20 Agustus 2012

MELEMPAR JUMRAH DAN KESALAHAN YANG TERJADI




Tersebut dalam hadits shohih dari Nabi r bahwa beliau melempar jumrah yang terjauh dari Makkah, dengan tujuh batu kerikil pada  pagi hari raya kurban sambil bertakbir pada setiap lemparan satu kerikil. Setiap kerikil besarnya seperti kerikil untuk pelenting sejenis ketepil atau lebih besar sedikit dari biji kacang himsh. Dalam sunan Nasa’i dari hadits Fadhl bin Abbas t. yang berboncengan dengan Rasulullah dari Muzdalifah ke Mina mengatakan : maka beliau, yakni Nabi r turun di lembah Muhassir dan bersabda :
“Hendaklah kalian mengambil batu kerikil ketapel yang akan dipakai melempar Jumrah.”
Dan Nabi r memberi isyarat dengan tangannya seperti orang sedang melempar.

Dalam Musnad Imam Ahmad dari Ibnu Abbas r.a. Yahya berkata bahwa Auf tidak jelas Abdullah atau al-Fadl mengatakan : Rasulullah r berkata padaku pada pagi hari lempar jumrah Aqabah sedang beliau berhenti di atas kendaraanya: “ ambilkan untukku”. Maka aku ambilkan untuk beliau beberapa batu kerikil sebesar kerikil untuk ketapel, kemudian beliau mletakkannya  si tangannya, dan bersabda dua kali dengan tangannya : “ya seperti kerikil-kerikil tadi.” Kemudian sabdanya [إياكم والغلو، فإنما هلك من كان قبلكم بالغلو في الدين].

“Awas jangan berlebih-lebihan. Karena sesungguhnya ummat sebelum kamu hancur karena berlebih-lebihan dalam agama.”

Dari Ummu Sulaiman bin Al-Ahwash r.a. berkata: aku pernah melihat Nabi r melempar Jumrah Aqabah dari tengah lembah pada hari raya kurban dan beliau bersabda :
[با أيها الناس، لا يقتل بعضكم بعضا إذا رميتم الجمرة فارموها بمثل حصا الخذف].
“Hai manusia, janganlah sebagian kalian membunuh sebagian yang lain. Dan jika kalian mlempar Jumrah, lemparlah dengan yang semisal dengan kerikil untuk ketepil.” (riwayat Ahmad).

Dalam shahih Bukhari dari Ibnu Umar ra, bahwa ia pernah melempar Jumrah Shugra sebanyak tujuh batu kerikil dengan bertakbir  pada setiap lemparan, kemudian menuju ke tanah datar lalu berdiri dan menghadap Kiblat, berdiri lama dan berdo’a sambil mengangkat kedua tangannya. Lalu melempar Jumrah wustha dengan tujuh batu kerikil dengan bertakbir pada setiap lemparan, kemudian maju ke tanah datar lalu berdiri dan menghadap kiblat, berdiri lama dan berdo’a sambil mengangkat kedua tangannya. Kemudian melempar Jumrah Aqabah dari tengah lembah tanpa berdiri lagi (untuk berdoa) di tempat tersebut, tapi terus pergi serta berkata: “demikianlah aku melihat Nabi r malakukannya.”
            Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa Nabi r pernah bersabda:
[إنما جعل الطواف بالبيت وبالصفا والمروة ورمي الجمار لإقامة ذكر الله].
“Sesunggunnya thawaf di Baitullah, di shafa dan Marwa, serta melempar jumrah ditetapkan untuk mendirikan zikir kepada Allah.”

            Beberapa kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah :

1.  Keyakinan mereka, bahwa batu kerikil harus diambil dari Muzdalifah, sehingga mempersulit mereka sendiri dengan harus mencarinya di tengah malam dan membawanya pada hari-hari Mina. Pernah terjadi, seseorang kehilangan satu batu kerikilnya dan sedihnya bukan kepalang. Dia minta tolong kawannya untuk dapat memberikan kepadanya kerikil yang diambil dari Muzdalifah. Padahal sudah jelas hal itu tidak ada dasarnya dari Nabi r dan beliau pernah memerintahkan Ibnu Abbas ra untuk mengambilkan kerikil sementara belliau berada di atas kendaraan. Tampaknya waktu itu beliau sedang berada di Jumrah, dan karena saat itulah waktu memerlukannya; maka beliau tidak pernah memerintahkan untuk mengambil kerikil sebelum di Jumrah, karena hal itu tidak perlu dan merepotkan dalam membawanya.

2.     Keyakinan mereka, bahwa dengan melempar Jumrah, berarti melempar setan. Untuk ini, mereka menyebut setan untuk masing-masing jumrah, sehinga mereka katakan: “Kami telah melempar setan besar dan setan kecil, atau kami telah melempar bapaknya setan, yakni Jumrah Kubra dan Jumrah aqabah.” Begitulah mereka melakukan beberapa hal yang tidak layak dilakukan di tempat-tempat syiar ibadah ini. Anda bisa melihat mereka melempar batu kerikil dengan keras, teriakan, caci maki pada setan-setan tersebut sebagaimana anggapan mereka. Kami pernah menyaksikan seorang naik ke atas Jumrah dengan penuh kedongkolan, memukulnya dengan sandal dan batu-batu besar dengan kemarahan dan emosi, sementara beberapa batu kerikil dari orang lain menimpanya, yang menyebabkan semakin marah dan dongkol dalam memukul Jumrah, dan   orang-orang di sekelilingnya tertawa terbahak-bahak seakan-akan menyaksikan  pemandangan sandiwara yang lucu. Hal itu pernah kami saksikan sebelum jembatan dan tiang-tiang jumrah dibangun.

Hal ini semua terjadi karena keyakinan, bahwa mereka melempar setan, yang sebenarnya tidak ada dalil yang benar yang dapat dijadikan dasar. Dan sebagaimana anda telah ketahui sebelumya bahwa hikmah disyari’atkan melempar jumrah adalah untuk mendirikan zikir kepada Allah Azza wajalla, dan untuk itulah mengapa Nabi r bertakbir  pada setiap lemparan batu kerikil.

3.      Mereka melempar dengan kerikil-kerikil besar, sepatu atau sandal, seperti pantopel (sepatu boot), dan kayu. Hal ini adalah suatu kesalahan yang besar dan bertentangan dengan apa yang disyari’atkan oleh Nabi r kepada ummatnya dengan perbuatan dan perintahnya, dimana beliau melempar hanya dengan batu kerikil sebesar kerikil untuk pelenting ketepil dan memerintahkan ummatnya melempar jumrah dengan kerikil sebesar itu, serta mengingatkan mereka untuk tidak berlebih-lebihan dalam beragama. Kesalahan besar ini terjadi karena keyakinan mereka, bahwa mereka sedang melempar setan.

4.   Mereka maju mendekati jumrah dengan paksa dan kekerasan tanpa rasa khusyu’ kepada Alah dan tanpa rasa kasih sayang kepada sesama hamba Allah yang lain, sehingga dengan perlakuan kasar tersebut terjadilah penganiayaan dan gangguan terhadap orang lain, dan terjadi pula saling caci maki dan saling pukul. Hal ini dapat merubah suasana ibadah dan tempat ibadah ini menjadi pemandangan saling caci dan saling bunuh, menyebabkan mereka keluar dari  tujuan disyari’atkan ibadah ini dan keluar dari apa yang dilakukan oleh nabi r.
Di dalam Musnad dari Qudamah bin Abdullah bin Ammar berkata:
[رأيت النبي r يوم النحر يرمي جمرة  العقبة على ناقة صهباء لا ضرب ولا طرد ولا إليك إليك].
“Aku melihat Nabi r pada hari raya kurban melempar Jumrah Aqabah di atas onta blonde, tanpa  pukulan, tanpa dorongan, tanpa sikut sintung (tanpa bilang; kamu minggir, kamu minggir).” (riwayat Tirmizi dan katanya; hadits ini hasan shahih).

5.  Mereka tidak berdo’a setelah melempar Jumrah Peertama (Jumrah shughra dan kedua (Jumrah wustha)  pada hari-hari tasyriq. Padahal Nabi r setelah melempar keduanya berdiam diri, menghadap Kiblat sambil mengangkat kedua tangannya dan berdo’a dengan do’a yang panjang.

Orang-orang tidak berdo’a setelah melempar jumrah pertama dan tidak pula berdo’a setelah melempar jumrah kedua, mungkin karena ketidaktahuan mereka tentang sunnah Rasulullah dalam hal ini atau mungkin karena ingin cepat selesai dari ibadah haji.

Alangkah baiknya, jika para jamaah haji telah belajar terlebih dahulu hukum-hukum yang berkenaan dengan ibadah haji sebelum melakukan haji agar dapat beribadah kepada Allah dengan penuh  pengetahuan dan ilmu, serta dapat mengikuti sunnah Rasulullah. Orang yang akan bepergian ke suatu negara saja bertanya-tanya tentang jalan yang akan dilewati sehingga dapat sampai ke negara tersebut dengan pengetahuan yang cukup, bagaimana halnya dengan  orang yang ingin melewati jalan menuju kepada Allah subhanahu wata’ala dan surgaNya??,  tentu baginya lebih perlu dan lebih harus bertanya terlebih dahulu sebelum melewati jalan tersebut sehingga sampai ke tujuan.

6.      Mereka melempar seluruh kerikil (tujuh batu kerikil) sekali gus dengan satu kepalan Seharusnya, mereka melempar batu kerikil satu demi satu sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi r.

7.      Mereka menambah beberapa ucapan do’a yang tidak pernah diucapkan oleh Nabi r pada saat melempaar, seperti bacaan mereka:
اللهم اجعلها رضاً للرحمن وغضباً للشيطان
“Ya Allah, jadikanlah ia sebagai keridhaan bagi Allah dan kemarahan bagi setan.”

Bahkan bisa jadi, mereka mengucapkan hal itu saat melempar Jumrah tapi justru tidak mengucapkan takbir sebagaimana yang diucapkan oleh Nabi r.

Yang paling utama, hendaknya cukup dengan membaca takbir, sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi r tanpa di tambah dan dikurangi.

8.     Mereka meremehkan atau seenaknya melempar Jumrah dengan mewakilkan kepada orang lain, padahal mereka mampu melakukannya sendiri. Mereka melakukan hal itu (mewakilkan kepada orang lain) agar terbebas dari repotnya berdesak-desakan dan kesulitan melempar. Hal ini bertentangan dengan perintah Allah Ta’ala untuk menyempurnakan Haji, sebagaimana firmannya:
}وأتموا الحج والعمرة لله{
“Dan sempurnakan ibadah haji dan umrah karena Allah.” (Al-Baqarah: 196).

Seharusnya orang yang mampu melempar jumrah hendaknya melakukannya sendiri dan dapat bersabar terhadap kesulitan dan keletihan, karena ibadah haji memang merupakan jihad yang mengandung kesulitan dan pengorbanan.

Untuk itu, jamaah hendaknya bertaqwa kepada Tuhannya dan menyempurnakan ibadahnya, sebagaimana telah diperintahkan  oleh Allah kepadanya untuk melakukan ibadah tersebut manakala mampu melaksanakannya.

Sumber : Kitab Haji dan Umrah dan kesalahan yang dilakukan oleh sebagian umat , 
              karya: Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin




Tidak ada komentar: