20 Agustus 2012

THAWAF DAN BEBERAPA KESALAHAN FI’LIYAH YANG TERJADI



Telah tersebut dalam hadits shahih dari Nabi r bahwa beliau memulai thawaf dari Hajar Aswad pada rukun Yamani sebelah timur Ka’bah, mengelilingi seluruh Ka’bah di luar Hijr Isma’il. Beliau melakukan thawaf dengan raml (jalan cepat) hanya pada tiga putaran  pertama saat thawaf qudum (thaawaf pertama kali sampai di Makkah). Dalam thawaf, beliau pernah memegang Hajar Aswad dan menciumnya, pernah pula memegang Hajar Aswad dengan tangannya lalu mencium tangannya, pernah pula memegang Hajar Aswad dengan tongkatnya, kemudian mencium tongkat tersebut sedang beliau di atas ontanya. Beliau melakukan thawaf di atas ontanya dan memberi isyarat pada Hajar aswad setiap kali melewatinya. Juga telah tersebut dalam hadis shahih dari beliau, bahwa beliau pernah memegang Rukun Yamani.

Perbedaan cara memegang Hajar Aswad tersebut di atas dilakukan –walahu a’lam- sesuai dengan kemungkinan dan kemudahan yang ada, jika mudah dan mungkin, beliau memegangnya, dan jika tidak mungkin, beliau tidak memegangnya. Dan pekerjaan memegang, mencium dan memberi isyarat tersebut hanya merupakan bentuk ibadah dan bukan keyakinan bahwa Hajar Aswad itu sendiri dapat memberi mamfaat atau mudharat. Disebutkan dalam shahih Bukhari-Muslim bahwa Umar t pernah berkata : “sesunguhnya aku tahu pasti bahwa engkau hanya sekedar batu biasa, yang tidak bisa mendatangkan madharat dan manfaat. Seandainya saja aku tidak pernah melihat Nabi r menciummu, tentu aku tak akan menciummu.”

      Beberapa kesalahan yan biasa dilakukan sebagian jamaah haji :

1. Memulai thawaf dari sebelum Hajar Aswad dan Rukun Yamai. Ini merupakan perbuatan yang berlebih-lebihan dalam agama, yang dilarang oleh Nabi r. Perbuatan ini, dalam beberapa segi, mirip seperti memulai puasa Ramadhan sehari atau dua hari sebelum masuk bulan Ramadhan yang jelas-jelas dilarang oleh Nabi r.

Adapun pengakuan sebagian jamaah haji bahwa hal itu dilakukan sebagai upaya kehati-hatian (ihtiyath), maka hal itu tidak bisa diterima, karena kehati-hatian yang sebenarnya dan bermanfaat adalah mengikuti syari’at dan tidak mendahului Allah dan Rasulnya.

2.      Melakukan thaawaf dalam keadan ramai dan berdesak-desakan, hanya mengelilingi bangunan Ka’bah yang bersegi empat saja dan tidak mengelilingi Hijir Ismail, dimana mereka masuk dari pintu Hijir Ismail dan keluar melalui pintu di seberangnya. Hal ini merupakan kesalahan yang besar, dam tidak sah thawaf yang demikian, karena berarti belum mengelilingi seluruh Ka’bah tapi baru mengelilingi sebagian saja.

3.      Thawaf dengan raml (jalan cepat) pada seluruh  putaran.

4.   Berdesak-desakan untuk mencapai Hajar Aswad agar dapat menciumya, sehingga kadang-kadang bisa menyebabkan saling bunuh, saling caci maki, dan terjadilah pukul-memukul dan ucapan-ucapan mungkar yang tak layak dilakukan, juga tak layak dilakukan di tempat yang suci ini, Masjidil Haram, di bawah lindungan Ka’bah, yang membatalkan thawaf, bahkan bisa membatalkan ibadah haji secara keseluruhan, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
]الحج أشهر معلومات فمن فرض فيهن الحج فلا رفث ولا فسوق ولا جــدال في الحج[
“(Musim) Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, maka barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan haji, maka  tidak boleh rafats, berbuat fasiq dan berbantah-bantahan dalam melaksanakan haji.” Al-Baqarah : 197)
           
Berdesak-desakan ini bisa menghilangkan kekhusyu’an dan melupakan zikir pada Allah, padahal keduanya merupakan tujuan yang paling agung dari ibadah thawaf ini.

5.     Keyakinan sebagian jamaah, bahwa Hajar Aswad itu memberikan manfaat. Maka bisa anda lihat, setelah mereka memegangnya, ada yang mengusapkan tangannya ke seluruh anggota badannya atau mengusapkan tangannya kepada anak-anaknya yang bersama mereka. Semua ini adalah suatu kebodohan dan kesesatan. Karena manfaat dan madharat hanya dari Allah Ta’ala semata, sebagimana telah di sebutkan dalam ucapan Amirul Mukminin Umar t :
[إني لأعلم أنك حجر لا تضر ولا تنفع، ولولا أني رأيت النبي r يقبلك ما قبلتك].
“Sesungguhya aku tahu pasti bahwa engkau hanya sekedar batu biasa yang tidak mendatangkan madharat dan manfaat. Seandainya saja aku tidak melihat Nabi r menciummu tentu aku tak akan menciummu.”

6.      Sebagian jamaah haji memegang seluruh rukun Ka’bah, bahkan mungkin memegang seluruh tembok Ka’bah dan mengusapnya. Hal ini merupakan kebodohan dan kesesatan, karena pekerjaan memegang ini adalah suatu bentuk ibadah dan pengagungan kepada Allah Azza Wa Jalla. Maka dalam hal ini wajib melakukan berdasarkan pada apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah r dan tidak memegang Ka’bah kecuali dua rukun yamani (Hajar Aswad yang terletak pada rukun yamani timur) dan rukun Yamani barat.

Disebutkan dalam Musnad Imam Ahmad dari Mujahid dari Ibnu Abbas t. bahwa dia pernah melakukan thawaf bersama Muawiyah t. dan Muawiyah memegang seluruh Rukun Ka’bah, maka Ibnu Abbas t. bertanya : “Kenapa anda memegang dua rukun ini (selain rukun yamani) padahal Rasulullah r tidak pernah memegangnya” Muawiyah menjawab: “tidak ada sesuatupun dari Ka’bah ini yang harus dijauhi.” Kemudian Ibnu Abbas t menimpali dengan menyebut firman Alah subhanahu wataala yang artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu.”
Jawab Mu’awiyah : engkau benar.”

                          Sumber : Kitab Haji dan Umrah dan kesalahan yang dilakukan oleh sebagian umat , 
                                         karya: Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin


Tidak ada komentar: