Telah tersebut dalam
hadits shahih dari Nabi r bahwa beliau memulai thawaf dari Hajar
Aswad pada rukun Yamani sebelah timur Ka’bah, mengelilingi seluruh Ka’bah di
luar Hijr Isma’il. Beliau melakukan thawaf dengan raml (jalan cepat) hanya
pada tiga putaran pertama saat thawaf
qudum (thaawaf pertama kali sampai di Makkah). Dalam thawaf, beliau pernah
memegang Hajar Aswad dan menciumnya, pernah pula memegang Hajar Aswad dengan
tangannya lalu mencium tangannya, pernah pula memegang Hajar Aswad dengan
tongkatnya, kemudian mencium tongkat tersebut sedang beliau di atas ontanya. Beliau
melakukan thawaf di atas ontanya dan memberi isyarat pada Hajar aswad setiap
kali melewatinya. Juga telah tersebut dalam hadis shahih dari beliau, bahwa
beliau pernah memegang Rukun Yamani.
Perbedaan cara memegang
Hajar Aswad tersebut di atas dilakukan –walahu a’lam- sesuai dengan kemungkinan
dan kemudahan yang ada, jika mudah dan mungkin, beliau memegangnya, dan jika
tidak mungkin, beliau tidak memegangnya. Dan pekerjaan memegang, mencium dan
memberi isyarat tersebut hanya merupakan bentuk ibadah dan bukan keyakinan
bahwa Hajar Aswad itu sendiri dapat memberi mamfaat atau mudharat. Disebutkan
dalam shahih Bukhari-Muslim bahwa Umar t pernah berkata : “sesunguhnya
aku tahu pasti bahwa engkau hanya sekedar batu biasa, yang tidak bisa
mendatangkan madharat dan manfaat. Seandainya saja aku tidak pernah melihat
Nabi r menciummu, tentu aku
tak akan menciummu.”
Beberapa kesalahan yan biasa dilakukan sebagian jamaah haji :
1. Memulai
thawaf dari sebelum Hajar Aswad dan Rukun Yamai. Ini merupakan perbuatan yang
berlebih-lebihan dalam agama, yang dilarang oleh Nabi r. Perbuatan ini, dalam
beberapa segi, mirip seperti memulai puasa Ramadhan sehari atau dua hari
sebelum masuk bulan Ramadhan yang jelas-jelas dilarang oleh Nabi r.
Adapun pengakuan
sebagian jamaah haji bahwa hal itu dilakukan sebagai upaya kehati-hatian
(ihtiyath), maka hal itu tidak bisa diterima, karena kehati-hatian yang
sebenarnya dan bermanfaat adalah mengikuti syari’at dan tidak mendahului Allah
dan Rasulnya.
2. Melakukan
thaawaf dalam keadan ramai dan berdesak-desakan, hanya mengelilingi bangunan
Ka’bah yang bersegi empat saja dan tidak mengelilingi Hijir Ismail, dimana
mereka masuk dari pintu Hijir Ismail dan keluar melalui pintu di seberangnya.
Hal ini merupakan kesalahan yang besar, dam tidak sah thawaf yang demikian,
karena berarti belum mengelilingi seluruh Ka’bah tapi baru mengelilingi
sebagian saja.
3. Thawaf
dengan raml (jalan cepat) pada seluruh
putaran.
4. Berdesak-desakan
untuk mencapai Hajar Aswad agar dapat menciumya, sehingga kadang-kadang bisa
menyebabkan saling bunuh, saling caci maki, dan terjadilah pukul-memukul dan
ucapan-ucapan mungkar yang tak layak dilakukan, juga tak layak dilakukan di
tempat yang suci ini, Masjidil Haram, di bawah lindungan Ka’bah, yang
membatalkan thawaf, bahkan bisa membatalkan ibadah haji secara keseluruhan,
sebagaimana firman Allah Ta’ala :
]الحج أشهر معلومات فمن فرض فيهن الحج فلا رفث ولا
فسوق ولا جــدال في الحج[
“(Musim) Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, maka
barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan
haji, maka tidak boleh rafats, berbuat
fasiq dan berbantah-bantahan dalam melaksanakan haji.” Al-Baqarah : 197)
Berdesak-desakan ini
bisa menghilangkan kekhusyu’an dan melupakan zikir pada Allah, padahal keduanya
merupakan tujuan yang paling agung dari ibadah thawaf ini.
5. Keyakinan
sebagian jamaah, bahwa Hajar Aswad itu memberikan manfaat. Maka bisa anda
lihat, setelah mereka memegangnya, ada yang mengusapkan tangannya ke seluruh
anggota badannya atau mengusapkan tangannya kepada anak-anaknya yang bersama
mereka. Semua ini adalah suatu kebodohan dan kesesatan. Karena manfaat dan
madharat hanya dari Allah Ta’ala semata, sebagimana telah di sebutkan dalam
ucapan Amirul Mukminin Umar t :
[إني لأعلم أنك حجر لا تضر
ولا تنفع، ولولا أني رأيت النبي r
يقبلك ما قبلتك].
“Sesungguhya aku tahu pasti bahwa engkau hanya sekedar batu
biasa yang tidak mendatangkan madharat dan manfaat. Seandainya saja aku tidak
melihat Nabi r menciummu tentu aku tak akan menciummu.”
6. Sebagian
jamaah haji memegang seluruh rukun Ka’bah, bahkan mungkin memegang seluruh
tembok Ka’bah dan mengusapnya. Hal ini merupakan kebodohan dan kesesatan,
karena pekerjaan memegang ini adalah suatu bentuk ibadah dan pengagungan kepada
Allah Azza Wa Jalla. Maka dalam hal ini wajib melakukan berdasarkan pada apa
yang telah diajarkan oleh Rasulullah r dan tidak memegang
Ka’bah kecuali dua rukun yamani (Hajar Aswad yang terletak pada rukun yamani
timur) dan rukun Yamani barat.
Disebutkan dalam Musnad
Imam Ahmad dari Mujahid dari Ibnu Abbas t. bahwa dia pernah
melakukan thawaf bersama Muawiyah t. dan Muawiyah memegang
seluruh Rukun Ka’bah, maka Ibnu Abbas t. bertanya : “Kenapa
anda memegang dua rukun ini (selain rukun yamani) padahal Rasulullah r tidak pernah
memegangnya” Muawiyah menjawab: “tidak ada sesuatupun dari Ka’bah ini yang
harus dijauhi.” Kemudian Ibnu Abbas t menimpali dengan
menyebut firman Alah subhanahu wataala yang artinya:
“Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu.”
Jawab Mu’awiyah : engkau
benar.”
Sumber : Kitab
Haji dan Umrah dan kesalahan yang dilakukan oleh sebagian umat ,
karya: Syaikh Muhammad Shalih Al
‘Utsaimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar