20 Agustus 2012

IHRAM DAN BEBERAPA KESALAHAN YANG TERJADI



Telah tersebut dalam Hadist Shahih Bukhari-Muslim dan yang lain-lain dari Ibnu Abbas t bahwa Nabi telah menentukan miqat untuk penduduk Madinah di Zul Hulaifah, penduduk Syam di Juhfah, penduduk najed di Qarn, dan penduduk Yaman di Yalamlam. Dan sabda beliau yang artinya :

“Tempat-tempat tersebut adalah miqat untuk penduduk masing-masing tempat tersebut, dan juga untuk orang-orang (bukan penduduk tempat tersebut) yang datang ke tempat tersebut, yang ingin menunaikan ibadah haji dan umrah.”

Dari Aisyah r,a, bahwa Nabi r telah menetapkan miqat penduduk Iraq di Zdatu Irq (riwayat Abu Daud dan Nasa’I).

Miqat-miqat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah r ini merupakan batasan-batasan agama yang telah ditetapkan secara tauqify, yang diwariskan dari Pembuat Syari’at, yang tak seorangpun dibolehkan merobah, melanggar, atau melampauinya tanpa ihram bagi yang hendak menunaikan ibadah haji atau umrah, karena hal itu berarti pelanggaran terhadap batasan-batasan (hukum-hukum) Allah, dan Allah Ta’ala telah berfirman :
]ومن يتعدّ حدود الله فأولئك هم الظالمون[
“Dan barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Al-Baqarah : 229)

            Dan karena Nabi Muhammad r juga telah bersabda dalam hadits Ibnu Umar t
[يهل أهل المدينة من ذي الحليفة، ويهل أهل الشام من الجحفة، ويهل أهل نجد من قرن].
“Penduduk Madinah bertalbiah dari Zul Hulaifah, penduduk Syam bertalbiah dari Juhfah, dan penduduk Najed dari Qarn.”

Hadits ini bentuknya berita tapi mempunyai makna perintah. Bertalbiah artinya : bersuara keras dengan talbiah, dan ini dilakukan setelah ihram. Maka ihram dari miqat-miqat tersebut hukumnya wajib bagi yang hendak haji dan umrah, jika melewatinya atau melewati tempat yang sejajar dengannya, baik yang datang melalui darat, laut, atau udara.

Jika datang melalui darat, hendaknya turun di miqat tersebut jika melewatinya, atau turun di tempat yang sejajar dengan miqat tersebut jika tidak melewatinya, kemudian melakukan hal-hal yang harus di kerjakan pada saat ihram, seperti  : mandi, memakai wangi-wangian di badannya, memakai pakaian ihram, dan kemudian niat ihram sebelum berangkat.

Jika melalui laut, hendaknya mandi, memakai wangi-wangian di badannya, dan memakai pakaian ihram pada saat kapalnya berhenti di tempat yang sejajar dengan miqat, lalu niat ihram sebelum kapal berangkat. Tapi jika kapalnya tidak berhenti di tempat yang sejajar dengan miqat, maka pekerjaan-pekerjaan tersebut (mandi, memakai wangi-wangian di badannya, dan memakai pakaian ihram) hendaknya dilakukan sebelum kapal melewati tempat yang sejajar dengan miqat, sedang niat ihram, baru dilakukan saat kapal melewati tempat tersebut.
Jika melalui udara, hendaknya mandi terlebih dahulu ketika akan naik kapal, lalu memakai wangi-wangian di badannya, dan memakai    pakaian ihram sebelum kapal melewati tempat yang sejajar dengan miqat, dan baru melakukan niat ihram beberapa saat sebelum kapal melewati tempat tersebut, tanpa harus menunggu kapal melewatinya, karena kapal terbang akan lewat dengan cepat tanpa memberi kesempatan untuk niat. Jika niat ihram dilakukan sebelum kapal melewati tempat tersebut untuk suatu kehati-hatian, maka hal itu tidak apa-apa karena tidak berbahaya.

Kesalahan yang biasa dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah, bahwa mereka tidak ihram ketika kapal mereka lewat di atas miqat atau lewat di atas tempat yang sejajar dengan miqat, dan baru melaksanakan ihram saat sudah turun di Airport Jeddah. Hal ini bertentangan dengan perintah Nabi r dan melanggar hukum-hukum Allah –subhanahu wata’ala.

Di dalam Shahih Bukhari dari Abdullah bin Umar t, berkata : ketika dua kota ini di buka, yakni bashrah dan kufah, orang-orang datang kepada Umar t sambil berkata : “Wahai Amirul mukminin, sesunguhnya Nabi r telah menentukan batas miqat bagi penduduk Najed dan Qarn, tapi tempat itu di luar jalan yang kita lalui, dan kalau kita ingin datang ke tempat tersebut sangat sulit bagi kita.” Umar memjawab : “Maka carilah tempat yang sejajar dengan tempat tersebut dari jalan yang kalian lewati.” Dengan demikian Amirul mukminin, salah seorang khulafaurrasyidin, telah menentukan miqat untuk orang yang tidak melewati miqat-miqat yang telah ditentukan di tempat yang sejajar dengan miqat-miqat tersebut. Maka barangsiapa melewati tempat yang sejajar dengan miqat (di atas udara) sama hukumya dengan orang yang melewati tempat yang sejajar dengan miqat tersebut lewat darat, keduanya tidak ada bedanya.

Jika seseorang melakukan kesalahan ini lalu turun di Jeddah tanpa ihram, maka dia wajib kembali ke miqat yang di lewatinya di atas udara lalu melakukan ihram dari tempat tersebut. Jika tidak kembali dan hanya melakukan ihram dari Jeddah, maka menurut kebanyakan ulama wajib baginya membayar fidyah dengan binatang yang di sembelih di Makkah, dan seluruh dagingnya dibagikan kepada fuqara’ Makkah, tidak boleh makan darinya atau menghadiahkan sebagian kepada orang kaya, karena fidyah (binatang tersebut) berfungsi sebagai kaffarah (penghapus dosa).


Sumber : Kitab Haji dan Umrah dan kesalahan yang dilakukan oleh sebagian umat , 
              karya: Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin

Tidak ada komentar: