya karena sikap hati-hati.
Rujukan:
Ibnu Utsaimin: Majalah Al-Muslimun, edisi 2.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, hal 400-401, Penerbit Darul Haq

Tidak ada komentar: