Tersebut
dalam hadits shahih Bukhari Muslim dari Ibnu Abbas ra berkata : “Beliau (Nabi r)
memerintahkan orang-orang agar saat-saat akhir mereka adalah (thawaf) di
Ka’bah, hanya beliau meringankan untuk wanita yang sedang haid.” Dalam lafazh
Muslim dari Ibnu Abbas r.a. juga mengatakan : orang-orang pernah pergi
(meninggalkan Makkah) disegala penjuru, maka Nabi r bersabda
yang artinya:
“Hendaknya
tak seorangpun pergi meninggalkan
Makkah, kecuali saat-saat akhirnya adalah di Ka’bah.”
Diriwayatkan
jug oleh Abu Daud dengan lafazh:
“Kecuali saat-saat akhirnya adalah
thawaf di Ka’bah.”
Dalam shahih
Bukhari-Muslim dari Ummu salamah ra berkata: “Aku melapor kepada Nabi r bahwa aku
sakit. Maka beliau bersabda: “Berthawaflah kamu di atas kendaraan dari belakang
orang-orang”, kemudian aku thawaf sementara Rasulullah r shalat di
samping Ka’bah sambil membaca surat Ath-thur.”
Dalam Nasa’i
dari Umu Salamah r.a. juga berkata: “Wahai Rasulullah, demi Allah aku tidak
keluar (thawaf wada’). Beliau mengatakan: Jika qomat untuk shalat telah
berbunyi, berthawaflah kamu di atas
ontamu dari belakang orang-orang.”
Dalam shahih
Bukhari – Muslim dari Aisyah r.a. bahwa Shofiyah r.a. haidh setelah thawaf
Ifadah, Nabi r bertanya : apakah
ia menahan kita? Mereka menuawab :
Ia telah melakukan thowaf Ifadah. Maka Nabi bersabda : “kalau begitu
biarkan ia pergi”.
Dalam
Muwatta’ dari Abdullah bin Umar bin khattab r.a. bahwa Umar r.a. berkata : “Tak
seorangpun dari jamaah haji meninggalkan haji sampai ia thawaf di Ka’bah,
karana ibadah yang terahir dari haji adalah thawaf di Ka’bah.”
Dalam
Muwatta’ dari Yahya bin Said bahwa Umar t pernah
mengembalikan seorang
dari
Marruzh-zhahran yang belum thawaf wada’ di Ka’bah untuk melakukan thawaf wada’.
Beberapa
kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah:
1. Mereka turun dari Mina, pada hari Nafar, sebelum melempar jumrah,
untuk thawaf wada’, kemudian kembali lagi ke mina untuk melempar jumrah lalu
lengsung pulang ke negara mereka dari situ. Ini tidak boleh, karena
bertentangan dengan perintah Nabi r bahwa saat
terahir para jamaah haji adalah di Ka’bah. Orang yang melempar jumrah setelah
thawaf wada’ berarti telah menjadikan saat-saat ahirnya adalah di Jumrah dan
tidak di Ka’bah. Nabi r sendiri
juga tidak pernah thawaf wada’ kecuali ketika akan meninggalkan Makkah, setelah
seluruh ibadah Haji beliau selesai. Beliau juga bersabda :
[خذوا عني
مناسككم].
“Ambillah dariku tata cara ibadah
(haji) kalian.”
Hadits-hadits
Umar bin Khattab r.a. cukup jelas dan tegas, bahwa thawaf wada di Ka’bah adalah
ahir pelaksanaan ibadah haji. Maka, barangsiapa thawawf wada’ kemudian melempar
jumrah setelah itu, thawafnya tidak sah dan wajib mengulangi thawafnya setelah
melempar, jika tidak, hukumnya seperti orang yang meninggalkan thawaf wada’.
2. Mereka tetap berada di Makkah setelah thawaf wada’, sehingga saat-saat ahirnya tidak di
Ka’bah. Hal ini bertentangan dengan apa yang diperintahkan dan diterangkan oleh
Nabi r kepada
ummatnya dengan perbuatannya. Nabi r telah
memerintahkan agar saat-saat ahir jamaah haji adalah di Ka’bah dan beliau
sendiri tidak thawaf wada’ kecuali ketika akan meninggalkan Makkah, begitu juga
para sahabat beliau melakukan. Hanya para ulama’ memberikan keringanan
(membolehkan) untuk tetap berdiam di Makkah setelah thawaf wada’ kepada orang
yang memang benar-benar mempunyai kepentingan yang besar, seperti: harus shalat
terlebih dahulu karena qamat untuk shalat telah berbunyi, datang jenazah dan
harus ikut menshalatkannya, atau ada keperluan yang berkenaan dengan
perjalanannya seperti membeli barang, menunggu teman dan lain sebagainya.
Adapun jika
berdiam di Makkah, setelah thawaf wada’, tanpa alasan-alasan yang
diperbolehkan, maka wajib baginya mengulangi thawaf wada’nya kembali.
3. Mereka keluar dari masjid setelah thawaf wada’ dengan berjalan
mundur, dengan anggapan hal itu merupakan penghormatan terhadap Ka’bah. Hal ini
bertentangan dengan sunnah, bahkan termasuk perbuatan bid’ah yang diperingatkan
oleh Rasulullah r dan sabda
beliau :
[كل بدعة
ضلالة].
“setiap bid’ah adalah sesat.”
Bid’ah
adalah hal baru yang diada-adakan, berupa akidah atau ibadah, yang bertentangan
dengan yang ada pada masa Rasulullah r dan
khulafaur Rasyidin.
Apakah orang
yang meninggalkan Ka’bah dengan berjalan mundur untuk menghormati Ka’bah
–sebagaimana anggapan mereka- lebih menghormati Ka’bah daripada Rasulullah r dan para
Khulafaur Rasyidin? Atau menganggap bahwa Nabi r begitu juga
Khulafaur Rasyidin belum tahu bahwa hal itu (berjalan mundur) merupakan peghormatan
terhadap Ka’bah?.
4. Mereka menoleh ke Ka’bah saat sampai di pintu masjid, setelah
selesai thawaf wada., dan berdo’a di sana seperti sedang mengucapkan selamat
tinggal dan selamat berpisah kepada Ka’bah. Hal ini juga termasuk bid’ah,
karena belum pernah tersebut dalam hadits shahih dari Nabi r maupun dari
Khulafaur rasyidin. Dan setiap hal yang dimaksudkan sebagai ibadah kepada Allah
Ta’ala yang tidak pernah diajarkan oleh syara’ adalah batal dan ditolak,
sebagaimana sabda Nabi r :
[من أحدث في
أمرنا هذا ما ليس منه فهو ردّ].
“Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan kami
(ajaran kami) tanpa dasar darinya maka ia ditolak.”
Seharusnya
bagi orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya mengikuti apa yang datang
dari Rasulullah r dalam
ibadahnya, agar dengan demikian mendapatkan kecintaan dan ampunan dari Allah,
sebagaimana firmanNya :
]قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني
يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم[
“Katakanlah:
Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah
mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Mahaha
Penyayang.” (Ali Imran:31).
Mengikuti
Nabi r dalam apa
yang dikerjakan berarti juga mengikuti dalam apa yang ditinggalkanya. Maka
manakala ada sesuatu yang perlu dikerjakan pada masa Nabi, padahal beliau tidak
mengerjakannya, berarti bukti bahwa sunnah dan syariat memang meninggalkannya
dan tidak boleh dikerjakan dan tidak boleh diada-adakan dalam agama Allah,
meski hal tersebut disenangi oleh orang dan hawa nafsunya. Allah Ta’ala
berfirman :
}ولو اتبع الحق أهواءهم لفسدت السماوات
والأرض ومن فيهن بل أتيناهم بذكرهم فهم عن
ذكرهم معرضون{
“Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu
mereka, pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya.
Sebenarnya kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka, tetapi
mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (Al-Mu’minun:71).
Nabi r bersabda :
[لا يؤمن أحدكم
حتى يكون هواه تبعا لما جئت به].
“tidak beriman seseorang di antara kamu
sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang telah saya bawa.”
Kita berdo’a
kepada Allah subhanahu wata’ala semoga menunjukkan kita pada jalanNya yang
lurus, tidak menjadikan kita condong pada kesesatan setelah memberi kita
petunjuk, dan semoga melimpahkan kepada kita rahmat dan kasih sayangNya.
Sesunguhnya Allah Maha Pemberi Karunia.
Segala puji
bagi Allah Tuhan semesta alam, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
Nabi kita Muhammad, para keluarga dan para sahabat beliau.
Sumber : Kitab
Haji dan Umrah dan kesalahan yang dilakukan oleh sebagian umat ,
karya: Syaikh Muhammad Shalih Al
‘Utsaimin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar