Hati orang tua mana yang tidak kecewa, bila si
buah hati menjadi anak yang penakut. Kalau ketakutan si anak masih dalam batas
wajar, misalnya takut terhadap binatang yang lebih besar badannya dari dirinya,
atau takut terhadap binatang yang menjijikkan, terhadap orang-orang asing yang
belum dikenalnya; semua itu tidaklah menjadi masalah besar dalam pendidikan
pribadi anak. Tetapi takut terhadap kegelapan dan takut
hantu, hal ini bisa berakibat fatal bagi pembentukan pribadi
anak, bila tidak ditangani sedini mungkin. Bukankah kita menginginkan agar
anak-anak menjadi manusia mukmin dan mukminah yang kuat imannya, mampu
mengemban amanah ubudiyyah
lillahi wahdah (beribadah kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala semata) dengan tauhid dan
tidak takut kepada siapapun, kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata
serta tidak takut celaan manusia?
Marilah
kita cermati, mengapa anak-anak menjadi takut hantu dan bagaimana dampak
negatifnya. Pada dasarnya, anak terlahir dengan tidak mempunyai rasa takut
terhadap segala sesuatu. Setelah dia tumbuh seiring dengan perkembangannya
mengenal lingkungan, bertambahlah pengalamannya. Ada yang takut berjalan karena
pernah jatuh. Ada yang takut naik becak, karena pernah melihat becak terguling
bersama tukang becak dan penumpangnya. Demikian pula anak yang takut hantu. Dia
menjadi takut hantu karena mendapat informasi tentang hantu, baik dari
temannya, kerabatnya, orang tuanya sendiri atau informasi lainnya.
Dewasa
ini berbagai media informasi, semisal televisi, radio, buku bacaan, VCD dan
yang lainnya, marak dengan cerita-cerita misteri dan seram. Mereka semua menebar
kerusakan hanya demi mengeruk keuntungan, tanpa memperdulikan dampak buruk bagi
mental bangsa. Siapapun orangnya, tanpa terkecuali orang dewasa, terlebih lagi
anak-anak, bila sering dicekoki dengan cerita-cerita bertema syetan dan cerita
seram lainnya, akan tertanam pada dirinya jiwa penakut. Hal ini tidaklah
mengherankan, mengingat ia selalu menerima informasi yang berupa bisikan syetan
dan perasaan was-was. Padahal kita selaku mukmin diperintahkan untuk selalu
berlindung kepada Allah k dari godaan syetan. Nabi besabda,
إِنَّ
الشَيْطَانَ يَجْرِيْ مِنِ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ
Sesungguhnya syetan itu
mengalir pada Bani Adam pada aliran darahnya.[1]
Rasa takut yang mencekam terhadap hantu dan
syetan, bisa menjadi syirik akbar, yang mengeluarkan pelakunya dari Islam, bila
membawa manusia bersikap beribadah kepada selain AllahSubhanahu wa Ta’ala. Misalnya, karena takut
syetan, seseorang mengucapkan mantera untuk jin, yang biasanya mantera ini
didapat dari dukun atau biasa disebut dengan “orang pintar” padahal sok pintar.
Atau ia menggantung jimat di badannya, di rumahnya, di kendaraanya dan
lain-lain, dengan keyakinan bahwa jimat tersebut dapat menolak bala dan bahaya.
Adapun bila rasa takut (yang sebenarnya tidak beralasan itu) tidak membawa
kepada beribadah (apapun bentuknya) kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, yakni hanya ketakutan
dan cekaman rasa was-was, maka hal ini bertolak belakang dengan ajaran Islam,
yang memerintahkan kita untuk tidak takut kepada selain Allah, mengurangi
kesempurnaan tauhid dan
merupakan sifat pengecut yang tercela.[2]
MENANGGULANGI SIFAT TAKUT
HANTU PADA ANAK
Setelah
memahami penyebab rasa takut pada anak, maka kita bisa mengambil kesimpulan,
sebagai solusi untuk membasmi rasa takut tersebut. Di antaranya sebagai
berikut:
· Menanamkan tauhid dan
keimanan pada anak.
Orang tua atau pendidik harus menjelaskan
kepada anak, bahwa tidak ada kekuatan yang paling kuat, kecuali kekuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seluruh makhluk,
termasuk jin dan syetan berada di bawah pengaturan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bila Allah Subhanahu wa Ta’ala mentaqdirkan
seseorang selamat, maka meskipun segenap jin dan menusia mengerahkan upayanya
untuk mencelakakan, ia tidak akan celaka. Sebaliknya bila Allah Subhanahu wa Ta’ala mentaqdirkan
seseorang celaka, ia akan celaka, walaupun segenap upaya dikerahkan untuk
menyelamatkannya. Karena itu tidak perlu takut terhadap jin, hantu, bahkan pada
perampok, pembunuh atau dukun santet. Ingatlah selalu pesan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
Ibnu Abbas berikut ini:
وَ اعْلَمْ أَنَّ الأمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى
أنْ يَنْفَعُوْكَ بِشِيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ
لَكَ وَ إنِ اجْتَمَعُوْا علَى أنْ يَضُرُّوْكَ بِشِيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ
إلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ. رُفِعَتِ الأقْلاَمُ وَ جَفَّتِ
الصُحُفُ
Ketahuilah,
seandainya ummat bersatu untuk memberimu manfaat, tidaklah mereka itu akan bisa
memberimu manfaat kecuali sesuatu yang memang telah Allah tetapkan untukmu. Dan
bila mereka bersatu untuk memberimu suatu kecelakaan, mereka tidak akan bisa
mencelakaknmu dengan sesuatupun kecuali sesuatu yang memang telah Allah
tetapkan kecelakaan untukmu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran
telah kering”. [3]
· Ajarkan wirid dan do’a
yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Doa dan wirid adalah senjata dan perisai bagi
seorang mukmin. Karena jin, syetan serta para penjahat adalah makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka kita harus berdo’a
kepada Allah Subhanahu wa
Ta’alaagar menghindarkan kita dari ganguan mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengajarkan kepada ummat Beliau do’a dan wirid sehari-hari. Wirid pagi dan
sore, do’a keluar masuk rumah, do’a mendengar lolongan anjing, do’a masuk WC,
do’a singgah di suatu tempat dan lain-lain. Para orang tua dan pendidik
seharusnya mengajarkan do’a-do’a tersebut dengan penuh kesungguhan.
· Sebisa mungkin jauhkanlah
anak-anak dari cerita-cerita hantu, pembunuhan dan cerita misteri yang
semisalnya. Gantilah semua itu dengan cerita-cerita kepahlawanan para
mujahidin, keberanian Nabi dan para sahabat Beliau. Mereka semua tidak gentar
melawan orang-orang kafir dengan segala tipu dayanya.
Ada satu kisah teladan yang sangat menarik.
Pernah satu ketika seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengendap-endap
di belakang seorang tukang sihir yang dengan bangganya memperagakan tipuan
sulap sihirnya di hadapan para pejabat dan khalayak ramai. Setelah dekat, ia
menghunus pedang dan memenggal kepala tukang sihir itu sambil mengucapkan,
حَدُّ السَّاحِرُ ضَرْبَةً
بِالسَّيْفِ
“Hukuman bagi tukang
sihir adalah dipenggal dengan pedang”. Kemudian sahabat tersebut berujar
kembali,”Bila ia memang benar, silahkan ia kembalikan lagi kepalanya ke
badannya.” [4]
Serta
masih banyak lagi kisah-kisah menarik utuk putra-putri kita.
· Bila orang tua penakut,
jangan menampakkan sifat pnegevut ini di ahdapan anak-anak. Jangan pula
menakut-nakuti anak dengan sesuatu yang kadang kala orang tua tidak sadar
mengatakan sesuatu yang menampakkan sifat pengecutnya di hadapan anak-anak.
Misalnya, orang tua menyuruh anak-anak masuk rumah menjelang maghrib, lalu
menutup pintu sambil mengatakan,”Ayo masuk. Hiiiiiih……nanti kalau tidak mau
masuk ada hantu”. Atau si ibu menjerit ketika listrik padam, sementara ibu
sedang berada di kamar mandi. Para orang tua hendaklah belajar mengendalikan
emosinya di hadapan anak-anak ketika menghadapi keadaan-keadaan yang mencekam.
Memang tidak sedikit para orang tua yang punya sifat penakut. Mereka dibesarkan
dalam lingkungan yang memaksa sifat “takut” yang tidak beralasan ini mengendap
di dasar hatinya, di luar kemauan dan kehendaknya. Tetapi sebagai orang tua
yang bertanggung jawab, tidak seharusnya sifat jelek itu kita turunkan kepada
putra-putri kita. Karena itu hendaknya para orang tua lebih menanamkan pada
hatinya tauhid dan keimanan, agar jiwa mereka menjadi tegar. Si buah hati pun
diharapkan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, bertauhid serta tidak takut
kepada siapapun kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
(Ummu
Khaulah)
Artikel www.salafiyunpad.wordpress.comdisalin
dari kumpulan naskah Majalah As-Sunnah
Maraji:
- Al
Qur’anul Karim. – I’anatul
Mustafidh Syarhu Kitabit Tauhid, Syaikh Shalih bin
Fauzan Al Fauzan, Jilid I, Cetakan II, Muassasah Ar Risalah.
[1] Hadits ini disepakati oleh Bukhari dan Muslim.
[2] Untuk lebih jelasnya silahkan menelaah penjelasan Syaikh Shalih
Fauzan Al Fauzan dalam kitabnya yang berjudul I’anatul Mustafidh Syarh Kitabit Tauhid, Jilid
I ketika menjalaskan khauf (takut)
dan macam-macamnya.
[3] HR Tirmidzi dan ia berkata,”Hadits ini hasan shahih.” Syaikh Al Albani menghasankan hadits
ini dalamShahihul Jami’, 7834.
[4] Untuk lebih jelasnya, silakan
menelaah penjelasan Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan dalam kitabI’anatul Mustafidh Syarhu Kitabi At Tauhid, Jilid
I, ketika menjalaskan hadits “Haddus Sahiri” di
atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar