Dijawab oleh Ustadz
Muhammad Qasim, Lc.hafizhahullah
Al-Hamdulillah, saya
dan suami selalu mengikuti kajian. Namun ada sedikit yang mengganjal dalam hati
tentang suami saya yang terlalu banyak tidur. Saya tahu, mungkin ia kelelahan
karena kerja dalam shif 3. Akan tetapi, bila sedang kebagian shif 2 dan 3,
seharian di rumah tidur terus. Dia bangun hanya untuk shalat saja.
Saya sebagai istri ingin, mumpung suami sedang
ada di rumah, memanfaatkan waktu tersebut untuk ikut mengajari anak-anak
membaca Al-Qur`an atau mengontrol pelajaran sekolah mereka. Atau berdiskusi
dengan saya tentang masalah apa saja. Saya ingin mengungkapkan ini secara
langsung kepada suami, tetapi takut. Suami saya berlangganan Majalah As-Sunnah.
Semoga jawaban dari Redaksi membuat suami
berhasil memenej waktunya dengan baik. Jazakumullahu
khairan katsiran.
Jawab:
Dari pertanyaan di atas, ada dua permasalahan
mendasar.
Pertama, tanggung
jawab suami mencari nafkah.
Kedua,
tanggung jawab pendidikan anak dan keluarga.
Pertama,
memang tak dapat
dipungkiri, mencari nafkah sudah menjadi kewajiban suami untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga, terutama anak dan istri. Suami tidak boleh membiarkan
keluarganya tanpa ada yang bertanggung jawab memberi makan dan minum.
Sebagaimana dalam hadits Mu’awiyah radhiallahu
‘anhu tatkala bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia
bertanya: “Ya, Rasulullah!
Apa hak seorang istri yang berhak ia peroleh dari suaminya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Engkau beri makan dia apa yang engkau makan . . .”. (HR
Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan an-Nasâ`i).
Kedua,
kebanyakan orang yang justru terjerumus di dalamnya, sementara itu ia tidak
menyadarinya sebagai sebuah kesalahan yang dapat mengakibatkan terjadinya
keretakan hubungan antara suami dengan istri, demikian pula dengan anak-anak yang
semestinya sangat memerlukan perhatian dari ayahnya. Hanya saja, seorang istri
janganlah serta merta langsung menegur suaminya begitu saja mengenai kewajiban
yang harus ditunaikannya. Ada dua hal pokok yang perlu menjadi pertimbangan
jika seorang istri ingin mengajak bicara suami guna memecahkan masalah yang ia
hadapi.
Pertama, waktu
yang tepat. Seorang istri, janganlah mengajak bicara suami ketika ia baru
pulang dari kerja atau dari bepergian. Karena ia masih kecapaian dan memerlukan
istirahat.
Kedua, kondisi atau waktu yang tepat. Yakni dengan memperhatikan
kondisi atau situasi yang tepat ketika akan mengajak berdiskusi dengan suami.
Perlu diingat, hati manusia memiliki dua kondisi yang saling berlawanan arah.
Jika salah dalam memilih, maka bukan solusi yang didapat; bahkan bisa
menimbulkan masalah baru, sehingga masalah menjadi semakin pelik dan rumit.
Suasana hati yang ceria dan tiada beban, akan dapat mendukung keberhasilan
pemecahan masalah. Sebaliknya, kondisi hati yang sedang gundah dan kacau, ia tidak
akan dapat menyelesaikan masalah. Kondisi hati semacam ini pernah disampaikan
oleh Abdullah bin Mas’ud radhiallahu
‘anhu, ia berkata:
إِنَّ لِلْقُلُوْبِ لَنَشَاطًا وَإِقْبَالاً، وَإِنَّ لَهاَ
لَتَوْلِيَةً وَإِدبَارًا… (رواه الدارمي)
Sesungguhnya, hati itu
terkadang timbul semangat dan mau menerima, dan ada kalanya pula ia berpaling
dan menolak. (HR ad-Dârimi).
Jika istri melihat kondisi suami telah siap
untuk mendengar dan menerima saran, masukan, kritik, sekaligus mau diajak
berdiskusi, maka mulailah pembericaraan ke arah yang diinginkan. Iringi dengan
doa dan memohon kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala agar sang suami dimudahkan dan dibukakan hatinya, serta mau
mengerti kewajiban dan amanah yang harus dipikul bersama.
- Ingatkan kembali sang suami mengenai tanggung jawab dan amanah yang harus ia tunaikan. Kewajibannya bukan hanya sekedar mencari nafkah, namun juga memiliki tanggung jawab secara bersama mengemban amanah dalam mentarbiyah (mendidik) si buah hati. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَضنْ رَعِيَّتِهِ
فَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ …. ( متفق
عليه )
Setiap kalian adalah
pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah tentang
kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin di rumahnya, dan akan dimintai
pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. (Muttafaqun ‘alaihi).
- Bahwasanya anak mempunyai hak yang harus dipenuhi. Salah satunya ialah pendidikan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :وَإِنَّ لِوَلَدِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ (dan sesungguhnya anakmu mempunyai hak atas kamu) -HR Muslim. Selain hak nafkah, pendidikan dan perhatian juga menjadi hak anak yang harus di penuhi.
- Ajak dan mintalah pendapat suami mengenai cara mengontrol perkembangan pendidikan anak, terlebih dalam hal agama (diniyah), baik akidah, ibadah, akhlak maupun Al-Qur`ân. Karena perlu pula diingat, tanggung jawab memantau perkembangan mental, pendidikan dan moral anak bukan hanya tanggung jawab istri, namun juga menjadi tugas suami yang harus dipikul bersama. Ingatlah, pengaruh tarbiyah yang diberikan orang tua terhadap anak sangat besar. Orang tualah yang memegang kendali dan paling berperan dalam membentuk karakter maupun perilaku anak. Kedua orang tua mempunyai andil yang sangat besar. Rasulullah n bersabda:
مَامِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ
يُمَجِّسَانِهِ
Tidaklah setiap anak
kecuali dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya
menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (Muttafaqun ‘alaihi).
1.
Menurut para ahli, secara
psikis, perhatian yang diberikan orang tua kepada anak walaupun hanya sebentar,
ia bisa berpengaruh pada pembentukan kecerdasan anak.
2.
Berikan pula perhatian kepada
anak. Ingatkan, bahwa pahala yang besar akan didapatkan orang tua yang telah
mendidik anak dan berbuat baik kepada anaknya. Sempatkan untuk duduk bersama
anak walau hanya sesaat, namun sering.
Ini bisa dilakukan untuk bercengkerama dan mendidik sambil menanyakan hasil dan
perkembangan belajarnya. Jangan sampai timbul kesan seolah sebagai anak tidak
mempunyai ayah yang mau memperhatikannya. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda memberi kabar gembira bagi orang tua yang
mau mendidik anak-anaknya dengan baik:
مَنِ ابْتُلِيَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَيْئٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ
كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ ( متفق عليه )
Barang siapa diuji dengan
beberapa anak perempuan lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anaknya
tersebut akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.
(Muttafqun ‘alaihi).
1. Istri perlu pendamping
yang bisa memotivasi, mendidik, sekaligus menjadi qudwah (teladan),
sehingga bisa dijadikan tepmpat berlindung ketika ada masalah. Kepemimpinan
seorang suami yang baik bisa membuat istri merasa aman, tetap merasa ada
pelindung, dan pemimpin yang bisa membimbingnya.Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (Qs. an-Nisâ`/4:34).
2. Ingatlah, anak shâlih
mendapatkan manfaat dari keshalihan orang tua. Allah berfirman, yang artinya: Dan
orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan kami tiada
mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan
apa yang dikerjakannya. (Qs ath-Thûr/52:21).
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa
membimbing kita ke jalan yang benar. (Ustadz
Muhammad Qasim).
Sumber : salafiunpad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar