20 Agustus 2012

THAWAF WADA’ DAN KESALAHAN YANG TERJADI




Tersebut dalam hadits shahih Bukhari Muslim dari Ibnu Abbas ra berkata : “Beliau (Nabi r) memerintahkan orang-orang agar saat-saat akhir mereka adalah (thawaf) di Ka’bah, hanya beliau meringankan untuk wanita yang sedang haid.” Dalam lafazh Muslim dari Ibnu Abbas r.a. juga mengatakan : orang-orang pernah pergi (meninggalkan Makkah) disegala penjuru, maka Nabi r bersabda yang artinya:

“Hendaknya tak seorangpun  pergi meninggalkan Makkah, kecuali saat-saat akhirnya adalah di Ka’bah.”

Diriwayatkan jug oleh Abu Daud dengan lafazh:

            “Kecuali saat-saat akhirnya adalah thawaf di Ka’bah.”     

Dalam shahih Bukhari-Muslim dari Ummu salamah ra berkata: “Aku melapor kepada Nabi r bahwa aku sakit. Maka beliau bersabda: “Berthawaflah kamu di atas kendaraan dari belakang orang-orang”, kemudian aku thawaf sementara Rasulullah r shalat di samping Ka’bah sambil membaca surat Ath-thur.”


Dalam Nasa’i dari Umu Salamah r.a. juga berkata: “Wahai Rasulullah, demi Allah aku tidak keluar (thawaf wada’). Beliau mengatakan: Jika qomat untuk shalat telah berbunyi, berthawaflah kamu di atas  ontamu dari belakang orang-orang.”

Dalam shahih Bukhari – Muslim dari Aisyah r.a. bahwa Shofiyah r.a. haidh setelah thawaf Ifadah, Nabi r bertanya : apakah ia menahan kita? Mereka menuawab :  Ia telah melakukan thowaf Ifadah. Maka Nabi bersabda : “kalau begitu biarkan ia pergi”.

Dalam Muwatta’ dari Abdullah bin Umar bin khattab r.a. bahwa Umar r.a. berkata : “Tak seorangpun dari jamaah haji meninggalkan haji sampai ia thawaf di Ka’bah, karana ibadah yang terahir dari haji adalah thawaf di Ka’bah.”

            Dalam Muwatta’ dari Yahya bin Said bahwa Umar t pernah mengembalikan seorang
dari Marruzh-zhahran yang belum thawaf wada’ di Ka’bah untuk melakukan thawaf wada’.
           
Beberapa kesalahan yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji adalah:

1.      Mereka turun dari Mina, pada hari Nafar, sebelum melempar jumrah, untuk thawaf wada’, kemudian kembali lagi ke mina untuk melempar jumrah lalu lengsung pulang ke negara mereka dari situ. Ini tidak boleh, karena bertentangan dengan perintah Nabi r bahwa saat terahir para jamaah haji adalah di Ka’bah. Orang yang melempar jumrah setelah thawaf wada’ berarti telah menjadikan saat-saat ahirnya adalah di Jumrah dan tidak di Ka’bah. Nabi r sendiri juga tidak pernah thawaf wada’ kecuali ketika akan meninggalkan Makkah, setelah seluruh ibadah Haji beliau selesai. Beliau juga bersabda :
[خذوا عني مناسككم].
            “Ambillah dariku tata cara ibadah (haji) kalian.”

Hadits-hadits Umar bin Khattab r.a. cukup jelas dan tegas, bahwa thawaf wada di Ka’bah adalah ahir pelaksanaan ibadah haji. Maka, barangsiapa thawawf wada’ kemudian melempar jumrah setelah itu, thawafnya tidak sah dan wajib mengulangi thawafnya setelah melempar, jika tidak, hukumnya seperti orang yang meninggalkan thawaf wada’.

2.   Mereka tetap berada di Makkah setelah thawaf  wada’, sehingga saat-saat ahirnya tidak di Ka’bah. Hal ini bertentangan dengan apa yang diperintahkan dan diterangkan oleh Nabi r kepada ummatnya dengan perbuatannya. Nabi r telah memerintahkan agar saat-saat ahir jamaah haji adalah di Ka’bah dan beliau sendiri tidak thawaf wada’ kecuali ketika akan meninggalkan Makkah, begitu juga para sahabat beliau melakukan. Hanya para ulama’ memberikan keringanan (membolehkan) untuk tetap berdiam di Makkah setelah thawaf wada’ kepada orang yang memang benar-benar mempunyai kepentingan yang besar, seperti: harus shalat terlebih dahulu karena qamat untuk shalat telah berbunyi, datang jenazah dan harus ikut menshalatkannya, atau ada keperluan yang berkenaan dengan perjalanannya seperti membeli barang, menunggu teman dan lain sebagainya.

Adapun jika berdiam di Makkah, setelah thawaf wada’, tanpa alasan-alasan yang diperbolehkan, maka wajib baginya mengulangi thawaf wada’nya kembali.

3.    Mereka keluar dari masjid setelah thawaf wada’ dengan berjalan mundur, dengan anggapan hal itu merupakan penghormatan terhadap Ka’bah. Hal ini bertentangan dengan sunnah, bahkan termasuk perbuatan bid’ah yang diperingatkan oleh Rasulullah r dan sabda beliau :
[كل بدعة ضلالة].
      “setiap bid’ah adalah sesat.”
Bid’ah adalah hal baru yang diada-adakan, berupa akidah atau ibadah, yang bertentangan dengan yang ada pada masa Rasulullah r dan khulafaur Rasyidin.
     
Apakah orang yang meninggalkan Ka’bah dengan berjalan mundur untuk menghormati Ka’bah –sebagaimana anggapan mereka- lebih menghormati Ka’bah daripada Rasulullah r dan para Khulafaur Rasyidin? Atau menganggap bahwa Nabi r begitu juga Khulafaur Rasyidin belum tahu bahwa hal itu (berjalan mundur) merupakan peghormatan terhadap Ka’bah?.

4.     Mereka menoleh ke Ka’bah saat sampai di pintu masjid, setelah selesai thawaf wada., dan berdo’a di sana seperti sedang mengucapkan selamat tinggal dan selamat berpisah kepada Ka’bah. Hal ini juga termasuk bid’ah, karena belum pernah tersebut dalam hadits shahih dari Nabi r maupun dari Khulafaur rasyidin. Dan setiap hal yang dimaksudkan sebagai ibadah kepada Allah Ta’ala yang tidak pernah diajarkan oleh syara’ adalah batal dan ditolak, sebagaimana sabda Nabi r :
[من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو ردّ].
“Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan kami (ajaran kami) tanpa dasar darinya maka ia ditolak.”

Seharusnya bagi orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya mengikuti apa yang datang dari Rasulullah r dalam ibadahnya, agar dengan demikian mendapatkan kecintaan dan ampunan dari Allah, sebagaimana firmanNya :
]قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم[
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Mahaha Penyayang.” (Ali Imran:31).

Mengikuti Nabi r dalam apa yang dikerjakan berarti juga mengikuti dalam apa yang ditinggalkanya. Maka manakala ada sesuatu yang perlu dikerjakan pada masa Nabi, padahal beliau tidak mengerjakannya, berarti bukti bahwa sunnah dan syariat memang meninggalkannya dan tidak boleh dikerjakan dan tidak boleh diada-adakan dalam agama Allah, meski hal tersebut disenangi oleh orang dan hawa nafsunya. Allah Ta’ala berfirman :
}ولو اتبع الحق أهواءهم لفسدت السماوات والأرض ومن فيهن بل أتيناهم بذكرهم فهم عن ذكرهم معرضون{
“Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka, tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (Al-Mu’minun:71).

Nabi r bersabda :
[لا يؤمن أحدكم حتى يكون هواه تبعا لما جئت به].
“tidak beriman seseorang di antara kamu sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang telah saya bawa.”

Kita berdo’a kepada Allah subhanahu wata’ala semoga menunjukkan kita pada jalanNya yang lurus, tidak menjadikan kita condong pada kesesatan setelah memberi kita petunjuk, dan semoga melimpahkan kepada kita rahmat dan kasih sayangNya. Sesunguhnya Allah Maha Pemberi Karunia.
           
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, para keluarga dan para sahabat beliau.

  Sumber : Kitab Haji dan Umrah dan kesalahan yang dilakukan oleh sebagian umat , 
                karya: Syaikh Muhammad Shalih Al ‘Utsaimin

Tidak ada komentar: